BAGIKAN
(Fausto García/Unsplash)

Kita semua menyadari bahwa kehidupan di planet Bumi sangatlah rentan dengan kehancuran. Cukup dengan satu serangan asteroid ke Bumi, maka bisa saja mayoritas makhluk hidup yang ada di planet ini tersapu habis.

Jika bukan karena sebuah asteroid berukuran 10 kilometer yang jatuh menghujam Bumi sekitar 66 juta tahun yang lalu, mungkin saja dinosaurus masih terus menguasai planet kita. Dan untuk spesies mamalia seperti manusia, mungkin saja tidak mendapatkan kesempatan untuk berkembang di Bumi.

Kesimpulan tersebut adalah hasil dari perdebatan yang panjang dan sengit di kalangan ilmuwan tentang kepunahan dinosaurus di Bumi.

Diperkirakan 66 juta tahun yang lalu, asteroid Chicxulub dengan ukuran diameter sekitar 11 hingga 81 kilometer menabrak Bumi dengan begitu hebatnya hingga setelah peristiwa tersebut, cahaya matahari menjadi terhalang masuk ke Bumi hingga memicu terjadinya musim dingin panjang di seluruh Bumi. Peristiwa ini juga diperkirakan memicu terjadinya kepunahan massal Kapur-Tersier (Cretaceous-Tertiary event). Beberapa bukti terbaru menunjukkan bahwa populasi spesies dinosaurus tertentu di Bumi memang terus menurun sejak puluhan juta tahun sebelumnya.

Dilansir dari ScienceAlert, para peneliti menyatakan bahwa peristiwa ini “menjadi penyebab utama dari penurunan jangka panjang dari keseluruhan jumlah populasi pada tiga kelompok terbesar dinosaurus yang hidup pada saat itu”, tetapi banyak ilmuwan paleontologi yang tidak mendukung pemikiran tersebut. Dan faktanya, pemikiran tersebut dianggap sangat kontroversial.

Bertahun-tahun setelah dikemukakannya pemikiran tersebut, beberapa penelitian dilakukan, dan hasilnya menolak ide tersebut, tidak hanya berdasarkan data yang mereka miliki, tetapi juga dari hasil interpretasi mereka.

“Hasil penelitian sebelumnya yang dilakukan tim peneliti lainnya menggunakan berbagai metode penelitian yang akhirnya akan mengambil kesimpulan bahwa dinosaurus memang pada akhirnya akan punah, karena populasi mereka memang sudah terus menurun pada akhir periode Kapur,” kata paleontologi Joe Bongsor dari university of Bath.

Dibandingkan hanya dengan menghitung jumlah populasi spesies dinosaurus yang ada pada masa itu dengan menggunakan catatan fosil, kali ini tim peneliti menggunakan metode statistik untuk melihat tingkat spesiasi (proses evolusi munculnya spesies baru) dalam keluarga dinosaurus. Dan hasil penelitian ini telah dipublikasikan dalam Royal Society Open Science.

Para peneliti melakukan analisa pada kombinasi pohon keluarga dari 12 keluarga dinosaurus, dan mereka melakukan pengujian untuk mengetahui apakah benar-benar telah terjadi perlambatan diversifikasi spesies, apakah kecepatannya sama atau lebih cepat sebelum terjadinya peristiwa tabrakan meteor. Indikasi ini bisa memberi petunjuk pada kita tentang seberapa cepat dinosaurus yang punah akan digantikan dengan spesies baru lainnya.

Dari keseluruhan 2.727 model spesiasi, hanya 518 ( kurang dari 20 persen) yang terlihat jelas menunjukkan penurunan drastis populasi sebelum peristiwa tabrakan meteor.

Karena itu, para peneliti mengatakan bahwa mereka cukup skeptis dengan teori kepunahan akhir ini, mereka bahkan menduga bahwa keberagaman dinosaurus pada periode akhir Kapur masih cukup tinggi, bahwa pada masa itu diperkirakan keragaman spesies dinosaurus pada saat itu cukup melimpah.

“Tujuan utama dari laporan penelitian kami ini tidaklah sesederhana seperti sekedar melihat pohon  keluarga dari spesies dinosaurus dan kemudian mengambil kesimpulan. Ada bias besar yang tidak dapat dihindari pada catatan fosil dan juga kurangnya data yang menunjang terjadinya penurunan spesies, tetapi hasil ini tidak juga bisa menunjukkan apa yang sebenarnya terjadi pada saat itu,” kata Bonsor.

“Data yang kami miliki saat ini tidak menunjukkan terjadinya penurunan populasi, dan faktanya beberapa spesies seperti hadrosaurus dan ceratopsian masih merajai Bumi pada masa itu, dan tidak ditemukan bukti yang menunjukkan mereka tersapu habis 66 juta tahun yang lalu akibat peristiwa kepunahan massal yang sebenarnya tidak pernah terjadi.”

Hasil penelitian ini selaras dengan hasil penelitian terbaru lainnya, dimana ditemukan bahwa habitat dinosaurus di Amerika Utara tidak mengalami penurunan populasi pada periode Kapur akhir.

Penemuan fosil pada wilayah ini juga tergolong kecil, artinya kemungkinan terjadi undersampling di area tersebut sehingga tidak menggambarkan kekayaan spesies dinosaurus pada masa itu.

Kesalahan metode sampling yang sistemik seperti ini sering terjadi di dalam penelitian paleontologi, dan pada tingkat tertentu, tidak bisa dihindari. Tetapi dengan hanya bersandar pada keragaman spesies dibandingkan dengan jumlah total spesies menjadikan kekurangan dari metode ini.

Sebagai permulaan, mungkin ditemukan tidak adanya korelasi antara tingkat spesies pada proses evolusi dinosaurus dan kepunahannya. 

Hasil penelitian terbaru ini sekali lagi mempertegas banyaknya celah dan bias dari pengetahuan kita, dan para peneliti terpanggil untuk melakukan penelitian lebih jauh yang lebih detail, terkontrol secara regional, dan terdistribusi dengan baik agar dapat menyusun kembali sejarah yang sebenarnya.