BAGIKAN
Virus SARS-CoV-2 (National Institute Allergy and Infectious Diseases/ flickr)

Saat ini, telah 17 tahun berlalu sejak pertama kali virus corona SARS-CoV, virus yang menjadi penyebab SARS (Severe Acute Respiratory Syndrom) terdeteksi di China dan kemudian menyebar ke empat negara lainnya. Dan berkat kesigapan organisasi kesehatan dunia yang bekerja sama dengan the Global Outbreak and Response Network (GROAN) dan otoritas kesehatan negara-negara yang terjangkit wabah penyakit tersebut, penyebaran virus ini bisa dikendalikan sebelum berkembang menjadi sebuah pandemi global.

Dan tahun ini, skenario kembali berulang, dan sayangnya kali ini kita tidak seberuntung pengalaman sebelumnya. Virus SARS-CoV-2 yang secara genetik mirip dengan virus SARS-CoV menyerang populasi manusia dan penyebarannya telah meluas secara global dan sulit sekali untuk dikendalikan. 

Belum lama ini satu tim peneliti mempublikasikan sebuah laporan penelitian yang dianggap cukup penting dalam masa pandemi ini karena berhasil mengungkap apa yang menyebabkan virus SARS-CoV-2, virus yang menjadi penyebab COVID-19 sangat mudah menular. Penemuan ini merupakan sebuah terobosan penting yang membuka pemahaman kita akan virus ini, dan juga dianggap penting dalam pengembangan metode pengobatan baru untuk melawan COVID-19.

Kuncinya ada pada spike atau tonjolan protein pada permukaan virus dan interaksinya dengan protein pada permukaan sel-sel manusia yang dikenal dengan neuropilin-1. Spike protein virus ini melekatkan diri pada bagian luar permukaan sel-sel target dan saling menyatu sebagai tahapan awal dari infeksi. Setelah meleburkan dirinya ke dalam sel manusia, virus ini akan ‘meretas’ sel-sel tersebut dengan melepaskan material genetik, meretas sistem dari sel inang untuk menghasilkan salinan dirinya dalam jumlah yang berlipat ganda. Kebanyakan infeksi viral pada sel-sel manusia terjadi melalui mekanisme tersebut, dan kelihatannya, virus SARS-CoV-2 memiliki ‘keahlian’ ekstra dibandingkan jenis virus lainnya dalam menginvasi sel-sel manusia.

Dari hasil penelitian sebelumnya, diketahui bahwa virus SARS-CoV-2 mendapatkan akses masuk ke dalam sel-sel manusia melalui sebuah reseptor yang dikenal dengan nama angiotensin converting enzyme 2 (ACE2) dan melalui reseptor yang diberi nama Type II transmembrane serine protease (TMPRSS2). Dan kini, para peneliti berhasil menemukan reseptor lainnya yang digunakan oleh virus SARS-CoV-2 untuk menginfeksi sel-sel manusia, yaitu neuropilin-1. Dari reseptor ini dapat diungkap mengapa virus ini sangat mudah menular dan mampu menyebar dengan cepat diantara sel-sel manusia.

Dalam sebuah studi yang hasilnya telah dipublikasikan dalam jurnal Science, penelitian yang dipimpin oleh Professor Peter Cullen, Dr. Yohei Yamauchi dan Dr Boris Simonetti dari University of Bristol, Inggris, berhasil diungkap bagaimana SARS-CoV-2 memanfaatkan neuropilin-1 untuk mengenali dan kemudian meleburkan diri pada permukaan sel-sel manusia.

“Ketika melihat pada hasil sekuens dari protein spike SARS-CoV-2, kami menemukan adanya jejak dari asam amino yang mirip dengan sekuens protein manusia yang berinteraksi dengan neuropilin-1,” kata para peneliti. “Dan dari penemuan tersebut kami mengajukan sebuah hipotesis sederhana: dapatkah spike protein dari SARS-Cov-2 berinteraksi dengan neuropilin-1 ketika menginfeksi sel-sel manusia?”

Berdasarkan penemuan ini, para peneliti menduga bahwa virus SARS-coV-2 secara efektif ‘mengecoh’ protein neuropilin-1 untuk masuk ke dalam sel-sel manusia. Dan karena sekuens asam amino dari virus SARS-CoV-2 sangat mirip dengan protein yang ada pada manusia, kemungkinan besar neuropilin-1 membiarkan virus ini masuk ke dalam sel.

Penemuan ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh peneliti dari Technical University di Jerman dan University of Helsinki di Finlandia, yang juga menemukan bahwa neuropilin-1 memiliki peranan penting dalam proses masuknya virus SARS-COv-2 ke dalam tubuh manusia, walaupun hasil penelitian tersebut belum lolos tahapan peer-reviewed.

Hasil penemuan ini dapat digunakan dalam pengembangan metode teurapetik anti-viral untuk melawan COVID-19. Dengan pengetahuan baru ini, para peneliti telah mengembangkan metode pengobatan antiviral terbaru yang dalam teori dapat menurunkan tingkat infektivitas virus SARS-CoV-2.

Dengan menggunakan zat antibodi monoklonal -jenis protein yang dikembangkan di lab yang mirip dengan zat antibodi alami yang dihasilkan di dalam tubuh manusia – atau dengan menggunakan obat-obatan tertentu yang dapat mencegah terjadinya interaksi virus, kami mampu menekan kemampuan virus SARS-Cov-2 untuk menginfeksi sel-sel manusia,” tim peneliti menjelaskan.