BAGIKAN
[RodosvetYoga / Pixabay]

Membaca pikiran dan kemampuan memprediksi masa depan bukanlah keterampilan yang sering diasosiasikan dengan ras manusia. Namun, penelitian menunjukkan banyak orang benar-benar percaya terhadap keberadaan kekuatan supernatural.

Kejadian tertangkapnya cenayang penipu selama ini belum melemahkan kepercayaan orang terhadap mereka. Sudah ada beberapa kasus bersejarah. Di Hongaria, seorang dukun bernama Lajos Pap, ditemukan memalsukan penampakan binatang dalam pemanggilan arwah. Di Amerika Serikat, James Hydrick, seorang yang mengaku-ngaku cenayang, ditemukan sebagai penipu. Dia mengaku demonstrasi paranormalnya adalah tipuan yang dipelajari di penjara.

Contoh kasus besar lainnya melibatkan pendeta terkenal di televisi, Peter Popoff. Istrinya menggunakan pemancar nirkabel untuk memberitahukan Popoff lewat perangkat telinga informasi soal peserta khotbah. Popoff mengaku mendapat informasi tersebut dengan cara paranormal dan menjadi terkenal dengan membawakan acara televisi nasional, di mana dia terlihat melakukan pengobatan ajaib kepada penontonnya.

Namun, dengan banyaknya kasus di atas, masih banyak orang yang percaya dengan kemampuan supernatural. Menurut survei US Gallup, contohnya, lebih dari seperempat jumlah populasi percaya manusia memiliki kemampuan supernatural seperti telepati dan kewaskitaan.

Yang percaya

Laporan terbaru mungkin dapat membantu menjelaskan mengapa orang terus percaya dengan kekuatan supernatural. Penelitian ini menguji orang-orang yang percaya dan orang-orang yang skeptis dengan tingkat pendidikan dan performa akademik yang sama. Riset ini menemukan bahwa orang yang percaya dengan kekuatan gaib berpikir kurang analitis. Ini berarti mereka cenderung menafsirkan dunia dengan perspektif personal subjektif dan gagal menimbang informasi secara kritis.

Orang-orang yang percaya juga sering melihat klaim cenayang sebagai bukti yang membenarkan–terlepas dari dasar pembuktiannya. Kasus Chris Robinson dari Inggris, yang mendaku dirinya sebagai “detektif mimpi”, membuktikan hal ini.

Robinson mengklaim bahwa dirinya bisa memprediksi serangan teroris, bencana, dan kematian selebriti. Pernyataannya berasal dari bukti yang minim dan dipertanyakan. Pengujian yang dilakukan oleh Gary Schwartz dari Universitas Arizona memberikan dukungan untuk kemampuan Robinson, tetapi peneliti lain yang menggunakan metode pengujian yang sama gagal mendapatkan kesimpulan yang sama seperti Schwartz.

Kabur dan umum

Klaim cenayang sering dibuat umum dan tidak jelas—seperti meramalkan kejatuhan pesawat atau kematian selebriti—dan inilah bagian di mana banyak orang percaya dengan kemungkinan adanya kemampuan spiritual.

Hal ini diketahui sebagai efek Barnum, fenomena psikologi yang cukup umum di mana orang cenderung menerima deskripsi diri yang umum dan dan tidak jelas sebagai hal unik yang hanya berlaku bagi mereka.

Cenayang adalah orang yang dipercaya memiliki kemampuan indra keenam. Shutterstock

 

Satu penelitian menunjukkan orang-orang memberikan nilai dengan akurasi yang tinggi pada deskripsi diri yang seharusnya dibuat khusus untuk mereka tetapi sebenarnya cukup kabur dan umum hingga bisa berlaku juga bagi banyak orang lain. Hal ini berlaku pada pemain sirkus Phineas Taylor Barnum yang memiliki reputasi sebagai manipulator psikologi ulung.

Mustahil dibuktikan

Banyak klaim cenayang juga tidak mungkin dibuktikan. Contoh klasik di Inggris adalah pendapat pesulap asal Israel Uri Geller yang mengklaim dirinya “menghendaki” bola bergerak dalam tendangan penalti Piala Eropa antara Inggris dan Skotlandia tahun 1996. Saat itu bola bergerak secara spontan dalam keadaan tidak terkontrol, membuat tendangan pesebakbola Skotlandia Garry McAllister meleset.

Ketika kemampuan cenayang diuji secara ilmiah, peneliti lainnya meragukan mereka. Hal ini terjadi ketika cenayan Inggris Derek Ogilvie membintangi dokumenter televisi tahun 2007 The Million Dollar Mind Reader. Investigasi menyimpulkan Ogilvie benar-benar percaya dirinya memiliki kekuatan untuk membaca pikiran bayi, tetapi sebenarnya dia tidak bisa melakukannya.

Dan ketika ilmuwan mendukung klaim cenayang, kritik biasanya berdatangan. Hal ini terjadi tahun 1970-an ketika fisikawan Russell Targ dan Harold Puthoff mempublikasikan artikel ilmiah dalam jurnal bergengsi Nature, yang mendukung anggapan Uri Geller benar-benar memiliki kemampuan supernatural.

Banyak psikolog, seperti Ray Hyman menyanggah ini—menyoroti kekeliruan besar dalam metodologi penelitian. Ini termasuk lubang di dinding laboratorium yang menghasilkan pemahaman terhadap gambaran yang secara fisik dilukis ulang oleh Geller secara “supernatural”.

Bukti beragam

Faktor lain yang mendukung kepercayaan dalam kemampuan supernatural adalah keberadaan penelitian ilmiah yang mendukungnya. Keberadaan penelitian-penelitian ini memberikan orang-orang yang percaya memiliki bukti bahwa kekuatan gaib benar-benar ada, tetapi mereka mengabaikan fakta bahwa penelitian yang diterbitkan sering dikritik dan penelitian serupa dibutuhkan agar dapat didapat kebenaran yang menyeluruh.

Contoh penting adalah satu artikel ilmiah yang dibuat oleh psikolog sosial Daryl Bem dalam Journal of Personality and Social Psychology. Penelitian tersebut mendukung adanya ramalan (kesadaran kognitif sadar) dan firasat (pemahaman afektif) terhadap kejadian di masa depan. Namun, peneliti lain gagal mendapatkan hasil yang sama.

Pola pikir

Jadi, meskipun ada bukti terjadinya pemalsuan dan penipuan—juga beragam bukti—orang-orang tetap akan percaya dengan fenomena supernatural. Memang, penelitian membuktikan satu dari tiga orang Amerika merasa mereka pernah mengalami kejadian supernatural—dan hampir setengah perempuan Amerika Serikat mengaku pernah merasakan kehadiran roh spiritual.

Apakah ini berkaitan dengan kurangnya kemampuan analitis, pengalaman sebenarnya, atau hanya agar kehidupan di dunia sedikit lebih menarik, sepertinya orang-orang yang percaya akan terus percaya—walau sains membuktikan sebaliknya.The Conversation

Neil Dagnall, Reader in Applied Cognitive Psychology, Manchester Metropolitan University dan Ken Drinkwater, Senior Lecturer and Researcher in Cognitive and Parapsychology, Manchester Metropolitan University

Artikel ini terbit pertama kali di The Conversation. Baca artikel sumber.