BAGIKAN
The-Lore.com / Unsplash

Para ilmuwan berharap bahwa obat yang baru dikembangkan  dapat mengubah cara dokter dalam mengobati COVID-19. Obat yang disebut sebagai EIDD-2801 ini menunjukkan harapan dalam mengurangi kerusakan paru-paru. Setelah berhasil dalam pengujian yang dilakukan pada tikus, langkah selanjutnya adalah melakukan uji klinis pada manusia.

Para peneliti dari UNC-Chapel Hill Gillings School of Global Public Health memainkan peran kunci dalam pengembangan dan pengujian EIDD-2801 dan bekerja sama dengan para ilmuwan dari Vanderbilt University Medical Center (VUMC). Hasil penelitiannya telah dipublikasikan di jurnal Science Translational Medicine. Makalah ini mencakup berbagai data dari sel paru-paru manusia yang dikultur terinfeksi SARS-CoV-2, serta tikus yang terinfeksi dengan virus corona lainnya, seperti SARS-CoV dan MERS-CoV.


Studi ini menemukan bahwa, ketika digunakan sebagai profilaksis (pencegahan), EIDD-2801 dapat mencegah cedera paru-paru yang parah pada tikus yang terinfeksi. EIDD-2801 adalah bentuk senyawa dari antivirus EIDD-1931 yang disajikan dalam bentuk pil. Obat ini dengan mudah diserap oleh tubuh untuk melakukan perjalanan menuju paru-paru.

Ketika diberikan sebagai pengobatan 12 atau 24 jam setelah terjadi infeksi, EIDD-2801 dapat mengurangi tingkat kerusakan paru-paru dan penurunan berat badan pada tikus. Diperkirakan peluang ini akan lebih lama pada manusia, karena periode antara onset penyakit virus corona hingga kematian, umumnya lebih lama pada manusia dibandingkan dengan tikus.

“Obat baru ini tidak hanya memiliki potensi yang tinggi untuk mengobati pasien COVID-19, tetapi juga tampaknya efektif untuk pengobatan infeksi virus corona serius lainnya,” kata ahli virologi dan penulis senior Ralph Baric.

Dibandingkan dengan pengobatan COVID-19 potensial lainnya yang harus diberikan secara intravena – obat yang dimasukkan melalui saluran vena, EIDD-2801 dapat diberikan melalui mulut sebagai pil. Selain kemudahan perawatan, ini menawarkan keuntungan potensial untuk merawat pasien yang kurang sakit atau sebagai pencegahan  — misalnya, di panti jompo di mana banyak orang telah terpapar tetapi belum sakit.

“Kami kagum pada kemampuan EIDD-1931 dan EIDD-2801 untuk menghambat semua virus corona yang telah diuji dan berpotensi untuk pengobatan COVID-19 secara oral (pil). Karya ini menunjukkan pentingnya dukungan National Institutes of Health (NIH) yang sedang berlangsung untuk penelitian kolaboratif untuk mengembangkan antivirus untuk semua virus pandemi, bukan hanya virus corona” kata Andrea Pruijssers, pemimpin ilmuwan antivirus dari Lab Mark Denison di VUMC.

Mark Denison adalah penulis senior studi – Desember tahun 2019 – yang pertama kali melaporkan bahwa EIDD-1931 memblokir spektrum luas replikasi dari virus corona.

Kolaborator antar institusional ini, didukung oleh hibah dari NIH melalui University of Alabama di Birmingham. Sebelumnya melakukan pengembangan praklinis dari remdesivir, sebuah obat antivirus lainnya yang saat ini dalam uji klinis pada pasien COVID-19.

Dalam makalah Science Translational Medicine yang baru ini, Maria Agostini, rekan penulis di laboratorium Denison, menunjukkan bahwa virus yang menunjukkan kekebalan terhadap remdesivir mengalami pengekangan yang lebih kuat dari EIDD-1931.


“Virus yang mutasi membawa resistansi remdesivir sebenarnya lebih rentan terhadap EIDD-1931 dan sebaliknya, memberi kesan bahwa kedua obat dapat dikombinasikan untuk kemanjuran yang lebih besar dan untuk mencegah munculnya resistensi,” kata Painter.

Studi klinis EIDD-2801 pada manusia diperkirakan akan dimulai dalam waktu dekat. Jika mereka berhasil, obat ini tidak hanya dapat digunakan untuk membatasi penyebaran SARS-CoV-2, tetapi juga dapat mengendalikan terjangkitnya virus corona lainnya yang muncul di masa depan.

“Dengan tiga virus corona manusia baru yang muncul dalam 20 tahun terakhir, kemungkinan kita akan terus menyaksikannya lebih banyak lagu,” kata penulis pertama Timothy Sheahan, asisten profesor epidemiologi dan kolaborator di Baric Lab Gillings. “EIDD-2801 menjanjikan tidak hanya untuk mengobati pasien COVID-19 hari ini, tetapi juga untuk mengobati virus corona baru yang mungkin muncul di masa depan.”