BAGIKAN
[Andy Wong/AP]

Berbagai kasus keguguran yang terjadi pada wanita hamil tanpa mengalami gejala nyata, bisa disebabkan oleh paparan polutan dari polusi udara, menurut para peneliti yang dilaporkan oleh AFP.

Tingkat polusi udara yang sangat tinggi di Cina telah dikaitkan dengan kematian dini, penyakit pernapasan, penurunan kognitif, dan bahkan mengurangi kebahagiaan. Sekarang, studi ini menemukan bahwa paparan dari partikel partikulat udara yang konsentrasinya tinggi, sulfur dioksida, ozon, dan karbon monoksida, berdampak pada risiko keguguran yang lebih tinggi pada trimester pertama kehamilan.

Penelitian yang dilakukan oleh berbagai universitas dari Cina ini, telah diterbitkan di jurnal Nature Sustainability.

Meskipun jumlah peningkatan resikonya tidak linier, namun keparahannya akan semakin bertambah ketika polutannya semakin tinggi konsentrasinya, menurut studi tersebut.

Temuan ini diperoleh melalui sebuah penelitian terhadap kehamilan lebih dari 250.000 wanita di Beijing dari tahun 2009 hingga 2017, termasuk 17.497 yang mengalami keguguran yang tidak diketahui penyebabnya.

Para peneliti menggunakan pengukuran dari stasiun pemantauan udara di sekitar rumah dan tempat kerja wanita hamil untuk mengukur paparan subjek dari polusi.

Semenjak ditetapkannya sebagai negara paling parah tingkat polusinya, namun tingkat polusi udara di ibukota Cina telah menurun secara signifikan dalam beberapa tahun terakhir, bahkan ketika pembacaan polusi berbeda secara dramatis dari hari ke hari dan di seluruh bagian kota.

Tetapi tingkat PM2.5 Beijing saat ini — partikel kecil yang dapat menembus jauh hingga ke dalam paru-paru — masih empat kali lebih tinggi daripada yang direkomendasikan oleh Organisasi Kesehatan Dunia.

Pembacaan PM2.5 rata-rata setiap jam di kota itu adalah 42,6 mikrogram per meter kubik udara dalam delapan bulan pertama 2019, menurut perusahaan riset pemurnian udara perusahaan teknologi SwissAir AirVisual.

Menurut BreatheLife, udara di ibukota Cina adalah 7,2 kali di atas tingkat polusi yang aman, berdasarkan pedoman yang ditetapkan oleh Organisasi Kesehatan Dunia.

Temuan penelitian ini “konsisten dengan penelitian lain tentang polusi udara dan keguguran, dan juga dengan penelitian lain yang mendokumentasikan hubungan signifikan antara polusi udara dan kelahiran prematur”, Frederica Perera, seorang profesor kesehatan masyarakat di Universitas Columbia yang tidak terlibat dalam penelitian ini, kepada AFP.