BAGIKAN

Sebuah plester terbuat dari pasir dan jerami telah diaplikasikan pada dinding rumah ini, yang dibangun di sebuah desa di Iran oleh perusahaan lokal Bam Architects.

Arsitek Bam merancang tempat tinggal bagi seorang pensiunan yang ingin melarikan diri dari kesibukan di Isfahan – ibu kota provinsi Isfahan Iran. Dia memilih menetap di Parvaneh, sebuah desa yang berada di dekatnya yang dilaporkan hanya terdapat 202 penduduk berdasarkan sensus 2006.

Arsitek, yang berbasis di Isfahan, mengembangkan plester dari campuran pasir, semen, batu kapur, jerami dan bubuk batu lokal. Kuantitasnya telah diuji selama satu minggu di tempat sebelum diterapkan di setiap dinding rumah.

Setelah melihat banyak bangunan baru di pedesaan terpencil yang serupa yang meniru arsitektur neoklasik abad ke-18, studio ini memilih penyelesaian banguan kembali ke masa silam untuk menghadirkan gambaran tentang bangunan vernakular pedesaan.

Tekstur kasar dari plester meniru adobe – salah satu bahan bangunan paling awal, yang terbuat dari jerami dan kotoran. Akibatnya, ia memiliki kesamaan dengan struktur di sekitarnya, yang tampaknya akan tergerus berkurang, sebagaimana warna dari batu gurun disekeliling corak pasir.

“Kami menginginkan sesuatu yang lebih lokal bagi pemiliknya,” kata arsitek Babak Payvasteh kepada Dezeen. “Kami mengatakan kepadanya bahwa kami harus terus melakukan penelusuran sejarah di desa-desa, jika tidak, kami akan kehilangan warisan arsitektur kami di desa-desa.”

Rencana lantai bentuk U dari kediaman membungkus taman sentral, jadi dinamai Through Gardens House. Tata letak tersebut merujuk pada rumah-rumah halaman tradisional Iran, memberikan manfaat tambahan cahaya siang dan ventilasi alami di iklim padang pasir.

Untuk mewujudkan sebagian besar dari ini, dinding di sekeliling halaman dilengkapi dengan jendela besar, sementara bagian atasnya ditusuk dengan bukaan persegi panjang untuk menghasilkan udara segar.

“Meski menggunakan halaman adalah solusi mendasar bagi arsitektur Iran, baru-baru ini banyak orang mengabaikannya,” kata studio tersebut. “Kami mencoba menggunakan konten historis ke dalam bentuk kontemporer.”

Deretan bata membungkus halaman yang diselimuti batu kerikil untuk mengajak keluar dari dalam rumah, serta membentuk bangku bagi penduduk untuk duduk di kebun. Batu bata juga membentuk dinding bagi tanaman besar dimana pepohonan tumbuh.

Mayoritas kediaman terletak di lantai dasar yang menghadap ke halaman. Kamar tidur dan kamar mandi terletak di satu sisi, dengan aula yang terhubung ke dapur, ruang tamu dan ruang makan terbuka di sisi lain.

Pusat dari area dapur dan mejanya terbuat dari batu bata, seirama dengan tembok di luar. Dinding berlapis kaca di sisi lain dapur terbuka ke teras sempit dengan barbekyu di bagian belakang tempat tinggal.

Kamar lain di lantai pertama diapit kedua sisinya dengan teras.

Selain beberapa sentuhan batu bata, finishing monokrom digunakan untuk memberikan kontras dengan warna dan tekstur di luar rumah.

Penaburan corak pucat meliputi ubin yang menutupi lantai dan dinding bata yang dicat putih. Dinding lainnya ditutupi dengan plesteran putih yang menawarkan latar belakang kosong untuk karya seni penduduk.

Sentuhan hitam disediakan oleh atasan meja dapur dan sebuah lemari yang dibangun di bawah tangga.

Payvasteh mengatakan kepada Dezeen bahwa sebagian besar proyeknya juga terletak di desa-desa di luar kota.

Tahun lalu pernah hadir booming arsitektur Iran, karena arsitek lokal menjadi lebih berjiwa petualang setelah dicabutnya sanksi ekonomi yang melumpuhkan. Beberapa contoh terbaik termasuk sebuah kantor dengan fasad bata bergelombang dan rumah terdiri dari setumpuk kotak putih yang miring ke arah yang berbeda.