BAGIKAN
Caenorhabditis elegans. Credit: Wikipedia

Stres bisa jadi bernilai positif ketika dirasakan selagi muda yang bisa memperpanjang usia kehidupan, menurut sebuah penelitian terbaru yang hasilnya telah dipublikasikan di jurnal Nature.

Stres yang dimaksud adalah suatu keadaan di mana jumlah radikal bebas di dalam tubuh melebihi kapasitas tubuh untuk menetralkannya, yang disebut stres oksidatif. Para peneliti menemukan bahwa stres oksidatif, yang dialami di awal kehidupan dapat meningkatkan ketahan terhadap stres selanjutnya, di kemudian hari.

Para peneliti dari University of Michigan, melakukan uji cobanya pada cacing C. elegans yang biasa dijadikan sebagai objek penelitian selain tikus. Peneliti Ursula Jakob dan Daphne Bazopoulou menemukan bahwa cacing yang menghasilkan lebih banyak oksidan selama masa pertumbuhannya, berusia lebih lama daripada cacing yang menghasilkan oksidan yang lebih sedikit.




Stres oksidatif adalah bagian dari proses penuaan, tetapi juga dapat timbul dari kondisi stres seperti olahraga dan pembatasan kalori.

Menurut Jakob, salah satu bagian yang menentukan variabilitas dalam umur kehidupan seseorang adalah genetika: “Jika orang tua Anda berumur panjang, Anda memiliki peluang bagus untuk hidup lebih lama juga. Lingkungan adalah bagian yang lain.”

C. elegans merupakan organisme berumur pendek yang sudah sejak lama menjadi sistem model yang populer di kalangan para peneliti. Sebagian hal tersebut dikarenakan bahwa setiap induknya menghasilkan ratusan keturunan yang identik secara genetika. Namun, ketika disimpan di lingkungan yang sama, masa hidup keturunannya berbeda-beda, bervariasi hingga taraf yang mengejutkan, kata Jakob.

“Jika rentang hidup ditentukan hanya oleh gen dan lingkungan, kita akan menyangka bahwa cacing yang identik secara genetik yang tumbuh pada cawan petri yang sama, semuanya akan mati pada waktu yang sama pula, tetapi kejadiannya sama sekali tidak demikian. Beberapa cacing hidup hanya tiga hari sementara yang lainnya masih dengan senang hati bergerak-gerak setelah 20 hari,” kata Jakob. “Pertanyaannya kemudian, apakah penyebabnya, selain dari genetika dan lingkungan, yang dapat menyebabkan perbedaan besar dalam masa hidup?”

Jakob dan Bazopoulou, seorang peneliti pascadoktoral dan penulis utama makalah, menemukan sebagian dari jawabannya ketika mereka mendapatkan selama pertumbuhan cacing C. elegans bervariasi secara substansial dalam jumlah spesies oksigen reaktif –  senyawa organik yang memiliki gugus fungsional dengan atom oksigen yang bermuatan elektron lebih – yang mereka hasilkan.

Spesies oksigen reaktif, atau ROS (reactive oxygen species), adalah oksidan yang dihasilkan oleh setiap organisme yang bernafas dengan udara. ROS terkait erat dengan penuaan: kerusakan oksidatif yang diperoleh adalah apa yang diklaim oleh kebanyakan produk krim anti-penuaan untuk memeranginya. Bazopoulou dan Jakob menemukan bahwa alih-alih memiliki umur yang lebih pendek, cacing yang menghasilkan lebih banyak ROS selama pertumbuhannya justru hidup lebih lama.

“Mengalami stres pada titik awal kehidupan ini dapat membuat Anda lebih mampu melawan stres yang mungkin Anda temui di kemudian hari,” kata Bazopoulou.




Ketika para peneliti mengekspos seluruh populasi cacing yang berumur muda untuk ROS eksternal selama pertumbuhan, umur rata-rata seluruh populasi meningkat. Meskipun para peneliti belum tahu apa yang memicu peristiwa stres oksidatif selama pertumbuhan, tapi mereka mampu menentukan proses apa yang meningkatkan umur cacing tersebut.

Untuk melakukan ini, Bazopoulou mengurutkan ribuan larva C. elegans berdasarkan tingkat stres oksidatif yang mereka miliki selama pertumbuhan. Dengan memisahkan cacing yang menghasilkan ROS dalam jumlah besar dari cacing yang menghasilkan ROS dengan jumlah sedikit, ia menunjukkan bahwa perbedaan utama antara kedua kelompok adalah pengubah histon, yang aktivitasnya peka terhadap kondisi stres oksidatif.

Para peneliti menemukan bahwa produksi sementara ROS selama pertumbuhan menyebabkan perubahan pengubah histon di awal kehidupan cacing. Bagaimana perubahan ini bertahan sepanjang hidup dan bagaimana akhirnya memengaruhi dan memperpanjang umur, masih belum diketahui. Apa yang diketahui, bagaimanapun, adalah bahwa pengubah histon spesifik ini, juga sensitif terhadap stres oksidatif yang sensitif dalam sel mamalia. Selain itu, intervensi terhadap awal kehidupan telah terbukti memperpanjang rentang kehidupan dalam sistem model mamalia seperti tikus.



“Gagasan umum bahwa peristiwa awal kehidupan memiliki efek positif yang mendalam di kemudian hari dalam kehidupan, adalah benar-benar menarik. Mengingat hubungan yang kuat antara stres, penuaan dan penyakit yang berkaitan dengan usia, ada kemungkinan bahwa kejadian awal dalam kehidupan juga dapat memengaruhi kecenderungan usia. Penyakit yang terkait, seperti demensia dan penyakit Alzheimer,” kata Jakob.

Selanjutnya, para peneliti ingin mengetahui kunci perubahan apa yang dipicu oleh peristiwa awal kehidupan ini. Memahami hal ini memungkinkan para ilmuwan untuk mengembangkan intervensi yang dapat memperpanjang umur, yang efeknya dirasakan pada tahap selanjutnya dalam kehidupan.