BAGIKAN
(Stable Isotope Laboratory, University of Toronto)

Di tahun 2018, sebuah penelitian yang dilakukan oleh sekitar 1.000 ilmuwan internasional selama 10 tahun mengungkapkan ratusan lokasi terdapat di bawah daratan dan lautan. Mereka telah memperkirakan volume biosfer di kedalaman tanah ini bisa mencapai 2 hingga 2,3 miliar km kubik. Sehingga, massa dari karbonnya diperkirakan bisa mencapai 15 hingga 23 miliar ton atau 245 hingga 385 kali lebih besar dari massa karbon manusia di atas permukaan.

Sepertinya mikroba paling tangguh untuk dapat hidup dalam berbagai kondisi ekstrem. Rekor kedalaman di mana kehidupan telah ditemukan di bawah tanah adalah sekitar 5 km dan rekor di perairan laut adalah 10,5 km. Kini para peneliti kembali menemukan bakteri yang dapat hidup di bawah permukaan tanah sedalam 2,5 km di mana tidak ditemukan oksigen.

Temuan yang dipublikasikan di Geomicrobiology Journal, mengkonfirmasi penelitian sebelumnya yang menunjukkan bahwa air purba yang kaya akan sulfat di wilayah itu dapat mendukung kehidupan mikroba dan menambah bukti bahwa terdapat biosfer yang berkembang pesat di kerak bumi meskipun tidak terinteraksi secara langsung dengan permukaan. Mikroba ini bernafas dengan sulfat daripada oksigen.

Di pertambangan tembaga dan seng, Kidd Creek Mine di Kanada, di tahun 2013 para peneliti menemukan cairan yang telah terperangkap dalam rekahan batu selama ratusan juta hingga beberapa miliar tahun, menjadikannya sebagai air tertua yang diketahui di Bumi, seperti yang telah mereka laporkan dalam artikelnya di Nature saat itu.

Tiga tahun kemudian mereka melaporkan bahwa air yang kaya akan sulfat dan hidrogen ini, kemungkinan mengandung bakteri pereduksi sulfat, dan secara teoretis masih dapat mendukung komunitas mikroba.

Pada studi yang dilakukan saat ini, mereka mengumpulkan sampel air tambahan dari beberap lubang yang dibor di dalam tambang. Setelah dipelajari di bawah mikroskop, dari sampel yang mereka kumpulkan ditemukan sel-sel mikroba yang bersarang di antara partikel-partikel sedimen.

“Sangat menyenangkan bisa melihat bahwa mereka ada di sana,” kata ahli geologi Barbara Sherwood Lollar, dari University of Toronto di Kanada, kepada Catherine Offord di The Scientist .

Dibandingkan dengan air yang disuplai ke tambang dari danau terdekat, kepadatan organisme mikroba dalam air rekahan adalah rendah dengan sekitar 1.000 hingga 10.000 sel/ml, dibandingkan dengan air yang berasal dari tanah yang memiliki 100.000 sel/ml.

Para peneliti juga menganalisis aktivitas metabolisme mikroba dalam sampel, dengan menginkubasi sel dengan berbagai sumber makanan dan kemudian mencatat apakah makanan itu dimetabolisme atau tidak. Jenis analisis ini tidak dapat secara langsung memberikan informasi taksonomi atau mendeteksi mikroba yang tidak aktif. Tapi itu menunjukkan, seperti yang diprediksi Sherwood Lollar dan rekan-rekannya, bahwa komunitas mikroba aktif hampir seluruhnya terdiri dari reduksi sulfat. Mikroba mencari sumber energi dari reaksi kimia antara air dan batu yang jauh di bawah permukaan.

Dengan ditemukannya kehidupan di tempat ekstrem seperti di bawah permukaan tanah, dapat membantu dalam menentukan jenis lingkungan luar angkasa yang dapat mendukung kehidupan.