Sebuah metode baru tes darah dengan menggandeng teknologi kecerdasan buatan berhasil dikembangkan para ilmuwan dan terbukti mampu mendeteksi 50 jenis kanker yang berbeda, termasuk juga jenis-jenis kanker agresif, sebelum gejala-gejala kanker muncul.
Deteksi dini kanker dinilai sangat penting dalam mengurangi angka kematian akibat kanker, dan para ilmuwan selama ini terus melakukan riset untuk menemukan metode tes darah sederhana dengan hasil yang sangat akurat. Dan walaupun tes metode tes darah terbaru ini masih dalam tahap awal pengembangan, setelah melalui trial besar yang melibatkan 6.689 sampel darah, hasil yang didapat dinilai cukup menjanjikan.
Lebih dari 99 persen hasil deteksi positif dinyatakan akurat, berarti nantinya tidak akan ada lagi hasil diagnosa positif kanker yang membuat pasien tertekan, padahal hasilnya belum tentu akurat. Hasil tes ini berhasil mendeteksi secara akurat 44 persen kasus kanker dari 50 jenis kanker yang berbeda.
Sebuah penelitian terbaru yang dipublikasikan dalam jurnal Annals of Oncology. Dalam laporannya para peneliti menuliskan bahwa mereka melatih sebuah program komputer untuk menyaring informasi pada DNA yang berada di dalam darah kita untuk kemudian mengidentifikasi fragmen yang berasal dari tumor. Dan untuk tes ini, para peneliti berfokus untuk mengembangkan program yang mampu mendeteksi adanya informasi DNA setelah melalui proses metilasi.
Metilasi adalah sebuah proses penambahan gugus metil pada molekul DNA. Proses ini merupakan sebuah mekanisme epigenetik dengan memanfaatkan sel untuk mengontrol ekspresi gen, yaitu dalam mengaktifkan dan menonaktifkan sebuah gen. Program komputer ini mengidentifikasi terjadinya “error” pada proses metilasi DNA yang menyebabkan terjadinya peredaman gen (silencing gene) tertentu, contoh, terjadinya peredaman gen penekan tumor yang mengindikasikan kanker.
Para peneliti melatih algoritma learning machine (ML) atau kecerdasan buatan untuk menganalisa pola metilasi pada DNA dari ribuan sampel darah, sebelum mengenalkannya dengan 1.531 sampel dari dari para penderita kanker dan 1.521 sampel darah dari bukan penderita kanker. Program komputer ini akan mengelompokkannya berdasarkan pola metilasi yang sama, dan para peneliti kemudian melatih kecerdasan buatan ini untuk mengetahui bentuk pola metilasi seperti apa yang merefleksikan jenis kanker tertentu, sebelum dilakukan tes. Secara keseluruhan, hanya 0,7 persen dari sampel bukan penderita kanker yang salah teridentifikasi memiliki kanker.
Dan beberapa kali tes ini tidak mendeteksi kehadiran kanker pada beberapa pasien dengan kanker. Dari 12 jenis kanker ganas, kebenaran hasil identifikasi tes ini sekitar 67 persen. Dan dari 50 jenis kanker, hasil tes positif yang salah identifikasi sekitar 44 persen.
“Hasil penelitian kami sebelumnya menunjukkan bahwa tes darah berdasarkan proses metilasi yang telah dikembangkan sebelumnya menjadi petunjuk darimana asal jaringan fragmen DNA berasal.
“Tes ini tidak hanya mendemonstrasikan keberadaan kanker, tetapi juga memberikan informasi yang akurat tentang lokasi kanker di dalam tubuh, sehingga dokter bisa melakukan pengobatan yang tepat.” kata ahli imunologi Michael Seiden.
Sistem yang dikembangkan ini mampu menemukan lokasi kanker pada lebih dari 90 persen kasus yang terdeteksi adanya kanker. Dan informasi ini sangat penting dalam menentukan strategi penyembuhan pasien.
“Berdasarkan keberhasilan validasi klinis pada ribuan pasien, tes ini telah bisa digunakan secara terbatas,” kata Oxnard.
Masih ditemukan beberapa kelemahan dari tes ini, antara lain rendahnya rasio keberhasilan deteksi pada kanker stadium awal. Dan tes ini menemui kesulitan dalam menentukan lokasi kanker yang disebabkan oleh papillomavirus.
“Walaupun masih dalam tahap awal pengembangan, tetapi hasil awal dari penelitian ini cukup menjanjikan. Dan jika nanti tes ini berhasil dikembangkan lagi hingga bisa lebih efisien dalam mendeteksi kanker pada stadium awal, tentunya akan digunakan untuk mendeteksi kanker stadium awal.” kata Dr. David Crosby, kepala peneliti deteksi awal kanker pada lembaga riset kanker di Inggris.
Sumber : ScienceAlert, IflScience