BAGIKAN
(E. Chappel/R. Hueso/M. Delcroix/DeTeCt)

Bulan lalu, tersiar sebuah kabar yang menarik perhatian para pecinta sains tentang teramatinya sebuah percikan cahaya di permukaan planet Jupiter, cahayanya terlihat sangat terang sehingga bisa teramati langsung melalui teleskop. Menurut hasil analisa terbaru, diketahui bahwa penyebab dari ledakan tersebut adalah sebuah asteroid kecil, dengan kepadatan yang konsisten dengan meteor dengan komposisi yang seimbang antara batu dan besi.

Meteor tersebut meledak di lapisan atas atmosfer Jupiter, sekitar 80 kilometer di atas permukaan awan, melepaskan energi yang setara dengan 240 kiloton TNT- hanya lebih dari setengah energi dari sebuah ledakan meteor berkekuatan 440 kiloton yang jatuh di Chelyabinsk pada tahun 2013.

Hasil dari dari pengamatan ini telah dipresentasikan pada EPSD-DPS Joint Meeting 2019 di Geneva. Tabrakan tersebut tertangkap gambarnya secara keseluruhan secara tidak sengaja oleh seorang astrofotografer Ethan Chappel pada tanggal 7 Agustus 2019.

Saya sedang memandang ke angkasa untuk mengamati meteor Perseid ketika peristiwa ini terjadi, jadi saya tidak menyaksikan langsung percikan cahaya tersebut ketika merekamnya,” kata Chappel seperti yang dilansir dalam Science Alert.

“Saya baru menyadari setelahnya, berkat sebuah perangkat lunak bernama De Tect by Marc Delcroix, yang didesain khusus untuk menemukan percikan cahaya di permukaan planet.

Ledakan meteor di lapisan atmosfer- disebut bolides- bukanlah sebuah peristiwa yang langka terjadi di planet Jupiter, karena planet tersebut sangatlah masif dan sangat dekat dengan lingkaran asteroid (walaupun perannya sebagai penghisap debu kosmis yang melindungi bumi mungkin saja dianggap berlebihan).

Planet Jupiter berjarak sangat jauh dari bumi, dan percikan cahaya terlihat lemah dan juga singkat. Dan jika anda mengamatinya tidak dengan instrumen yang tepat dan waktu yang tepat, maka dalam sekejap mata anda peristiwa itu akan terlewatkan. Sebelumnya, hanya beberapa kejadian tabrakan meteor yang bisa tertangkap oleh kamera.

Saat itulah perangkat lunak open source De Tect software hadir. Dikembangkan oleh astronom amatir Marc Delcroix dan fisikawan Ricardo Hueso, perangkat lunak ini didesain khusus untuk mendeteksi adanya percikan cahaya akibat tabrakan meteor di planet Jupiter dan Saturnus.

“Saya sangat senang sekali ketika Ethan menghubungi saya,” kata Delcroix.

“Untuk pertama kalinya, percikan cahaya dari peristiwa tabrakan meteor bisa diamati dengan menggunakan perangkat lunak De Tect. Kejadian ini sangatlah jarang terdeteksi karena percikan cahaya yang dihasilkan sangatlah lemah, singkat dan sangat mudah terlewatkan ketika mengamati planet-planet dalam jangka waktu yang lama.

“Dan ketika sebuah percikan cahaya berhasil terekam dalam video, kemudian akan dianalisa untuk mengukur kuantitas energi yang dibutuhkan sehingga bisa terlihat dalam jarak 700 juta kilometer.”

Analisa hasil rekaman tersebut dilakukan oleh astronom Ramanakumar Sankar dan Csaba Palotai dari Florida Institute of Technology.

Berdasarkan pengukuran intensitas cahaya bolide, mereka menetapkan bahwa obyek tersebut berdiameter 12-16 meter dan memiliki massa sekitar 450 ton. Dari kurva cahaya (gambar atas) dari ledakan tersebut dapat diperkirakan komposisi dari meteor tersebut terdiri dari campuran besi dan stony, dan kandungan besi dan silikat yang setara, diperkirakan obyek tersebut adalah asteroid, bukan komet.

Hasil Analisa ini juga konsisten dengan penemuan Hueso, berdasarkan perbandingan dengan percikan cahaya yang berhasil dideteksi dari peristiwa tabrakan di planet Jupiter sebelumnya.

“Ada sepuluh kali percikan cahaya dari peristiwa tabrakan benda angkasa berhasil teramati sejak 2010, para ilmuwan semakin percaya diri pada perhitungan rasio tabrakan dari obyek-obyek ini di planet Jupiter,” kata Hueso.

“Sebelumnya, kebanyakan dari obyek ini menabrak Jupiter tanpa bisa teramati oleh para astronom di bumi. Dan sekarang, diperkirakan ada 20-60 obyek yang mirip bertabrakan dengan planet Jupiter setiap tahun. Karena ukuran planet Jupiter yang sangat besar dan rasio medan gravitasi dari peristiwa tabrakan ini diperkirakan sepuluh kali lipat lebih besar dari rasio benturan dari obyek yang sama di planet bumi.”

Dan berkenaan dengan pengamatan peristiwa tabrakan meteor di planet Saturnus, banyak hal yang harus dilakukan. Kedua ilmuwan ini mencatat bahwa pada data base De Tect, telah berhasil didapat hasil pengamatan planet Jupiter selama 103 hari, dan hanya terdapat 13 hari pada planet Saturnus, yang artinya masih terlalu dini untuk mengambil kesimpulan tentang rasio benturan pada planet bercincin ini.

Jika anda ingin ikut serta dalam pengamatan tabrakan meteor di kedua planet ini, Chappel telah menyusun daftar dari peralatan yang digunakannya di akun Twitter miliknya bulan lalu yang mungkin bisa menginspirasi anda untuk ikut serta didalamnya.