BAGIKAN
Penampakan menakjubkan dari gunung es hijau di laut Weddell, Antartika 16 Februari 1985. Credit : AGU/JOURNAL OF GEOPHYSICAL RESEARCH : OCEAN KIPFSTUHL ET ALL 1992

Penampakan gunung es berwarna hijau di antartika telah menarik perhatian para penjelajah kutub dan ilmuwan selama puluhan tahun. Beberapa karya ilmiah telah dibuat mengenai fenonema ini, tetapi sebab munculnya gunung es ini masih menjadi misteri.

Baru baru ini, para ilmuwan telah mengajukan teori terbaru, mengapa gunung es kehijauan ini bisa muncul, dan bila terkonfirmasi kebenarannya, bisa jadi menjadi jawaban atas teka teki yang belum pernah terpecahkan selama puluhan tahun.

Penyelidikan untuk mengungkap misteri dari monolith hijau ini dimulai dalam ekspedisi ditahun 1988, ketika seorang ahli glasiologi Stephen Warren dari Universitas Washington mendaki salah satu dari gunung ini untuk melihat lebih dekat. “Hal yang paling menakjubkan bukanlah warnanya, tetapi kejernihannya, sama-sekali tidak ada gelembung udara di dalamnya.” Kata Warren.

“Gunung es biasanya terdiri dari salju yang terkompres dan menjadi sangat padat membentuk es, udara di dalam salju akhirnya terperangkap membentuk gelembung udara di dalamnya. Jadi, es gletser membentuk banyak gelembung udara, sehingga gunung es terlihat berwarna terang dan agak keruh.”

Es berwarna emerald ini sama sekali tidak terdapat gelembung udara di dalamnya, karena memang bukan sembarang gletser. Warren mengambil sampel inti dari gletser dekat antartika timur yaitu dataran es Amery dan membandingkannya dengan sampel es hijau dari ekspedisi di Australia pada tahun 1980-an. Mereka mengamati bahwa warna es hijau jernih berasal dari es lautan bukan es gletser.




Kebanyakan dari gunung es yang ditemui oleh para pelaut berwarna putih, biru bahkan ada yang bergaris. Warna hijau sangat jarang ditemui. Awalnya,Warren mengira hal ini disebabkan air laut dibawahnya telah tercemar sehingga membentuk es berwarna hijau, cemaran mungkin berasal dari partikel mikroskopik atau tumbuhan dan binatang laut yang telah mati. Tetapi sampel dari es tersebut membuktikan bahwa teori tersebut salah, gunung es hijau dan biru mengandung material organik yang sama.

Sampai beberapa tahun yang lalu, Warren mendapat inspirasi dari riset oceanografer lainnya, Laura Herraiz-Borreguero dari universitas Tasmania. Dia menemukan bahwa pada inti daratan es Amery terdapat kandungan zat besi 500 kali lebih besar dari es gletser diatasnya.

Warren bertanya-tanya, bagaimana zat besi oksida bisa merubah warna es yang biasanya biru menjadi hijau gelap? Dan darimana zat besi oksida berasal? Senyawa ini sangat jarang ditemukan dibanyak tempat di lautan. Warren percaya bahwa jawabannya ada pada “Tepung Gletser” – butiran yang terbentuk ketika es gletser menggerus bebatuan, mengikis partikel- partikel dari permukaan. Partikel yang kaya zat besi ini kemudian mengalir menuju lautan dan akhirnya terjebak di bawah daratan es, dan akhirnya menyatu dengan es lautan dan membentuk es berwarna hijau.



Penemuan ini mempunyai peranan penting untuk kelanjutan kehidupan di lautan. Zat besi adalah nutrisi utama bagi tanaman mikroskopik yang menjadi sumber makanan organisme lainnya. Jika gunung es hijau ini bergerak dari darat antartika hingga lautan utara, keberadaannya bisa jadi menjadi krusial bagi kehidupan dalam laut.

Zat besi adalah nutrisi yang sangat langka bagi fitoplankton di lautan utara. Dan para ahli biologi oceanografer sangat giat mempelajari sumber sumber zat besi di lautan.” Jelas Warren, yang hasil risetnya telah di publikasikan di Journal of Geophysical Research : Oceans.

Fitoplankton berada diurutan paling dasar dalam rantai makanan di lautan utara. Proses fotosintesis dari fitoplankton ini juga membantu mengurangi kadar CO2 di atmosfer, sehingga keberadaannya sangat penting untuk siklus karbon di bumi. Dengan terjadinya pemanasan global, ketika air laut menjadi hangat dan mengalir di bawah daratan es, kemungkinan terbentuknya es di lautan semakin kecil dan akibatnya semakin sedikit pula zat besi yang bisa diserap oleh fitoplankton.

Untuk mengkonfirmasi hipotesa ini, tim merekomendasikan analisis lebih lanjut dari sampel inti dari gunung es untuk mengukur karbon organik yang terlarut dan partikulat karbon organik dibandingkan dengan kedalaman lautan, dan juga mineralogi dari kandungan zat besi.

Kedepannya, Warren, Herraiz-Borreguero dan penasihatnya Delphine Lannuzel berharap bisa bekerja sama untuk mempelajari lebih jauh kandungan zat besi dalam gunung es serta mengukur spektrum reflektan-nya.