Plastik adalah salah satu bahan polimer sintetis yang berhasil dikembangkan oleh manusia di abad ke-20. Tapi plastik juga menjadi sumber masalah saat sudah tidak digunakan lagi. Berbagai upaya telah dilakukan untuk mengatasinya. Namun, mungkin saja salah satu rahasianya tersembunyi di dalam perut hewan ruminansia seperti sapi. Para peneliti menemukan bahwa mikroba dari perut sapi tidak hanya dapat menguraikan bahan plastik botol kemasan, tetapi juga plastik lainnya.
Di dalam perut hewan-hewan pemamah biak pemakan tumbuhan seperti rumput, terdapat berbagai organisme yang membantu dalam proses pencernaannya. Sebut saja berbagai bakteri metanogen yang memperlancar metabolisme hewan untuk menyeimbangkan asupan makanannya yang relatif sulit dicerna seperti rerumputan. Sebagai produk samping dari proses ini, dihasilkan gas runah kaca metana yang terbanyak disumbangkan oleh sapi.
Di dalam tumbuhan terdapat salah satu zat polimer alami yang disebut kutin, merupakan komponen utama dari dinding sel tumbuhan. Keberhasilan hewan ruminansia dalam mencerna bahan ini, disebabkan oleh enzim kutinase dari mikroba yang berada di dalam perutnya, yang teridentifikasi mampu menghidrolisis poliester kutin.
“Ketika jamur atau bakteri ingin menembus berbagai macam buah-buahan, mereka memproduksi suatu enzim yang mampu memecah kutin ini,” atau memecah ikatan kimia di dalam zat tersebut, kata Ribitsch kepada Live Science.
Jika mikroorganisme ini berhasil memecah poliester alami, mungkin akan berhasil juga dalam menguraikan serta mendegradasi plastik sebagai poliester buatan manusia.
“Di antara bakteri, jamur dan archaea yang diidentifikasi dalam penelitian ini dengan analisis komunitas mikroba sebagai dua spesies yang paling melimpah telah dideskripsikan untuk menghasilkan enzim yang berpotensi mampu hidrolisis poliester,” tukis para peneliti.
Mikroorganisme tersebut, tepatnya bersarang di dalam bagian tubuh hewan ruminansia yang disebut rumen. Ini adalah organ lambung yang sangat besar sehingga ukurannya hampir memenuhi rongga perut ruminansia sebelah kiri. Rumen dan retikulum memiliki struktur yang terhubung. Pada sapi dewasa volume keduanya bisa mencapai 200 liter dan dilengkapi kemampuan untuk mencampur dan memutar makanan setiap menitnya.
Untuk menilai seberapa hebat mikroba dari rumen ini dalam melahap plastik, para peneliti menginkubasi setiap jenis plastik dalam cairan rumen selama satu hingga tiga hari. Selanjutnya, mereka mengukur berbagai produk sampingan yang dilepaskan oleh plastik yang berhasil dihancurkan oleh bakteri tersebut yang diurai menjadi bagian-bagian komponennya.
Dari percobaan yang telah dilakukan, menunjukkan bahwa mikroba dari rumen sapi dapat mendegradasi polietilena tereftalat (PET). Bukan itu saja, tetapi juga dua plastik lainnya yaitu polybutylene adipate terephthalate (PBAT), dan polyethylene furanoate (PEF). Di mana PEF paling efisien untuk teruraikan. Menurut tim peneliti yang melaporkan hasil temuannya di jurnal Frontiers in Bioengineering and Biotechnology.
Tim kemudian mengambil sampel DNA dari cairan rumen, untuk mendapatkan gambaran tentang mikroba spesifik mana yang mungkin bertanggung jawab atas degradasi plastik. Sekitar 98 persen DNA milik kerajaan bakteri, dengan genus yang paling dominan adalah Pseudomonas.
Bakteri dari genus Acinetobacter juga muncul dalam jumlah tinggi dalam cairan, dan juga, beberapa spesies dalam genus telah terbukti memecah poliester sintetis, menurut laporan tahun 2017 di Journal of Agricultural and Food Chemistry.
“Dibandingkan dengan data yang dipublikasikan untuk enzim murni dan/atau supernatan mikroorganisme tunggal, aktivitas hidrolisis poliester cairan rumen relatif tinggi. Ternyata, tidak hanya satu jenis enzim yang hadir dalam campuran rumen,” tulis para peneliti.
Jika mereka mengidentifikasi enzim yang berpotensi berguna untuk didaur ulang, mereka kemudian dapat merekayasa secara genetik mikroba yang menghasilkan enzim tersebut dalam jumlah besar, tanpa perlu mengumpulkan mikroba tersebut langsung dari perut sapi. Dengan cara ini, enzim dapat diproduksi dengan mudah dan murah, untuk digunakan pada skala industri, kata Ribitsch.
“Terlepas dari kenyataan bahwa cairan rumen bisa menjadi sumber yang murah untuk enzim pendegradasi polimer, studi masa depan harus ditujukan pada identifikasi dan budidaya mikroba dan enzim yang terlibat dalam hidrolisis sinergis poliester serta kemungkinan perubahan komunitas selama inkubasi dengan poliester,” para peneliti menyimpulkan dalam tulisannya.