BAGIKAN
@kylejglenn/unsplash

Perilaku hewan liar terhadap para pemangsa umumnya mereka akan berusaha untuk selalu menghindarinya sebisa mungkin. Mereka akan lebih waspada, ketakutan dan melarikan diri. Namun, setelah bertemu dengan manusia dan bertambah dekat melalui berbagai pola, sifat-sifat itu semakin berkurang dan luntur. Menurut sebuah studi yang dipimpin oleh Benjamin Geffroy dari MARBEC (Institute of Marine Biodiversity, Exploitation and Conservation).

Kedekatan antara manusia dengan hewan liar umumnya dijembatani oleh penangkaran, domestikasi, atau urbanisasi. Para ilmuwan menemukan bahwa kontak dengan manusia menyebabkan hilangnya sifat antipredator dari hewan tersebut dengan begitu cepat. Meskipun, secara serentak variabilitas di antara setiap hewan awalnya meningkat dan kemudian secara bertahap menurun dari generasi ke generasi bagi hewan yang berdekatan dengan manusia.

Penulis berasumsi bahwa proses ini disebabkan oleh berkurangnya tekanan dari seleksi alam sebagai akibat hidup di suatu lingkungan yang lebih aman. Belum lagi seleksi buatan oleh manusia sendiri, di mana hewan-hewan dilatih untuk patuh seperti dalam kasus domestikasi.



Jika generasi pertama hewan liar menunjukkan perubahan yang begitu cepat dalam berbagai responnya terhadap antipredator setelah kontak dengan manusia, ini menunjukkan bahwa respons awal adalah hasil dari fleksibilitas perilaku. Jika kedekatan ini berlanjut selama beberapa generasi maka akhirnya akan diikuti oleh perubahan genetik pada hewan tersebut.

Para peneliti juga menemukan bahwa domestikasi mengubah respons antipredator hewan tiga kali lebih cepat dibandingkan dengan urbanisasi. Sementara penangkaran menghasilkan perubahan yang paling lambat. Hewan pemakan tumbuhan perubahan perilakunya lebih cepat dibandingkan dengan hewan pemakan daging. Sementara spesies penyendiri cenderung lebih cepat berubah dibandingkan dengan hewan sosial atau yang hidup berkelompok.

Studi tersebut menunjukkan bahwa domestikasi dan urbanisasi memberikan tekanan yang sama pada hewan dan dapat mengakibatkan perubahan perilaku yang cepat. Hilangnya perilaku anti-predator dapat menyebabkan permasalahan ketika spesies yang didomestikasi berhadapan dengan predator. Atau, ketika hewan-hewan penangkaran dilepaskan kembali ke alam bebas.

Dr. Geffroy menambahkan, “Meskipun fakta ini telah diketahui dengan baik bahwa hewan yang dilindungi oleh manusia menurunkan kapasitas anti predatornya, kami tidak tahu seberapa cepat hal ini terjadi dan sejauh mana hal ini dapat dibandingkan untuk setiap konteks. Kami juga mengintegrasikan ciri-ciri fisiologis dalam penelitian ini, tetapi sifat-sifat perilaku itu jauh lebih sedikit.



Kami yakin hewan-hewan tersebut harus diselidiki secara sistematis untuk menggambarkan pola global tentang apa yang terjadi pada masing-masing setiap hewannya. Kami membutuhkan lebih banyak data untuk memahami apakah hal ini juga terjadi meskipun hanya dengan kehadiran para pengunjung wisata.”

Dengan memahami bagaimana respons hewan ketika berdekatan dengan manusia, memiliki implikasi penting terhadap konservasi dan perencanaan kota, program penangkaran, dan pengelolaan peternakan.

Hasil dari penelitian ini, telah diterbitkan di jurnal PLOS Biology.