BAGIKAN
Fosil dari kelompok kunci yang digunakan untuk mengungkap kepunahan Eosen-Oligosen di Afrika dengan primata di sebelah kiri, hyaenodont karnivora, kanan atas, hewan pengerat, kanan bawah. Fosil-fosil ini berasal dari Depresi Fayum di Mesir. (Matt Borth)

Sekitar 30 juta tahun yang lalu, terjadi perubahan iklim secara dramatis. Saat pergantian periode geologis dari Eosen menuju Oligosen. Diperkirakan, sekitar 63 persen spesies mamalia dari Afrika hingga Semenanjung Arab, mengalami kepunahan. Bagaimanapun, periode kepunahan massal ini baru diketahui saat ini.

Saat itu Bumi menjadi lebih dingin, lapisan es meluas, permukaan laut menurun, hutan mulai berubah menjadi padang rumput, dan karbon dioksida menjadi langka. Hampir dua pertiga spesies yang dikenal di Eropa dan Asia pada waktu itu punah. Tetapi, Afrika masih terjaga keanekaragaman hayatinya, karena terlindungi oleh kehangatan daerah tropis. Setidaknya, seperti itulah seharusnya.

Namun, setelah para peneliti mengamati berbagai fosil yang telah dikumpulkan selama puluhan tahun, menunjukkan bahwa meskipun lingkungannya relatif nyaman, mamalia Afrika sama terpengaruhnya sebagaimana mamalia dari Eropa dan Asia.

Dari ratusan fosil yang berasal dari berbagai situs di Afrika, para peneliti mampu membangun pohon evolusi dari lima kelompok mamalia tertentu. Hasil pengamatan menunjukkan dengan tepat kapan garis keturunan baru bercabang dan menandai kemunculan pertama dan terakhir setiap spesies yang diketahui.

Kelima kelompok mamalia tersebut adalah hyaenodont, anomali (tupai ekor bersisik), hystricognath (kelompok yang termasuk landak dan tikus mol telanjang), strepsirrhine (lemur dan kukang), dan antropoid (kera dan monyet). Kelompok hewan ini mengalami kepunahan besar di sekitar batas Eosen-Oligosen.

“Sangat jelas bahwa ada peristiwa kepunahan besar, dan kemudian masa pemulihan,” kata ahli biologi Steven Heritage dari Duke University.

Setelah beberapa juta tahun, kelompok-kelompok ini mulai muncul lagi dalam catatan fosil, tetapi dengan tampilan baru. Spesies fosil yang muncul kembali kemudian pada Oligosen, setelah peristiwa kepunahan besar, tidak sama dengan yang ditemukan sebelumnya.

“Sangat jelas bahwa ada peristiwa kepunahan besar, dan kemudian periode pemulihan,” kata Steven Heritage.

Buktinya ada di gigi hewan ini. Gigi geraham dapat memberi tahu banyak tentang apa yang dimakan mamalia, yang pada gilirannya memberi tahu banyak tentang lingkungan mereka. Hewan pengerat dan primata yang muncul kembali setelah beberapa juta tahun memiliki gigi yang berbeda. Ini adalah spesies baru, makanan dan habitatnya juga berbeda dengan sebelumnya.

“Kami melihat kehilangan besar dalam keragaman gigi, dan kemudian masa pemulihan dengan bentuk gigi baru dan adaptasi baru,” kata Dorien de Vries, peneliti postdoctoral di University of Salford dan penulis utama. “Ini benar-benar tombol reset,” katanya.

Penurunan keanekaragaman yang diikuti oleh pemulihan menegaskan bahwa batas Eosen-Oligosen bertindak sebagai hambatan evolusi: sebagian besar garis keturunan punah, tetapi sebagian lainnya bertahan. Selama beberapa juta tahun berikutnya, garis-garis keturunan yang masih hidup ini terdiversifikasi.

Iklim yang berubah dengan cepat bukanlah satu-satunya tantangan yang dihadapi beberapa jenis mamalia yang masih hidup ini. Ketika suhu turun, Afrika Timur dihantam oleh serangkaian peristiwa geologis besar, seperti letusan gunung berapi dahsyat dan basal banjir – letusan besar yang menutupi hamparan luas dengan batuan cair. Pada saat itulah Jazirah Arab terpisah dari Afrika Timur, membuka Laut Merah dan Teluk Aden.

“Kita kehilangan banyak keanekaragaman pada batas Eosen-Oligosen,” kata Matt Borths, kurator DLCDFP Duke University dan rekan penulis. “Tetapi spesies yang bertahan tampaknya memiliki cukup kemampuan untuk bertahan melalui iklim yang berfluktuasi ini.”

Penelitian ini telah dipublikasikan di jurnal Communications Biology.