BAGIKAN

JAKARTA–Undang-undang Jasa Konstruksi (UUJK) telah resmi di setujui pada Sidang Paripurna DPR RI, dan saat ini sedang proses pengesahan. Di dalamnya terdapat pasal yang mengatur terkait tenaga kerja konstruksi, dan mengharuskan seluruh tenaga konstruksi memiliki sertifikat ahli maupun terampil.

Oleh karena itu, di beberapa daerah tengah gencar dilakukan sertifikasi terhadap pekerja konstruksi. Sebelumnya, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) melaksanakan uji sertifikasi 50 orang tenaga kerja konstruksi di Pos Lintas Batas Negara, Entikong, Kalimantan Barat.

Harapan seorang siswi SMK itu tak berlebihan karena memang seharusnya seperti itulah potret lulusan SMK di Indonesia, yakni kompetensinya diakui oleh LPJK sehingga memudahkan yang bersangkutan mencari lapangan pekerjaan, menciptakan peluang, dan bersama komponen lain berpartisipasi bagi pertumbuhan ekonomi.

Wahyuningsih tidak sendiri. Sebenarnya semangat untuk memiliki sertifikat kompetensi ini juga diinginkan oleh jutaan calon tenaga kerja di Indonesia, khususnya sektor konstruksi nasional. Pada saat itu, Wahyuningsih bersama 1.183 tenaga konstruksi se-Sulawesi sedang mengikuti pelatihan, ujian sekaligus sertifikasi secara gratis.

Kepala Balai Jasa Konstruksi Wilayah VI Makassar Moody Sanger mengatakan bahwa kegiatan tersebut bagian dari kegiatan serupa di Surabaya dan Jakarta dengan jumlah peserta masing-masing 1.200 orang.

Khusus Sulawesi, lebih dari 1.000 tenaga konstruksi yang terdiri atas 110 orang juru ukur di Politeknik Negeri Makassar, 35 orang di Universitas Hasanuddin, 100 orang juru ukur dari SMK Negeri V Makassar, 75 orang pelaksana jalan Enrekeng, 155 orang dari Pare-Pare, 35 orang tukang/mandor dari Gowa, 50 orang tukang/mandor dari Bumikarsa, 200 orang tukang/mandor dari LPJK, 25 orang tukang/mandor di Bumi Tamalanrea Permai, 200 orang dari Provinsi Sulteng, dan 200 orang dari Provinsi Sulawesi Barat.

Gerakan sertifikasi itu merupakan bagian dari target sertifikasi tenaga konstruksi secara nasional hingga 2019 sebanyak 750.000 tenaga konstruksi ahli dan terampil.

Sertifikasi tidak lain adalah untuk meningkatkan daya saing para tenaga konstruksi itu sendiri, termasuk menyiapkan tenaga konstruksi nasional bersaing pada era Masyarakat Ekonomi ASEAN yang berlaku sejak 2015.

“Tidak hanya di ASEAN, tenaga konstruksi nasional juga harus siap bercaing di kancah internasional atau global,” kata Moody.

Gagal Konstruksi
Salah satu tolok ukur dari keberhasilan sebuah proses konstruksi adalah hasil konstruksi dari sebuah proyek yang dibangun oleh kontraktor dan tenaga konstruksi di dalamnya adalah ketiadaan kegagalan dalam konstruksi itu sendiri.

Artinya, jika sebuah bangunan dinyatakan selesai, prosesnya secara ideal berhenti sampai di situ. Proses berikutnya adalah pemeliharaan oleh pemakai atau pemesan.

Namun, apa yang terjadi di Indonesia pada beberapa tahun terakhir, sejumlah proyek konstruksi nasional ternyata sering kali masih terjadi kegagalan konstruksi atau dengan kata lain proyek yang dibangun ternyata bermasalah sehingga bangunan menjadi runtuh sebelum waktunya atau bagian tertentu mengalami kegagalan.

Dirjen Bina Konstruksi Kementerian PUPR Yusid Toyid pernah memberikan contoh runtuhnya jembatan penyeberangan orang di Pasar Minggu, robohnya atap Bandara Terminal 3 Ultimate Soekarno-Hatta, robohnya Jembatan Kuning di Klungkung Bali, dan robohnya Jembatan Sekarteja di Lombok Timur yang menyebabkan korban jiwa.

“Kurangnya kompetensi pekerja konstruksi menjadi salah satu penyebab terjadinya kegagalan bangunan dan kecelakaan konstruksi. Oleh karena itu, kami terus mendorong adanya sertifikasi tenaga kerja konstruksi sehingga kualitas pekerja konstruksi dapat dijamin dan diandalkan,” katanya.

Bahkan, Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Basuki Hadimuljono pernah berujar bahwa ke depan sertifikasi menjadi modal para pekerja konstruksi terjun dan diakui di dalam pekerjaan konstruksi.

“Konkretnya, tidak bisa lagi proyek konstruksi dilakukan oleh pekerja atau tukang-tukang dari kampung yang tidak jelas kompetensinya. Mereka selama ini disebut tukang kan hanya oleh kalangan mereka sendiri, bukan oleh lembaga yang kompeten,” katanya.

