BAGIKAN
Credit: CC0 Public Domain

Para peneliti telah melakukan sebuah penelitian dimana tikus atas kemauan sendiri memakan adonan yang mengandung THC (tetrahydrocannabinol), zat psikoaktif utama yang terkandung dalam mariyuana (ganja). Hasil penelitian ini diharapkan dapat membuka pintu bagi penelitian lanjutan untuk lebih memahami efek perilaku dan psikologis yang muncul pada manusia setelah mereka mengkonsumsi makanan yang didalamnya terkandung zat mariyuana.

Penelitian ini merupakan yang pertama kalinya dengan metode konsumsi THC secara sukarela pada hewan, metode yang sama dengan cara manusia mengkonsumsi ganja.

Dalam artikel ilmiah yang diterbitkan dalam Drug and Alcohol Dependence, para peneliti dari IUPUI dan Indiana university Bloomington mengatakan bahwa mereka melakukan pengamatan terhadap tikus yang mengkonsumsi makanan yang mengandung THC atas kemauan mereka sendiri, dan setelah itu kondisi mereka menjadi kurang aktif, dan temperatur tubuh menjadi lebih rendah.

Para peneliti juga mencatat bahwa efek samping dari konsumsi makanan yang mengandung THC bervariasi tergantung dari jenis kelamin subyek, kata Michael Smoker, penulis utama artikel ilmiah dan calon penerima gelar Ph.D bidang ilmu syaraf ketergantungan obat di lab milik prof Stephen Boehm pada departemen psikologi IUPUI.

Pada penelitian tersebut, terlihat pada tikus yang atas kemauan sendiri memilih untuk mengkonsumsi makanan yang telah ditambahkan dosis tertentu dari THC, dan mereka melakukannya berulang kali, kata Smoker. Tikus tersebut secara berkala menerima makanan yang terdiri tepung, gula, garam, gliserol dan THC yang telah ditambahkan dosisnya.

Pemahaman akan efek samping terhadap kesehatan dari memakan makanan yang mengandung mariyuana dirasakan sangat penting saat ini, seiring dengan semakin populernya motode pengkonsumsian mariyuana ini di berbagai wilayah yang telah melegalkan pemakaian mariyuana, kata Smoker.

“Orang-orang dengan mudahnya bisa membeli kue, permen dan berbagai macam makanan dengan kandungan THC di dalamnya. Banyak dari produk makanan dengan kandungan mariyuana yang dibuat untuk tujuan komersial memiliki kadar THC yang lebih tinggi dari kandungan dalam tanaman mariyuana itu sendiri. Dalam beberapa kasus, banyak orang yang tidak mengetahui berapa banyak makanan dengan kandungan mariyuana yang boleh mereka konsumsi dan kahirnya mengkonsumsi lebih banyak dari yang seharusnya.

Pertanyaan yang perlu para peneliti jawab termasuk juga efek samping dari konsumsi makanan dengan kandungan mariyuana terhadap kemampuan seseorang untuk berfikir, apakah ada efek samping jangka panjang pada seseorang yang telah mengkonsumsi makanan ini secara berkala dan kemudian menghentikannya, dan apakah efek samping jika anak-anak secara tidak sengaja memakannya, kata Smoker.

Para oeneliti menggunakan tikus sebagai subyek eksperimen mereka untuk menjawab berbagai pertanyaan tentang efek samping konsumsi makanan dengan kandungan THC karena adanya batasan etik untuk tidak melakukan eksperimen pada manusia dan tidak adanya pengawasan terhadap subyek manusia ketika terpapar THC dan jenis obat terlarang lainnya.

Tikus yang digunakan dalam eksperimen sebelumnya dalam penelitian efek samping konsumsi mariyuana, tetapi untuk mengetahui bagaimana mereka mengatur dirinya untuk memilih mengkonsumsi mariyuana, sebagaimana dengan manusia, sangat sulit dipahami, Smoker menambahkan.