BAGIKAN
Luca Ambros

Jauh sebelum manusia memelihara dan beternak ayam, diperkirakan orang New Guinea telah mendomestikasi kasuari sekitar 18.000 tahun yang lalu. Namun, kasuari yang dianggap sebagai dinosaurus yang masih hidup ini, bukanlah unggas biasa. Meskipun tak bisa terbang, burung raksasa ini sering berburu mangsanya di tengah hutan. Cakarnya yang mematikan masih membuat mereka menjadi ancaman besar bagi manusia.

Para peneliti mengamati potongan-potongan cangkang telur kasuari di situs Yuku dan Kiowa di Dataran Tinggi New Guinea. Dari hasil yang didapatkan, mereka menganalisisnya hingga menggunakan pemodelan secara tiga dimensi. Mereka mengembangkan metode baru untuk menentukan berapa umur embrio unggas ketika telur dipanen.

Sepertinya telur telah dengan sengaja diambil dari sarangnya, beberapa hari sebelum menetas. Kebiasaan ini dimaksudkan agar anak unggas yang masih ada di dalam telur tersebut dapat dijadikan sebagai makanan. Mungkin domestikasi kasuari bisa berawal sebagai konsekuensi dari kebiasaan itu. Demikian menurut para peneliti dalam tulisannya yang diterbitkan di jurnal Proceedings of the National Academy of Sciences. 

Sebagaimana kebanyakan anak unggas yang baru menetas, mereka akan menganggap hal pertama yang dilihatnya sebagai induknya. Perilaku seperti ini disebut sebagai imprinting. Di mana saat anak kasuari yang baru menetas akan mengikuti manusia kemanapun. Selanjutnya dipelihara dan dibesarkan hingga ukuran dewasa dan dapat diambil dagingnya.

Jika demikian, itu terbukti pilihan yang sangat bermanfaat bagi kesehatan hutan hujan di mana kasuari hidup. Memungkinkan unggas yang bisa seberat 50 kg ini untuk melanjutkan peran pentingnya sebagai penyebar berbagai benih tumbuhan.

Anak burung kasuari mungkin terlihat tidak berbahaya pada usia ini, tetapi mereka tidak tetap seperti itu. Credit: Andy Mack

Penetapan usia embrio atau anak unggas tergantung pada fitur tiga dimensi bagian dalam cangkang. Untuk mengembangkan metode yang diperlukan untuk menentukan usia perkembangan telur saat cangkang pecah, para peneliti menggunakan telur burung unta dari penelitian yang telah dilakukan untuk meningkatkan reproduksi burung unta.

Bentuk dan warna telur kasuari berubah saat hampir menetas dan embrio menyerap kalsium dari cangkangnya. Kristina Douglass dari Penn State University dan rekan penulis menggunakan fakta ini untuk mempelajari tahap perkembangan cangkang yang disimpan di dua lokasi 18.000 tahun yang lalu.

Mereka juga mencatat bahwa sementara beberapa cangkang menunjukkan tanda-tanda telah dimasak; “Ada cukup banyak sampel cangkang telur tahap akhir yang tidak menunjukkan pembakaran sehingga kami dapat mengatakan mereka menetas dan tidak memakannya,” kata Douglass.

Douglass menduga kasuari kerdil varietas Casuarius bennetti yang dibesarkan, bukan dua spesies yang lebih besar. Namun demikian, dia mencatat; “Ini bukan unggas kecil, ini adalah burung besar, kasar, dan tidak bisa terbang yang bisa mengeluarkan isi perut Anda.”

Bagaimanapun ini merupakan bukti tertua burung telah diternakkan dalam sejarah manusia. “Perilaku yang kita lihat ini terjadi ribuan tahun sebelum domestikasi ayam,” kata Douglass.

Sarang burung kasuari termasuk langka dan sulit untuk ditemukan. Apalagi akan dijaga ketat oleh pejantannya hingga menetas. Dibutuhkan keterampilan khusus untuk dapat memanen telurnya pada waktu yang tepat. Namun demikian, orang Papua New Guinea masih terus memelihara kasuari hingga saat ini.