Salah satu gunung berapi di Bumi yang mampu menghasilkan letusan super, ada di Indonesia. Gunung berapi yang bersembunyi di bawah perairan Danau Toba di Sumatera, termasuk ke dalam deretan gunung berapi yang letusannya dapat berdampak sangat buruk pada iklim global.
Dua letusan yang sangat dahsyat dari gunung Toba, diperkirakan telah terjadi dalam satu juta tahun terakhir. Letusan pertama terjadi sekitar 840.000 tahun yang lalu, sementara letusan kedua terjadi 75.000 tahun yang lalu. Para peneliti berupaya untuk memperkirakan kapan letusan berikutnya mungkin akan terjadi.
Hasilnya diterbitkan di jurnal Proceedings of the National Academy of Sciences (PNAS).
Tim ahli geologi internasional yang dipimpin dari Universitas Jenewa (UNIGE) dari Swiss, dan Universitas Peking dari Cina, mengembangkan analisis kadar uranium dan timbal dalam mineral zirkon. Biasanya, mineral ini ditemukan dalam letusan gunung berapi eksplosif.
Uranium meluruh menjadi timbal di dalam zirkon, sehingga para peneliti dapat menggunakan pemindaian spektrometri massa, untuk menentukan usia mineral. Dengan demikian, mereka dapat menentukan berapa lama waktu yang dibutuhkan oleh sebuah gunung berapi untuk mempersiapkan letusan dahsyatnya.
Ada anggapan bahwa sebelum terjadi letusan gunung berapi, akan didahului oleh berbagai tanda-tanda geologis yang tidak biasa. Menurut para peneliti, gejala itu sulit diketahui. Secara diam-diam, magma akan memenuhi reservoir magma sampai akhirnya terjadi ledakan dahsyat. Tidak ada peringatan untuk letusan super berikutnya.
“Gunung berapi Toba membentuk sebuah kaldera, yang berarti bahwa letusan sebelumnya telah menciptakan depresi besar yang saat ini ditempati oleh air meteorik”, kata Luca Caricchi, seorang profesor di Departemen Ilmu Bumi di Fakultas Sains UNIGE dan rekan penulis studi.
Di tengah danau adalah pulau Samosir yang terangkat dari bawah air karena dorongan magma yang masuk ke dalam reservoir subvulkanik.
“Kita dapat melihat bahwa pulau ini secara bertahap bertambah tinggi, menunjukkan bahwa gunung berapi aktif dan magma terakumulasi di bawahnya”, kata Ping-Ping Liu, seorang profesor di Fakultas Ilmu Bumi dan Antariksa Universitas Peking dan penulis utama artikel tersebut.
Para ilmuwan menentukan usia sejumlah besar zirkon yang diekstraksi dari produk letusan yang berbeda: zirkon termuda memberikan informasi tentang tanggal letusan dan zirkon yang lebih tua mengungkapkan sejarah akumulasi magma sebelum letusan super.
Letusan super pertama terjadi sekitar 840.000 tahun yang lalu, setelah 1,4 juta tahun asupan magma. Sedangkan letusan super kedua yang terjadi 75.000 tahun yang lalu, setelah asupan magma yang terakumulasi hanya dalam 600.000 tahun.
Mengapa waktu akumulasi magma berkurang setengahnya meskipun dua letusan super berukuran sama? “Hal ini terkait dengan peningkatan progresif suhu kerak benua di mana reservoir magma Toba berkumpul”, jelas Ping-Ping Liu.
Masukan magma secara bertahap memanaskan kerak benua di sekitarnya, yang membuat magma mendingin lebih lambat. “Ini adalah ‘lingkaran setan’ letusan: semakin magma memanaskan kerak, semakin lambat magma mendingin dan semakin cepat laju akumulasi magma”, katanya. Hasilnya adalah letusan super bisa menjadi lebih sering dari waktu ke waktu.
Menggunakan teknik yang sama, para peneliti juga dapat memperkirakan laju asupan magma dalam reservoir magma. “Saat ini, kami memperkirakan sekitar 320 km3 magma bisa siap meletus di dalam reservoir gunung berapi Toba”, kata Luca Caricchi.
“Ledakan super berikutnya dengan ukuran dua yang terakhir akan terjadi dalam waktu sekitar 600.000 tahun”, lanjutnya. Ini tidak menutup kemungkinan bahwa letusan yang lebih kecil dapat terjadi sebelum itu.
“Studi kami juga menunjukkan bahwa tidak ada peristiwa ekstrem yang terjadi sebelum letusan super. Ini menunjukkan bahwa tanda-tanda letusan super yang akan datang seperti peningkatan yang signifikan dalam gempa bumi atau pengangkatan tanah yang cepat, mungkin tidak sejelas yang digambarkan dalam film bencana oleh industri film.
“Di gunung berapi Toba, semuanya terjadi diam-diam di bawah tanah, dan analisis zirkon sekarang memberi kita gambaran tentang apa yang akan terjadi”, Luca Caricchi menyimpulkan.