BAGIKAN
Credit: Mohamed Abdullah, UC Riverside.

Para peneliti telah menentukan bahwa jumlah total dari materi di alam semesta terdiri dari 31,5 % gabungan antara materi normal dan materi gelap. Sementara sisanya, 68,5% adalah energi gelap. Sebuah tim peneliti yang dipimpin oleh para ilmuwan dari University of California, Riverside (UCR), telah melaporkan hasil penelitiannya di Astrophysical Journal.

“Untuk menempatkan jumlah materi itu dalam konteksnya, jika semua materi di alam semesta tersebar merata di seluruh ruang angkasa, itu akan sesuai dengan rata-rata kepadatan massa yang setara hanya dengan sekitar enam atom hidrogen per meter kubik,” kata penulis utama Mohamed Abdullah, seorang mahasiswa pascasarjana di Departemen Fisika dan Astronomi UCR.

“Namun, karena kita tahu bahwa 80% materi sebenarnya adalah materi gelap, pada kenyataannya, sebagian besar materi ini bukan terdiri dari atom hidrogen, melainkan sejenis materi yang belum dipahami oleh para ahli kosmologi.”



Abdullah menjelaskan bahwa salah satu teknik yang terbukti baik untuk menentukan jumlah total materi di alam semesta adalah dengan membandingkan jumlah dan massa gugus galaksi per satuan volume yang diamati dengan prediksi dari berbagai simulasi numerik.

Karena gugus galaksi saat kini telah terbentuk dari materi yang telah runtuh selama miliaran tahun di bawah pengaruh gravitasinya sendiri, jumlah gugus galaksi yang diamati pada saat ini sangat sensitif terhadap kondisi kosmologis dan, khususnya, jumlah total materi..

Seperti Goldilocks, tim tersebut membandingkan jumlah gugus galaksi yang mereka ukur dengan prediksi dari berbagai simulasi numerik untuk menentukan jawaban mana yang “tepat”. Credit: Mohamed Abdullah, UC Riverside.

“Persentase materi yang lebih besar akan menghasilkan lebih banyak gugus galaksi,” kata Abdullah. “Tantangan ‘Goldilocks’ bagi tim kami adalah mengukur jumlah gugus galaksi dan kemudian menentukan jawaban mana yang ‘tepat’. Tapi sulit untuk mengukur massa gugus galaksi secara akurat karena sebagian besar adalah materi gelap, sehingga kita tidak dapat melihatnya dengan berbagai teleskop.”

Untuk mengatasi kesulitan ini, tim astronom yang dipimpin UCR pertama-tama mengembangkan “GalWeight”, sebuah alat kosmologis untuk mengukur massa gugus galaksi menggunakan orbit galaksi anggotanya.

Para peneliti kemudian menerapkan alat mereka pada pengamatan dari Sloan Digital Sky Survey (SDSS) untuk membuat “GalWCat19”, sebuah katalog gugus galaksi yang disediakan untuk umum. Akhirnya, mereka membandingkan jumlah gugus galaksi dalam katalog baru mereka, dengan berbagai simulasi untuk menentukan jumlah total materi di alam semesta.

“Kami telah berhasil membuat salah satu pengukuran paling tepat yang pernah dibuat dengan menggunakan teknik gugus galaksi,” kata rekan penulis Gillian Wilson, seorang profesor fisika dan astronomi di UCR.



“Selain itu, ini adalah penggunaan pertama dari teknik orbit galaksi yang telah memperoleh nilai yang sesuai dengan yang diperoleh oleh tim yang menggunakan teknik non-cluster seperti anisotropi latar belakang gelombang mikro kosmik (cosmic microwave background radiation / CMB), osilasi akustik baryon, supernova Tipe Ia, atau pelensaan gravitasi.

“Keuntungan besar menggunakan teknik orbit galaksi GalWeight kami adalah tim kami dapat menentukan massa untuk setiap gugus galaksi secara individual daripada mengandalkan metode statistik yang tidak langsung,” kata rekan penulis ketiga Anatoly Klypin, pakar simulasi numerik dan kosmologi. .

Dengan menggabungkan antara pengukuran tim peneliti, dan pengukuran dari tim lainnya yang menggunakan teknik yang berbeda, tim peneliti UCR dapat menentukan nilai gabungan terbaik. Mereka menyimpulkan bahwa materi di alam semesta tersusun dari 31,5 persen materi dan 68,5 persen energi gelap.