BAGIKAN
(CNRS / ENS de Lyon / Université Claude Bernard Lyon 1)

Para ahli menemukan bahwa perilaku kebersamaan dalam hewan sudah terbina sejak sekitar 480 juta tahun yang lalu. Berdasarkan bukti fosil dari trilobita yang ditemukan di Maroko, hewan-hewan ini terlihat sedang beriringan saling menyentuhkan duri panjangnya berduyun-duyun seperti dalam sebuah antrian.




Penelitian ini, telah dipublikasikan di jurnal Scientific Reports.

Hasil analisa tim peneliti terhadap berbagai fosil trilobita dan lapisan sedimennya memberikan jawaban tentang pola keteraturan di antara nenek moyang serangga, udang, laba-laba, dan lipan ini, untuk melakukan pergerakan dari satu lokasi ke lokasi lain akan sangat berisiko jika berjalan sendirian.



Para peneliti dari Perancis, Swiss dan Maroko, memperkirakan bahwa reproduksi dan faktor lingkungan berupa cuaca buruk memicu perilaku sosial dan kebersamaan di antara hewan laut paling awal ini. Tetapi bagaimana dan mengapa perilaku kolektif berevolusi, masih belum dipahami, mengingat bukti-bukti dalam catatan fosil yang serupa relatif jarang didapatkan.

“Berdasarkan skala pola yang terlihat, linearitas dan arah yang konsisten ini, tidak mungkin sebagai hasil dari perjalanan pasif atau akumulasi yang disebabkan arus air,” kata tim peneliti dalam makalahnya.

Penemuan fosil yang menampakkan perilaku serupa telah terlihat sebelumnya sekitar 10 tahun yang lalu. Para ahli paleontologi menemukan spesies arthropoda yang sebelumnya tidak diketahui dari periode Kambrium Bawah (541 hingga 485 juta tahun lalu) berada dalam sebuah iringan antrian yang sangat terikat erat.

(Vannier et al., Scientific Reports, 2019)



Perilaku serupa juga ditemukan pada anggota hewan modern dari keluarga besar artropoda yang berasal dari trilobita, seperti ulat bulu, semut dan lobster, yang bersatu untuk mendapatkan perlindungan atau untuk menemukan pasangannya.

Sekarang, ahli geologi Jean Vannier dari Université de Lyon dan tim kolega internasional telah menggambarkan beberapa antrian serupa dari sejenis trilobita bernama Ampyx priscus, yang ditemukan di Tremadocian Fezouata Shale Lagerstätte dekat Maroko.

Analisis mereka menemukan bahwa sedimen tempat trilobita terkubur konsisten dengan sedimen yang diaduk dan diendapkan oleh gelombang yang disebabkan badai – dalam jumlah yang cukup untuk mengubur barisan trilobita, namun tidak cukup kuat untuk menghanyutkannya.



Setelah terkubur dalam lapisan dasar laut, trilobita menemukan kematiannya, baik diakibatkan oleh hidrogen sulfida yang diaduk dalam badai, atau mati lemas.

“Fosil-fosil ini memberi kita pandangan yang sangat jelas ke dalam kehidupan makhluk yang sangat kuno namun jelas canggih ini,” kata Lucy McCobb, seorang ahli paleontologi di National Museum Wales yang tidak terlibat dalam penelitian ini.

Diperkirakan bahwa perubahan lingkungan – seperti badai musim gugur – memicu perubahan neurohormonal pada lobster yang menyebabkan perilaku antrian sehingga mereka dapat bermigrasi dengan aman ke perairan yang lebih dalam yang tidak terganngu oleh badai. Dengan saling bersentuhan dianggap mengurangi hambatan ketika hewan-hewan menjelajah di dasar laut.

Tetapi, secara umum, persamaan dengan perilaku lobster menghadirkan kasus yang cukup menarik bahwa perilaku kolektif trilobita juga dipicu oleh lingkungan.



Atau, mereka bisa saja melakukan migrasi musiman ke tempat pengembangbiakan atau pemijahan.

” Ampyx menunjukkan bagaimana euarthropod yang berusia 480 juta tahun dapat mengintegrasikan kompleksitas sarafnya ke dalam perilaku kolektif sementara yang berkaitan dengan reproduksi musiman atau dipicu oleh isyarat lingkungan,” tulis para peneliti dilansir dari ScienceAlert.

“Perilaku kolektif yang terkait dengan sistem komunikasi dan pengenalan mungkin berevolusi melalui seleksi alam ketika radiasi Kambrium berlangsung … Meningkatkan peluang reproduksi dan bertahan hidup terhadap tekanan lingkungan adalah beberapa keuntungan yang mungkin diberikan perilaku seperti itu pada antropoda.”