Meskipun tidak dalam jumlah yang besar, COVID-19 bisa menyebabkan gangguan fungsi otak. Di antaranya: stroke, sakit kepala, kejang dan pembengkakan otak. Hingga kini belum diketahui dengan pasti penyebabnya.
Hilangnya indera perasa dan penciuman secara tiba-tiba, adalah salah satu gejala awal dari COVID-19. Para peneliti dari Baylor College of Medicine dan University of Pittsburgh melaporkan adanya komplikasi neurologis. Sebagian pasien COVID-19 sebelumnya juga dilaporkan mengalami berbagai gejala neurologis. Seperti linglung, delirium, pusing dan kesulitan berkonsentrasi.
Selama beberapa bulan terakhir, para dokter terus berusaha keras untuk memahami penyakit ini, Terlihat jelas bahwa penyakit ini memengaruhi otak penderitanya. Namun hingga kiniĀ belum bisa dijelaskan bagaimana caranya hingga bisa terjadi.
Dua orang neurolog belum lama ini melakukan review terhadap berbagai laporan. Yaitu, berbagai penelitian tentang bagaimana COVID-19 mengganggu pola-pola dari fungsi normal otak. Di mana hal ini dapat terukur melalui EEG. Hasil penelitian mereka telah dipublikasikan dalam Seizure: European Journal of Epilepsy.
EEG atau electroencephalogram, adalah alat yang merekam aktivitas elektrik di beberapa bagian dari otak seseorang, proses perekaman dilakukan dengan meletakkan beberapa elektroda di kulit kepala.
Dalam melakukan review, para peneliti mengumpulkan data medis dari 84 penelitian pada hampir 620 pasien yang terkonfirmasi positif COVID-19, yang dipublikasikan dalam jurnal peer review dan dalam bentuk pre-print, yang semuanya memuat data hasil rekam EEG untuk dianalisa.
Dari hasil analisa EEG, terindikasi terbentuknya encephalopathy yang berkaitan dengan COVID pada pasien-pasien tersebut, yang juga menjadi tanda terjadinya gangguan pada fungsi otak.
Sekitar dua pertiga dari pasien-pasien yang terlibat dalam penelitian ini adalah pria, dengan usia median 61 tahun. Beberapa pasien dilaporkan mengalami kondisi demensia sebelum terkena COVID-19 yang kemungkinan dapat merubah hasil pembacaan EEG, dan kondisi ini menjadi bahan pertimbangan para peneliti ketika mengevaluasi hasil tes para pasien.
Di antara 420 orang pasien yang diminta untuk melakukan perekaman EEG oleh dokter, kebanyakan dikarenakan mengalami perubahan kondisi mental: dan hampir dua pertiga dari pasien-pasien tersebut mengalami delirium, koma atau linglung.
Sekitar 30 persen dari pasien yang diteliti pernah mengalami kejang, yang menyebabkan dokter memerintahkan pemeriksaan EEG, dan dilaporkan beberapa pasien mengalami kesulitan berbicara. Dan lainnya juga dilaporkan mengalami serangan jantung tiba-tiba, yang kemungkinan menyebabkan terhambatnya aliran darah menuju otak.
Dari dalam kasus COVID, gangguan pada otak ini kemungkinan disebabkan karena telah terjadi pembengkakan yang meluas di dalam tubuh karena tubuh meningkatkan respon imun, atau mungkin terjadi penurunan aliran darah ke otak karena jantung dan paru-paru pasien dalam kondisi lemah.
Sepertiga dari abnormalitas yang terdeteksi berasal dari frontal lobus. Wilayah di otak yang mengatur kemampuan berfikir seseorang. Seperti penalaran logis dan pengambilan keputusan. Bagian frontal lobus di otak juga membantu kita dalam mengatur emosi, kontrol perilaku dan juga terlibat dalam kemampuan belajar dan atensi.
Hasil EEG ini membantu para peneliti untuk menggabungkan hasil diagnosis COVID-19 dengan komplikasi lainnya. Dan hasil ini bisa membantu para dokter dalam memantau komplikasi dari COVID-19 dan mendeteksi adanya efek jangka panjang pada fungsi-fungsi otak pasien.
Dan sayangnya, hasil penelitian ini tidak memberikan indikasi apakah gangguan gelombang otak ini umum terjadi atau hanya kejadian langka pada sebuah populasi, karena hasil penelitian ini hanya berfokus pada pasien yang terkena COVID-19 yang mendapatkan tes EEG.
Dan hasil penelitian ini menambah begitu banyaknya bukti yang menunjukkan virus corona baru dapat memberikan dampak serius pada kesehatan neurologis kita.