BAGIKAN
[Pixabay]

Terlepas dari segala kontroversialnya, prostitusi telah menjadi bagian dalam sejarah peradaban manusia. Prostitusi telah dipraktikkan di seluruh budaya kuno dan modern. Ada dua naluri dasar dalam karakter individu normal; keinginan untuk hidup dan keinginan untuk memperbanyak spesies. Dari interaksi kedua naluri inilah prostitusi berasal, dan karena alasan inilah profesi ini adalah yang tertua dalam pengalaman manusia. Meskipun ada upaya pengaturan secara konsisten, namun masih terus berlanjut dan hampir tidak pernah menghentikan kegiatannya.

Sejak kapan prostitusi hadir di muka Bumi untuk pertama kalinya, tidaklah jelas. Namun dalam perkembangan peradaban manusia sejak berpindah-pindah tempat sebagai masyarakat pemburu-pengumpul di zaman batu, bagi mereka memiliki tingkat dasar pakaian, makanan, dan tempat tinggal hanyalah impian. Pemburu terbaik mungkin mendapatkan hak atas potongan daging pilihan, paling tidak, setiap orang mendapatkan bagian yang kurang lebih sama.

Peralihan menuju ekonomi berbasis pertanian sekitar 10.000 tahun yang lalu telah membawa banyak perubahan dan perkembangan peradaban manusia yang signifikan. Saat manusia mulai menetap, beternak, dan bercocok tanam, menciptakan peluang kelebihan makanan yang dapat digunakan untuk membayar sesuatu di luar kebutuhan primer semata. Mungkin saja sejak saat ini orang mulai menjual jasanya.

Abad 18 – 7 SM

Undang-Undang Hammurabi [Traveltoeat]
Terdapat catatan sejarah yang telah dijadikan bahan rujukan dalam menelaah kondisi sosial masyarakat zaman dulu terutama terkait dengan kegiatan prostitusi, diantaranya yang telah ditulis oleh seorang sejarawan Yunani kuno, Herodotus, dalam karyanya Histories yang mengupas ‘Undang-Undang Hammurabi’ yang disusun pada awal masa pemerintahan raja Babilonia, Hammurabi (1792-750 SM), di antaranya mencakup ketentuan untuk melindungi hak waris dari para wanita penghibur.

Herodotus juga melaporkan bahwa setiap wanita, setidaknya sekali dalam hidupnya, harus berada di luar kuil dewi Ishtar (Inanna) dan setuju untuk berhubungan badan dengan orang asing apapun yang telah memilihnya. Begitu dia selesai melakukan ritual ini, pengunjung lelaki memberinya uang untuk disumbangkan ke kuil. Kebiasaan ini dianggap untuk memastikan kesuburan dan kemakmuran masyarakat yang berkelanjutan.

Dalam masyarakat Mesopotamia kuno, pertanian memegang peranan penting dan menjaga kesuburan tanah membutuhkan banyak perayaan keagamaan. Inanna, yang kemudian berubah menjadi dewi Ishtar Akkadia, Astenis Fenisia dan kemudian masih sebagai dewi Aphrodite Yunani, adalah dewi cinta, birahi, kecantikan, dan kesuburan.

Singa adalah salah satu simbol utama Inanna-Ishtar. Singa di atas berasal dari Gerbang Ishtar, gerbang kedelapan dari pusat kota Babilonia, yang dibangun sekitar tahun 575 SM di bawah perintah Nebukadnezar II.{Wikimedia]

Praktik prostitusi kuil, sebagaimana dijelaskan oleh Herodotus, telah ditentang oleh banyak cendekiawan modern. Wanita penghibur di kuil adalah mereka yang melakukan perdagangan di dalam kesucian kuil-kuil dengan izin dari para imam kuil dan dilakukan untuk dewa mereka. Seorang wanita lajang mungkin menemukan pekerjaan di kuil suci atau sebagai pembantu rumah tangga, tetapi jika tidak, dia akan kesulitan menghidupi dirinya sendiri.

Namun, karena keperawanan seorang wanita dianggap sebagai syarat untuk pernikahan, tampaknya tidak mungkin bahwa wanita yang belum menikah akan mengambil bagian dalam hal ini, tapi Herodotus menyatakan bahwa “setiap wanita” diharuskan melakukannya. Itu sebab sebagian mengatakan bahwa banyak yang pergi ke kuil sebagai perawan untuk mengabdikan hidup mereka dan tubuh mereka untuk menyembah dewa dewi mereka.

Ada juga yang mengatakan bahwa Herodotus adalah seorang reporter yang tidak dapat diandalkan, itulah sebabnya para sarjana terus memperdebatkan historisitas dari praktik ini. Kegiatan ritual akhirnya harus terhenti ketika kaisar Konstantin pada abad keempat Masehi berkuasa dan memporak-porandakan kuil-kuil dewi dan menggantikannya dengan sebuah agama baru.

