Beranda Sains Menjawab Perdebatan Tentang Jenazah Kuno dengan Mesin Pembelajaran

Menjawab Perdebatan Tentang Jenazah Kuno dengan Mesin Pembelajaran

BAGIKAN
Tampilan samping tengkorak babun dari Gua Misgrot, Afrika Selatan. Ini adalah salah satu kumpulan komparatif yang digunakan penulis dalam analisis. Kredit: PNAS

Sebuah tim peneliti internasional telah menggunakan mesin pembelajaran algoritma   untuk menilai apakah tulang hominin yang ditemukan di gua ditempatkan di sana sebagai bagian dari layanan pemakaman oleh leluhur manusia purba. Dalam makalah yang diterbitkan dalam Proceedings of National Academy of Sciences, kelompok ini menjelaskan faktor-faktor yang mereka masukkan ke dalam algoritma, dan apa yang diungkapkannya.

Salah satu ciri yang menentukan manusia adalah kemampuan kita untuk memahami sepenuhnya sifat kematian kita sendiri — kita semua akan mati, dan kita semua tahu itu. Tapi kapan manusia berevolusi ke titik di mana kesadaran ini muncul? Beberapa peneliti telah memperkirakan bahwa itu telah dimulai sejak beberapa ratus ribu tahun sebelumnya.

Sebagai bukti, mereka mengklaim bahwa fosil hominin yang ditemukan di gua-gua di Spanyol (Sima de los Huesos) dan Afrika Selatan (Kamar Dinaledi), keduanya dari periode Pleistocene Tengah [bermula dari 1.750.000 tahun lalu dan berakhir sampai 10000 tahun lalu], diletakkan di sana oleh rekan homininya sebagai bagian dari layanan kamar mayat, yang tentu saja menunjukkan kemungkinan pemahaman tentang finalitas kematian dan kemungkinan kehidupan setelah kematian.

Namun, tidak semua orang setuju dengan penilaian tersebut.

Dengan demikian, cara-cara baru yang dilakukan adalah untuk menguji kemungkinan kemunculan mayat secara periodik. Dalam upaya yang baru dilakukan ini, para peneliti beralih ke pembelajaran mesin untuk menyelesaikan perdebatan tersebut.

Untuk menilai apakah tulang di dua situs ditempatkan di sana secara sengaja atau jika mereka muncul dengan beberapa cara yang lain, para peneliti menggunakan algoritma pembelajaran untuk menganalisis data mengenai situs pemakaman lain, termasuk manusia modern, primata lain dan manusia purba. Mereka kemudian memprogram algoritma untuk menetapkan situs-situs ke dalam kategori seperti mayat yang diambil, mayat manusia yang tidak terganggu, dll. Kemudian mereka menambahkan data dari gua-gua di Spanyol dan Afrika Selatan untuk melihat bagaimana algoritma akan mengkategorikannya.

Machine learning algorithm suggests ancient hominin remains not part of ritualistic burial
Kerangka babun parsial dari Gua Misgrot, Afrika Selatan. Ini adalah salah satu kumpulan komparatif yang digunakan penulis dalam analisis. Kredit: PNAS

Para peneliti melaporkan bahwa algoritmanya menugaskan kedua situs tersebut untuk mengorek mayat, yang menunjukkan bahwa tulang-belulang tersebut memasuki gua melalui hewan pemakan bangkai yang membawanya untuk disantap di tempat yang relatif aman. Mereka mencatat bahwa algoritma tersebut tidak mengesampingkan kemungkinan hominin awal melakukan layanan pemakaman secara umum, hanya dalam dua kasus ini.

Temuan oleh tim tidak akan menyelesaikan perdebatan, tentu saja. Penelitian seputar jenazah di dua gua tidak diragukan lagi akan terus berlanjut, dengan masing-masing pihak menggunakan bukti, seperti algoritma pembelajaran, untuk memperkuat kasus mereka.