Persoalannya berapa sebenarnya tenaga konstruksi di Tanah Air saat ini dan berapa yang memiliki kompetensi memadai yang antara lain ditandai dengan kepemilikan sertifikasi kompetensi?

Data dari Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi Nasional (LPJKN) 2016 tentang Potret Tenaga Kerja Konstruksi Indonesia Kuartal I 2016 menunjukkan bahwa jumlah tenaga kerja konstruksi bersertifikasi sebanyak 500.566 orang.

Sementara itu, pekerja konstruksi yang bersertifikat baru sekitar 5,5 persen dari sekitar 7,3 juta tenaga kerja konstruksi (data BPS) dan dari data itu hingga Desember 2015 sesuai dengan data LPJKN terdiri atas 122.501 orang tenang ahli dan 279.194 orang tenaga terampil.

Pertanyaan berikutnya apakah ini sudah cukup di tengah program percepatan pembangun infrastruktur nasional hingga 2019 dengan nilai investasi hampir Rp5.000 triliun?”Direktorat Jenderal Bina Konstruksi juga akan melakukan kerjasama dengan unit organisasi Kementerian PUPR lain seperti Ditjen Bina Marga, Ditjen Cipta Karya, Ditjen SDA, dan Ditjen Penyediaan Perumahan untuk mempekerjakan tenaga kerja konstruksi bersertifikat sesuai Undang-Undang Jasa Konstruksi,” kata Direktur Jenderal Bina Konstruksi yang diwakili oleh Direktur Kerjasama dan Pemberdayaan Ditjen Bina Konstruksi Kementerian PUPR Dudi Suryo Bintoro, seperti dilansir dari lama resmi Kementerian PUPR, Jumat (20/1/2017).

Dudi juga menyampaikan terkait pentingnya Sistem Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) kepada peserta. Dimana dalam UUJK telah disebutkan bahwa penyelenggara konstruksi yang lalai dalam SMK3 akan di blacklist dari penyelenggaraan konstruksi pada proyek Kementerian PUPR.

Kegiatan yang diselenggarakan oleh Balai Jasa Konstruksi wilayah V Banjarmasin bekerjasama Direktorat Pengembangan Kawasan dan Pemukiman Strategis Ditjen Cipta Karya ini, melakukan uji sertifikasi melalui uji kompetensi tenaga kerja konstruksi oleh Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi (LPJK) Provinsi Kalimantan Barat.

Sertifikat sangat diperlukan para tenaga kerja konstruksi Indonesia sebagai bukti kemampuan dalam bidang konstruksi. Apalagi dengan persaingan di era globalisasi, Indonesia harus meningkatkan daya saing salah satunya dengan peningkatan kompetensi tenaga kerja konstruksi Nasional.

“Untuk itulah harus dibuktikan kemampuan tenaga kerja konstruksi kita, dan tidak ada cara lain selain melalui sertifikat” ungkap Dudi.

Pada kesempatan yang sama dilakukan pula kegiatan Diskusi terkait Evaluasi Pelaksanaan Kontrak Design and Build di Pos Lintas Batas Negara Entikong, yang dipimpin oleh Direktur Bina Kompetensi dan Produktivitas Konstruksi Masrianto.

Diskusi ini diikuti oleh Kasubdit dan Kasie Ditjen Bina Konstruksi dan Satuan Kerja Pengembangan Kawasan dan Pemukiman Strategis Ditjen Cipta Karya. Dalam diskusi ini dibahas terkait proses pelaksanaan design and build yang terintegrasi antara penyedia konstruksi dan kontraktor.

Diharapkan integrasi ini akan berjalan dengan lancar. Meskipun masih dimungkinkan akan ada kendala dari kekurangan waktu penyedia melakukan observasi lapangan sehingga bahan bangunan yang di perlukan dapat disesuaikan dan tidak ada perubahan.

“Perlu adanya peraturan terkait unforeseen condition. Jangan sampai seperti proyek tol Bali Mandala yang mendapatkan masalah kurangnya pengecekan di lapangan sehingga kebutuhan bahan tidak sesuai dengan perkiraan sebelumnya”, ungkap Masrianto.

Masriyanto juga menambahkan agar ke depannya tidak ada beban yang ditanggung oleh penyedia jasa. Karena selama ini jika melenceng, penyedia jasalah yang di rugikan.

Direktorat Jenderal Bina Konstruksi saat ini tengah menyiapkan perubahan PERMEN agar unforeseen condition dapat dimasukan dalam PERMEN tersebut. Namun, masih menunggu diskusi lebih lanjut dengan Pimpinan Tinggi Madya Ditjen Bina Konstruksi.

Pada kesempatan ini dilakukan pula penandatangan Kerjasama Operasional (KSO) antara Balai Jasa Konstruksi wilayah V Banjarmasin, Satuan Kerja Pengembangan Kawasan dan Pemukiman Strategis Ditjen Cipta Karya dan PT. Wijaya Karya (Persero) Tbk yang disaksikan oleh Direktur Kerjasama dan Pemberdayaan dan didampingi oleh Direktur Bina Kompetensi dan Produktivitas Konstruksi.