BAGIKAN
“No thanks, I’m stuffed.” (Iustrasi oleh Federica Bordoni)

Sekitar 750.000 orang meninggal dalam setahun yang disebabkan oleh gigitan nyamuk Anopheles betina yang terinfeksi. Angka ini melampaui jumlah kematian yang disebabkan oleh hewan lainnya seperti kobra, buaya, singa, cacing pita, bahkan oleh manusia sendiri.

Menurut WHO, pada tahun 2017 hampir setengah dari populasi dunia berisiko terserang malaria, dengan jumlah 219 juta kasus.

Namun sebuah harapan muncul dari penelitian yang dilakukan oleh para ilmuwan di laboratorium Leslie B. Vosshall di Rockefeller University yang dipimpin oleh Laura Duvall, telah menunjukkan bahwa nyamuk betina dapat dibujuk untuk tidak menggigit sama sekali.

Para peneliti melakukan percobaan pada spesies nyamuk Aedes aegypti, yang menyebarkan demam berdarah, Zika, chikungunya, dan demam kuning.

Aedes betina sangat tertarik pada manusia, yang darahnya mengandung protein yang mereka butuhkan untuk menghasilkan telur. Namun begitu mereka telah menyedot darah, ketertarikan itu menurun drastis, dan nyamuk yang perutnya kembung menunjukkan sedikit minat untuk mencari makanan darah lain selama beberapa hari.

Para ilmuwan dapat mereproduksi efek setelah makan jangka panjang dengan menyuntikkan nyamuk betina dengan dosis besar sejenis neuropeptida, yang dapat mengaktifkan reseptor khusus. Di mana ketika reseptor ini diaktifkan, maka dapat menekan nafsu makan.

Pada manusia, apa yang disebut sebagai reseptor Neuropeptida Y atau NPY adalah untuk mengatur asupan makanan, para peneliti harus mencari obat yang dapat mengaktifkan NPY sebagaimana yang sedang dikembangkan oleh perusahaan farmasi dalam menangani anti obesitas.

Duvall dan rekan-rekannya berpendapat bahwa obat yang sama dapat memengaruhi reseptor seperti NPY pada nyamuk juga.

Ketika nyamuk betina Aedes aegypti diberi makan larutan garam yang mengandung obat ini, sejenis reseptor seperti NPY yang disebut NPYLR7 diaktifkan di dalam tubuh nyamuk. Hasilnya, nyamuk tidak tertarik pada sepotong stocking nilon yang sebelumnya menyerap bau tubuh Duvall. Sebaliknya, ketika nyamuk diberikan makanan yang mengandung obat yang dapat menghambat reseptor NPYLR7-nya, nyamuk berperilaku seperti kelaparan seolah-olah belum makan sama sekali.

“Kami kagum dan takjub bahwa obat yang dirancang untuk memengaruhi nafsu makan manusia bekerja dengan sempurna untuk menekan nafsu makan pada nyamuk,” kata Vosshall, Profesor Robin Chemers Neustein.

Tetapi obat-obatan manusia yang mereka gunakan untuk memanipulasi reseptor di laboratorium tidak akan cocok untuk digunakan di alam liar, di mana dapat memengaruhi manusia dan juga nyamuk.

Mereka mulai mencari molekul yang secara selektif mengaktifkan NPYLR7 tanpa memicu reseptor NPY manusia, dan akhirnya memilih sebuah molekul yang menekan perilaku pencarian inang bagi nyamuk Aedes tanpa efek di luar target yang disebut sebagai “senyawa 18” yang hanya mengaktifkan NPYLR7 khusus nyamuk.

Untuk pengujian terakhir mereka, para peneliti membiarkan nyamuk berkeliaran diantara tikus. Meski Aedes lebih suka manusia, mereka akan terpuaskan juga dengan mamalia lain bila perlu. Hasilnya, nyamuk yang telah diberi makan senyawa 18 tidak tertarik menggigit tikus sebagaimana seperti nyamuk yang telah kekenyangan tubuhnya dipenuhi oleh darah.

Dengan sedikit keberuntungan, ahli kimia obat dapat memurnikan senyawa 18 untuk menghasilkan molekul yang bahkan lebih kuat yang dapat ditanamakan pada nyamuk betina di alam liar melalui perangkap, atau melalui air mani nyamuk jantan yang telah dimodifikasi secara genetis untuk memproduksinya sendiri.

Makalah tentang penelitian ini telah diterbitkan di jurnal Cell .