BAGIKAN

Ketika seseorang yang pernah terkena dan kemudian mengalahkan infeksi virus corona, tubuhnya memerlukan waktu untuk beristirahat, untuk mengembalikan kondisi kesehatan dan kekuatan. Sayangnya, pada beberapa anak, bukan itu yang terjadi pada mereka.

Penyakit baru misterius yang disebut dengan multisystem inflammatory syndrome in children (MIS-C) yang juga dikenal dengan paediatric multisystem inflammatory syndrome (PIMS) telah diderita ratusan anak-anak di seluruh dunia sejak pertama kali ditemukan pada awal tahun ini.

Kondisi ini, yang diduga berhubungan dengan COVID-19, muncul pada anak-anak setelah mereka menunjukkan gejala ringan dari infeksi virus corona. Tetapi terjadinya kasus ringan virus corona, tidak  menjamin bahwa timbulnya kasus lanjutan dari MIS-C tidak akan menjadi serius dan bahkan terkadang menjadi fatal.



“Anak-anak tidak harus menunjukkan gejala-gejala infeksi pernafasan atas akibat COVID-19 untuk kemudian berkembang menjadi MIS-C, dan ini cukup menakutkan,” kata neonatologist Alvaro Moreira dari university of Texas Health Science centre di San antonio.

“Anak-anak mungkin tidak menunjukkan gejala apapun, dan tidak ada yang mengetahui bahwa mereka terserang penyakit tersebut, dan beberapa minggu kemudian, kondisi mereka akan berkembang menjadi peradangan parah di dalam tubuh mereka.”

Dalam sebuah ulasan terbaru yang menyeluruh dari penelitian medis tentang MIS-C sepanjang tahun ini, Moreira dan tim-nya berhasil mengungkap 40 hasil penelitian observasi yang melibatkan 662 pasien anak-anak yang kesemuanya menderita MIS-C. Hasil penelitian Moreira dan tim telah dipublikasikan dalam EClinical Medicine.

Penyakit MIS-C ditandai dengan peradangan parah pada banyak bagian dari tubuh, termasuk pada jantung, paru-paru, ginjal, otak, mata dan banyak lagi. Gejala-gejala tersebut mirip dengan gejala penyakit lainnya, seperti penyakit Kawasali dan Toxic Shock Syndrome (TSS). Tetapi jumlah dan penyebaran yang disebabkan oleh MIS-C ini lebih buruk lagi, kata Moreira.

Penyakit ini dapat mematikan, karena mempengaruhi banyak sistem organ,” kata Moreira. “Penyakit ini menyerang jantung atau paru-paru, sistem gastrointestinal atau sistem neurologis, penyakit ini memiliki banyak bentuk dan menjadi tantangan bagi para dokter untuk dapat memahaminya.”

Kini, pandemi telah berjalan selama beberapa bulan, dan para ilmuwan semakin memahami seperti apa penyakit MIS-C ini, walaupun masih banyak yang belum mereka pahami tentang sindrom tersebut – antara lain tentang prospek pemulihan jangka panjang bagi orang yang berusia muda yang mengalami kondisi parah.



Dari keseluruhan 662 kasus MIS-C di seluruh dunia, 71 persen diantara anak-anak dalam kasus tersebut dirawat di ICU, dan rata-rata mereka dirawat di rumah sakit selama delapan hari.

Dalam setiap kasus, pasien-pasien yang menderita sindrom ini mengalami demam, dan mayoritas dari mereka mengeluhkan sakit perut atau diare (sebanyak 73,7 persen dari kasus) dan muntah (68,3 persen). Konjungtivitis (radang selaput mata) dan ruam pada kulit juga umum terlihat pada para pasien.

Dan sayangnya, ada 11 anak yang meninggal dalam kasus yang mereka teliti. Walaupun angka kematian pada anak-anak dengan MIS-C relatif rendah (sekitar 1,7 persen dari semua pasien anak dalam penelitian ini), para peneliti menyoroti bahwa angka tersebut lebih tinggi dari angka kematian pada anak akibat COVID-19, yaitu 0,09 persen.

Pada kasus-kasus dimana anak-anak sembuh dari MIS-C, para peneliti mengkhawatirkan dampak dari sindrom ini terhadap jantung. Dalam penelitian, sekitar 90 persen dari anak-anak tersebut menjalani tes echocardiogram (EKG), dan lebih dari setengahnya menunjukkan adanya kelainan pada jantung mereka.

Kelainan pada jantung tersebut meliputi pelebaran pembuluh darah koroner dan kegagalan jantung memompa darah yang kaya oksigen menuju jaringan tubuh. Dan pada 10 persen dari para pasien tersebut, mengalami aneurisma (pembesaran pembuluh darah) pada pembuluh darah koroner, yang membuat mereka beresiko tinggi terkena serangan jantung.

“Pasien anak-anak tersebut harus menjalani observasi dan diikuti dengan pemeriksaan ultrasound untuk melihat apakah kondisi tersebut akan sembuh dengan sendirinya ataukah mereka akan menjalani hidup dengan kondisi tersebut selamanya.” Kata Moreira.

“Para peneliti mencatat ada banyak kekurangan pada penelitian yang mereka lakukan, dan mereka menekankan bahwa mungkin ada beberapa hal dalam penelitian MIS-C yang mereka lewatkan.

Meskipun demikian, walaupun masih banyak yang mereka tidak ketahui tentang MIS-C, tetapi para peneliti dapat melihat ada satu hal yang harus kita anggap serius: sebuah penyakit yang berhubungan dengan COVID-19 yang diderita oleh banyak anak-anak, ternyata lebih buruk dari penyakit COVID-19 itu sendiri.

“Anak-anak biasanya menunjukkan gejala-gejala MIS-C tiga atau empat minggu setelah terjadinya infeksi COVID-19. Dan pada banyak kasus, berkembang dengan cepat menjadi kegagalan kardiorespirasi pada pasien,” demikian para peneliti menuliskan dalam laporan mereka.