BAGIKAN
sotong
(Credit: John Beyer)

Seorang anak ditempatkan di sebuah ruangan dengan marshmallow. Mereka diberi tahu jika berhasil tidak memakan marshmallow selama 15 menit, maka mereka akan mendapatkan marshmallow kedua, dan diperbolehkan memakan keduanya. Percobaan ini dikenal sebagai uji marshmallow. Dan, sebuah penelitian terbaru menunjukkan bahwa bukan saja anak-anak, ternyata hewan sotong pun bisa melewati pengujian ini.

Penemuan ini menunjukkan bahwa terdapat banyak hal yang tidak diketahui dari otak kecil cephalopoda ini. Para peneliti mengatakan bahwa kemampuan hewan ini dalam belajar dan beradaptasi, bisa saja hasil evolusi untuk memberikan manfaat baginya terkait predasi. Di kedalaman laut tempat mereka hidup, setiap saat dihadapkan pada kondisi untuk siap dimangsa atau memangsa.

Uji marshmallow pada intinya menguji bagaimana kecerdasan kognitif berkembang pada manusia. Tepatnya, pada usia berapa manusia cukup pintar untuk mengendalikan keinginannya jika pengorbanannya tersebut akan mendatangkan hasil yang lebih baik. Kemampuan untuk menunda kepuasan ini menunjukkan kemampuan kognitif berupa perencanaan di masa depan.

Para peneliti menguji enam ekor sotong yang diletakkan pada suatu suatu tempat khusus. Di dalamnya terdapat dua buah ruangan tertutup dengan pintu transparan, sehingga hewan tersebut dapat melihat apa yang ada di dalamnya. Pada setiap ruangan tersebut tersimpan makanan. Ruangan pertama tersimpan sepotong udang king prawn mentah yang kurang disukai. Sementara di ruangan kedua tersimpan udang rumput yang masih hidup kesukaannya.

Sotong-sotong tersebut dilatih untuk mengenali setiap makna simbol yang terdapat pada setiap pintu ruangan. Simbol lingkaran menandakan pintu akan langsung terbuka. Simbol segitiga, pintu akan terbuka setelah selang waktu antara 10 hingga 130 detik. Dan simbol kotak, pintunya akan selalu tertutup yang hanya digunakan sebagai kontrol.

Dalam pengujiannya, udang king prawn mentah ditempatkan di balik pintu yang terbuka. Sedangkan udang yang masih hidup, baru bisa diakses setelah beberapa saat. Jika sotong menghampiri udang king prawn, udang rumput yang masih hidup langsung diangkat. Sedangkan pada kelompok kontrol, udang rumput tetap tidak dapat diakses di balik pintu berlambang kotak yang tidak akan terbuka.

Para peneliti menemukan bahwa semua sotong dalam kondisi uji memutuskan untuk menunggu makanan pilihan mereka (udang hidup), tetapi tidak menggubriskan udang hidup dalam kelompok kontrol, di mana mereka tidak dapat mengaksesnya.

“Sotong dalam penelitian ini semuanya dapat menunggu imbalan yang lebih baik dan penundaan yang ditoleransi hingga 50-130 detik, yang sebanding dengan apa yang kita lihat pada vertebrata berotak besar seperti simpanse, gagak, dan burung beo,” kata ahli ekologi perilaku Alexandra Schnell dari University of Cambridge.

Sotong yang bisa menunggu lebih lama untuk makan juga menunjukkan kinerja kognitif yang lebih baik dalam tugas belajar. Dalam eksperimen tersebut, sotong dilatih untuk mengaitkan isyarat visual dengan imbalan makanan. Kemudian, situasinya dibalik, jadi hadiah itu dikaitkan dengan isyarat yang berbeda.

“Sotong yang paling cepat mempelajari kedua asosiasi tersebut lebih baik dalam melakukan pengendalian diri,” kata Schnell.

Menunda keinginan pada manusia dianggap memperkuat ikatan sosial antar individu. Penulis penelitian memperkirakan bahwa menunda keinginan, mungkin merupakan produk sampingan dari kebutuhan sotong dalam berkamuflase untuk bertahan hidup.

“Sotong menghabiskan sebagian besar waktunya untuk berkamuflase, terdiam dan menunggu, sesekali diselingi mencari makanan,” kata Schnell.

“Mereka membuka penyamarannya saat mencari makan, sehingga mereka terlihat oleh setiap predator di lautan yang ingin memakannya.”

“Kami berspekulasi bahwa menunda keinginan mungkin telah berevolusi sebagai produk sampingan dari ini, sehingga sotong dapat mengoptimalkan pencarian makan dengan menunggu untuk memilih kualitas makanan yang lebih baik.”

Menemukan hubungan antara pengendalian diri dan kinerja pembelajaran pada suatu spesies di luar garis keturunan primata adalah contoh ekstrim dari evolusi konvergen. Di mana sejarah evolusi yang sangat berbeda telah mengarah pada fitur kognitif yang sama.

Penelitian tim telah dipublikasikan dalam Proceedings of the Royal Society B .