BAGIKAN
Image by 12019 on Pixabay

Penelitian terbesar tentang hubungan antar vaksin dan autisme sejauh ini menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara keduanya, bahkan pada anak yang memiliki resiko tinggi terdiagnosa autisme. Dan faktanya, peneliti menemukan bahwa anak yang tidak divaksinasi lebih banyak yang terdiagnosa autisme dibandingkan anak yang telah divaksinasi.

Bukan sekali ini saja mitos tentang vaksinasi dapat menyebabkan autisme terbantahkan, bahkan telah berkali kali.

Pada tahun 1998 Andrew Wakefield mempublikasikan penelitian terhadap 12 orang anak yang menyimpulkan bahwa vaksin Mumps, Measles and Rubella (MMR) menjadi penyebab autisme pada anak. Hasil penelitian ini kemudian terbukti menggunakan data palsu, yang kemudian menyebabkan lisensinya dicabut.

Penelitian lainnya ditahun 2017, menghubungkan adanya aluminium dalam vaksin dengan autisme. Hasil penelitian ini kemudian dibatalkan setelah para ilmuwan  yang menemukan adanya gambar yang dimanipulasi dalam laporannya, dan kemudian salah satu dari peneliti mengklaim bahwa gambar dari hasil penelitian tersebut telah dengan sengaja dirubah sebelum dipublikasikan.

Namun, mitos tersebut masih tetap bertahan dan dengan mudahnya menyebar di internet bagai api. Hal ini dapat dilihat dari data kasus penyakit campak (WHO) bertambah hingga dua kali lipat tahun lalu, dan banyaknya anak remaja yang diam diam melakukan vaksin tanpa sepengetahuan orang tua mereka.

Hasil penelitian terbaru yang menyimpulkan bahwa tidak ada hubungan antara vaksin dan autisme telah melakukan penelitian terhadap 657,461 anak yang lahir di Denmark antara tahun 1999 sampai 2010 termasuk 6517 anak yang terdiagnosa Autism Spectrum Disorder (ASD).

Penelitian ini, yang diterbitkan dalam Annals of Internal Medicine menemukan bahwa anak yang mempunyai saudara kandung penyandang autisme mempunyai kemungkinan tujuh kali lebih besar akan terdiagnosa ASD dibanding anak yang tidak mempunyai riwayat keluarga penyandang autisme. Dan anak lelaki mempunyai kemungkinan empat kali lebih besar terdiagnosa ASD dibanding anak perempuan.

Namun, dalam kelompok  yang beresiko tinggi terdiagnosa ASD inipun, tetap saja tidak ditemukan hubungan antara mendapatkan vaksinasi dengan terdiagnosa autisme.

Fakta lainnya dari team peneliti di Belanda, menemukan bahwa 5 persen anak yang tidak tervaksinasi mempunyai kemungkinan 17 kali lebih besar untuk terdiagnosa ASD dibanding dengan anak yang telah tervaksinasi.

“Penelitian ini sangat mendukung fakta bahwa vaksin MMR tidak meningkatkan resiko autisme dan tidak pula menjadi penyebab autisme pada anak yang rentan sekalipun dan tidak berhubungan dengan pengelompokan kasus autisme setelah vaksinasi.” Seorang penulis dari Statens Serum Institut di Copenhagen menyimpulkan dalam laporannya.

Penelitian ini menambahkan begitu banyak bukti tentang tidak ada hubungan antara vaksin dengan autisme.

“Para orangtua sudah seharusnya tidak lagi kuatir akan resiko vaksin dan tidak lagi melewatkan vaksinasi untuk anak mereka.” tambah peneliti Dr. Anders Hvilid kepada reuters. Bahaya dari tidak memvaksinasi anak adalah merebaknya kembali penyakit campak yang tanda tandanya bisa dilihat sekarang ini dengan adanya wabah campak di beberapa negara.