Abad 6 SM

[Listverse]
Sastra Yunani mengacu pada tiga kelas wanita penghibur: Pornai atau budak yang dijadikan penghibur, Hetaera atau penghibur kelas tinggi, dan wanita penghibur jalanan. Pornai dan wanita penghibur jalanan memohon kepada para pelanggan pria dan bisa saja mereka wanita atau pria. Sementara Hetaera selalu perempuan. Tidak seperti pornai, wanita yang mempraktikkan profesinya di balik pintu tertutup, hetaira sering terlihat membuat keramaian di simposium.

Mereka dilarang menikahi warga negara, tetapi bisa dibeli dan dibebaskan oleh seseorang, meskipun praktik itu tidak disukai. Status mereka sebagai hetaira tidak akan pernah dihapus, dan jika mereka tertangkap berpura-pura menjadi warga negara penuh, mereka dapat dibawa ke pengadilan.

Mereka yang terbukti bersalah dapat dikembalikan ke kehidupan perbudakan. Hetaira sering dijadikan simpanan orang-orang yang paling kuat dan dikenal sebagai model untuk patung-patung Aphrodite, begitu besar keanggunan dan keindahannya. Namun, dari semua perempuan dalam sejarah prostitusi yang panjang di Yunani, tidak ada yang memenuhi standar tinggi seperti auletrides.

Pada suatu masa ketika layanan seks dikenakan pajak oleh negara, auletrides lebih terampil dari sekedar seni kesenangan seksual semata. Banyak yang membuktikan diri mereka tidak hanya pandai penyanyi dan penari ulung, tetapi bahkan pesenam dan pemain anggar.

Di era Athena, pria tidak menikah sampai mereka berusia sekitar tiga puluh tahun dan dengan sedikit kesempatan untuk melihat apalagi mengobrol dengan wanita warga negara terhormat di luar keluarga dekat mereka. Mungkin bisa dimengerti bahwa prostitusi adalah bagian penting dari kehidupan mereka. Dan, banyak pria yang datang tanpa keluarga dari berbagai koloni Yunani untuk mencari pekerjaan di Athena yang makmur, membantu menjadikan perdagangan seks sebagai industri utama.

Sebuah pepatah yang sering dikutip memperingatkan pria untuk tidak menyia-nyiakan warisan mereka dengan terlalu banyak kunjungan ke rumah bordil. Tetapi prostitusi saat itu legal dan dapat diterima secara moral, dan kekhawatirannya adalah berkurangnya harta warisan tidak dengan cara seperti itu.

Orang-orang kuno berasumsi bahwa pemenang dalam setiap pertempuran apa pun memiliki hak, jika mereka berminat, untuk menangkap dan memperbudak orang sebanyak yang dapat ia temukan di daerah yang telah ditaklukkan. Bayangkan keterkejutan yang dialami oleh seorang wanita di mana kota atau desanya diserbu. Dan bagi para wanita yang selamat, dikumpulkan oleh para pedagang budak yang tidak mereka kenali.

Kemudian bayangkan kengerian yang pasti dia rasakan ketika dia menemukan bahwa dia dilelang ke sebuah rumah bordil. Tergantung pada usianya, penampilan, kepribadian, bakat dan keberuntungan, ada beberapa tingkat pelacuran di mana dia bisa menemukan dirinya sendiri. Di bawah tangga ada para pejalan kaki yang dengan harga lebih dari satu atau dua potong roti melayani klien mereka di salah satu gang di sebuah area di pusat kota yang ramai.

Prostitusi tetap legal sepanjang periode Yunani dan Romawi, meskipun kaisar-kaisar Romawi Kristen sangat tidak menyarankannya, di masa selanjutnya.

Abad 6 M

[Wikimedia]
Reccared I memerintah dari tahun 586 hingga 601 yang baru saja dikonversi, adalah Raja Visigothic dari Hispania dan Septimania pada awal abad pertama, melarang prostitusi sebagai bagian dari upaya untuk membawa negaranya sejalan dengan ideologi Kristen. Tidak ada hukuman bagi pria yang mempekerjakan atau mengeksploitasi pelacur, tetapi wanita yang dinyatakan bersalah karena menjual bantuan seksual dicambuk 300 kali dan diasingkan.
Dalam kebanyakan kasus, ini sama dengan hukuman mati. Sepertinya sejak awal perkembangan peradaban, wanita menjadi tak berdaya baik sebagai pemilik profesi maupun terpaksa karena tidak memiki pilihan. Hukuman lebih ditujukan kepada kaum hawa ini, namun tidak terhadap peminatnya. Saat dinyatakan bersalah, dicambuk dan diasingkan – dalam masyarakat modern berupa hukuman sosial, pembelinya mungkin sedang bersiul santai menatap langit, yang padahal kosong.