BAGIKAN
(G. Cole/Copyright Antiquity Publications Ltd.)

Dari analisis yang dilakukan terhadap tengkorak seorang gadis, ditemukan bukti adanya mutilasi secara sengaja terhadap sebagian wajah hingga ia menemui ajalnya. Hidung dan bibirnya dipotong dan kepalanya dikuliti. Peristiwa mengerikan ini dierkirakan terjadi di sekitar 1.100 tahun yang lalu di Anglo-Saxon, Inggris.

Perlakuan sadis seperti itu biasanya tercatat sebagai hukuman terhadap seorang wanita yang dianggap telah membangkang, di masa lalu. Meskipun demikian, penyebab sebenarnya mutilasi wajah gadis ini tidak diketahui secara pasti.

“Jika luka-luka wanita ini memang disebabkan oleh sebuah hukuman, mungkin ini adalah bukti pertama yang tercatat di Anglo-Saxon, Inggris, yang menerima sebuah hukuman sadis dengan melakukan mutilasi di sebagian wajahnya” tulis para peneliti dalam laporannya yang telah dipublikasikan di jurnal Antiquity.

Melansir Livescience, Garrard Cole, pemimpin penelitian dari institute of Archeology di University College London mengatakan bahwa mereka hanya bisa berspekulasi atas apa yang terjadi pada gadis muda tersebut. Namun, berdasarkan dari bentuk lukanya, diperkirakan suatu hukuman telah diberikan kepadanya akibat perbuatan tertentu. Seperti penyimpangan seksual, atau setidaknya tindakan yang mengarah pada hal tersebut. 

Tengkorak ini pertama kali ditemukan pada tahun 1960an, dalam sebuah penggalian yang sebelumnya ditujukan untuk pembangunan sebuah perumahan di wilayah pedesaan Oakridge, di Southern Country of Hampshire, Inggris.

Namun, para ilmuwan pada saat itu tidak melakukan analisa pada tengkorak tersebut, dan masih belum diketahui dengan pasti apakah sisa-sisa tubuhnya yang lain juga dikuburkan di sana.

Beberapa tes yang dilakukan berhasil mengungkap beberapa petunjuk tentang individual dibalik tengkorak ini: Sebuah analisis anatomi mengindikasikan tengkorak ini milik seseorang yang berusia 15-18 tahun; hasil analisis DNA menunjukkan bahwa individual tersebut berjenis kelamin wanita; hasil penanggalan karbon menunjukkan bahwa anak remaja wanita ini hidup pada tahun 776 – 899 masehi; dan hasil analisis dari isotop dari unsur-unsur lainnya yang ditemukan pada giginya menunjukkan bahwa gadis remaja ini tidak tumbuh di wilayah dimana terdapat gunung-gunung kapur, artinya dia tidak terlahir atau dibesarkan di sebagian besar wilayah bagian pusat dan tenggara Inggris. (Unsur-unsur ditemukan pada air minum dan makanan yang akhirnya mengendap di gigi).

(G. Cole/Copyright Antiquity Publications Ltd)

Keterangan:

Penampakan trauma dari dekat yang ditemukan pada tengkorak seroang gadis remaja. Yaitu: (a) tanda pemotongan dengan terbukanya saluran hidung (nasal) yang terbuka, (b) tanda pemotongan pada bagian depan hidung, (c) dari panampakan dari atas (d) bagian rahang, dan (f) sebuah torehan tajam pada bagian sisi kanan dari tengkorak.

Tim peneliti juga melakukan analisa pada luka-luka yang membekas pada tengkorak, dan mereka menemukan bahwa tanda luka-luka di sekitar hidung dan mulut sangat parah.

“Setidaknya ada dua buah tanda pemotongan yang menembus tulang, terlihat pada celah di bagian hidung dan pada tulang antara hidung dan gigi bagian atas,” kata Cole.

“Kedua luka tersebut sepertinya dihasilkan oleh sebuah senjata berbilah tipis dan tajam. Pada periode Anglo Saxon (410 – 1066 M), kemungkinan besar senjata tersebut adalah sebuah pisau yang terbuat dari besi. Sebab jenis senjata tajam lainya yang ada pada masa itu – pedang – dinilai terlalu berat dan besar.” 

Para peneliti juga menemukan garis potongan kecil di bagian dahi tengkorak remaja tersebut, “yang diinterpretasikan sebagai bukti adanya tindakan menguliti kulit kepala.” Biasanya, tindakan menguliti meninggalkan beberapa bekas luka akibat potongan senjata tajam, tetapi kemungkinan akibat buruknya proses penyimpanan tengkorak selama ratusan tahun menghilangkan bekas-bekas luka lainnya.

Remaja ini kemungkinan tidak bertahan hidup akibat luka trauma yang dideritanya, terlihat dari kondisi tepi luka yang tidak menunjukkan tanda-tanda penyembuhan, demikian para peneliti menuliskan dalam laporannya.

Bahkan jika bibir dan kulit kepalanya masih ada, “luka pada hidungnya bisa menjadi penyebab kematiannya, karena luka seperti itu mungkin akan merusak jaringan arteri pada bagian belakang hidungnya,” kata para peneliti.

Ketika arteri terpotong, akan tersembur banyak darah, dan dia mungkin telah mati karena tersedak, kata para peneliti.

Apa yang menyebabkan gadis remaja tersebut mengalami perlakukan sebrutal ini masih menjadi misteri. Apakah ia dihukum oleh massa karena melakukan pelanggaran? Apakah otoritas setempat memvonisnya dengan hukuman berat karena diduga melakukan perbuatan yang menyimpang? Tanpa bukti yang cukup, para arkeolog tidak dapat memastikannya.

Namun, tindakan mutilasi pada bagian wajah pada kaum wanita kemungkinan sebanding dengan tindakan pengebirian pada kaum pria, dan sepertinya praktek hukuman seperti ini telah ada sejak berabad-abad lalu di seluruh dunia,” kata Cole. Dan para penguasa Anglo-Saxon memang menggunakan jenis hukuman ini ke dalam undang-undang mereka pada abad ke-10 masehi. Tetapi, kejadian ini berlangsung sebelum masa itu.

“Kami kini mengetahui bahwa praktik hukuman ini memang pernah ada, tetapi kami tidak mengetahui dengan pasti seberapa sering hukuman sadis ini pernah dilakukan,” kata Cole.