Para arkeolog telah menemukan bukti bagaimana manusia yang mendiami sebuah gua 170.000 tahun yang lalu, memanggang makanan dari sejenis tanaman bertepung. Karena tanaman ini sebagian tubuhnya berada di dalam tanah, penemuan ini juga menyiratkan tentang penggunaan tongkat kayu sebagai peralatan untuk menggali tanah. Berdasarkan jejak-jejak tanaman yang telah dimatangkan di dalam gua, hal ini juga menunjukkan tentang pembagian makanan sebagai praktik sosial dalam koloni manusia modern awal.
Temuan ini lebih tua dibandingkan dengan penemuan sisa-sisa makanan yang hangus dari perapian sebelumnya, yang berusia 130.000 tahun. Para peneliti dari Wits University telah menerbitkan makalahnya di jurnal Science.
Ditemukan di Border Cave, sebuah area yang menjadi pusat kegiatan penelitian arkeologis yang berlokasi di Lebombo Mountains Afrika Selatan. Selama penggalian yang dilakukan sejak 2015 para peneliti menemukan beberapa objek berbentuk silinder berukuran kecil yang nampak hangus. Para peneliti dapat mengenalinya sebagai tanaman rimpang. Semacam tumbuhan yang bagian tubuhnya terkubur di dalam tanah.
“Sungguh luar biasa bahwa sisa-sisa tanaman rapuh seperti itu telah bertahan begitu lama,” kata Christine Sievers, seorang ilmuwan dari University of the Witwatersrand.
Menurutnya, meskipun 55 buah rimpang tampak hangus, namun tampaknya semuanya berasal dari spesies yang sama. Rimpang yang masih utuh, teridentifikasi sebagai Hypoxis. Disebut juga sebagai bunga Bintang Kuning.
“Spesies yang paling mungkin tumbuh di Kwa Zulu-Natal hari ini adalah Hypoxis angustifolia berdaun ramping yang disukai sebagai makanan,” kata Sievers.
Identifikasi terhadap tanaman di Border Cave dibuat berdasarkan ukuran dan bentuk rimpang. Juga, pada struktur pembuluh yang diperiksa di bawah pemindaian mikroskop elektron. Rimpang Hypoxis modern dan kerabat kunonya memiliki struktur seluler yang sama. Fitur-fiturnya masih dapat dikenali. Bahkan dalam potongan yang telah hangus.
Rimpang Hypoxis bergizi dan kaya akan karbohidrat dengan nilai energi sekitar 500 KJ / 100 g. Meskipun dapat dimakan dalam keadaan mentah, rimpang berserat dan sulit dipatahkan. Rimpang kaya akan pati dan akan menjadi makanan pokok yang ideal.
“Memanggang rimpang yang kaya serat akan membuatnya lebih mudah dikupas dan dicerna sehingga lebih banyak yang bisa dikonsumsi dan manfaat nutrisi akan lebih besar,” kata Lyn Wadley, dari Wits Evolutionary Studies Institute di University of the Witwatersrand.
Selama periode empat tahun, Wadley dan Sievers membuat koleksi rimpang dan geofit – tumbuhan yang terkubur di dalam tanah seperti umbi-umbian – modern dari daerah Lebombo. “Kami membandingkan fitur botani dari geofit modern dan spesimen purba yang hangus, untuk mengidentifikasinya,” jelas Sievers.
“Penemuan ini juga menyiratkan penggunaan tongkat kayu penggali untuk mendapatkan rimpang dari dalam tanah. Salah satu alat ini ditemukan di Border Cave dan secara langsung berasal dari sekitar 40.000 tahun yang lalu,” kata rekan penulis makalah, Francesco d’Errico.
“Para penghuni Border Cave akan menggali rimpang Hypoxis dari lereng bukit dekat gua. Lalu membawanya kembali ke dalam gua untuk memasaknya di abu perapian,” kata Wadley.
“Fakta bahwa mereka dibawa kembali ke dalam gua daripada dimasak di lapangan menunjukkan bahwa makanan dibagikan di pangkalan rumah. Ini menunjukkan bahwa rimpang dipanggang di dalam abu. Dalam prosesnya, beberapa ada yang hilang. Meskipun bukti karena memasak itu bersifat tidak langsung, namun itu tetap menarik.”