BAGIKAN
(Credit: Tedward Quinn/Unsplash)

Organisasi Kesehatan dunia (WHO) memperingatkan pada hari Sabtu lalu bahwa mereka belum menemukan bukti pada orang-orang yang telah di tes positif mengidap virus corona baru, memiliki imunitas dan tidak akan terinfeksi kembali oleh virus tersebut.

Peringatan ini juga menyebutkan bahwa berhembusnya kabar tentang akan diterbitkannya “passport imunitas” dapat menyebabkan penyebaran pandemi ini semakin meluas.

“Saat ini belum ada bukti ilmiah yang bisa menjamin orang-orang yang telah sembuh dari COVID-19 dan telah memiliki antibodi dalam tubuh mereka akan terlindungi dari infeksi kedua dari virus ini,” WHO memberikan pernyataan.

“Hingga tanggal 24 April 2020, belum ada penelitian yang mengevaluasi apakah keberadaan antibodi SARS-CoV-2 di dalam sistem tubuh dapat menjamin imunitas terhadap infeksi lanjutan dari virus ini pada manusia.”



Dan pemerintahan di beberapa negara, yang menginginkan dimulainya kembali aktivitas ekonomi di negara mereka, menyerukan ide dikeluarkannya dokumen untuk memastikan seseorang telah memiliki imunitas terhadap penyakit ini dengan berbasis tes serologi untuk mengetahui adanya zat antibodi di dalam darah mereka.

Tetapi keefektifan imunitas karena terbentuknya antibodi di dalam darah masih belum didukung oleh data ilmiah untuk mengkonfirmasi pemberian “passport imunitas” atau sebuah “sertifikat bebas resiko penularan”, demikian WHO memberi peringatan.

Hingga titik sekarang ini pada pandemi, belum ada cukup bukti tentang efektifitas imunitas atas terbentuknya antibodi untuk menjamin keakuratan sebuah “passport imunitas” ataupun “sertifikat bebas resiko penularan.”

“Banyak orang yang berasumsi bahwa mereka telah memiliki imunitas terhadap infeksi kedua karena mereka pernah terkonfirmasi positif ketika melakukan tes dan mungkin akan mengabaikan anjuran kesehatan publik,” kata WHO.

“Penggunaan sertifikat semacam itu justru akan meningkatkan resiko semakin meluasnya penularan,”

Dan telah dilaporkan di beberapa negara, termasuk di Korea Selatan dan China, pasien-pasien yang telah dinyatakan sembuh dari COVID-19 kembali terkonfirmasi positif ketika melakukan tes.

Ada beberapa kemungkinan yang menjelaskan mengapa hal itu bisa terjadi. Jong Eun-kyeong, direktur pusat pengendalian dan pencegahan penyakit Korea Selatan mengatakan bahwa kemungkinan besar pasien-pasien tersebut bukan terinfeksi kembali, tetapi virus yang ada di dalam tubuh mereka mungkin kembali aktif.



Hasil tes yang salah bisa juga menjadi kemungkinan, demikian pakar Kesehatan mengatakan, mungkin masih ada sisa virus di dalam sistem pasien-pasien tersebut tetapi hal-hal ini tidaklah beresiko memperluas penularan pada orang lain.

WHO juga meyakini bahwa metode tes serologi yang kini digunakan membutuhkan validasi lanjutan untuk memastikan keakuratan dan reliabilitas hasilnya.

Tes ini harus dipastikan bisa membedakan respon imunitas terhadap virus corona baru dari produksi antibodi dalam darah selama terjadi infeksi dan enam jenis virus corona lainnya yang juga menginfeksi manusia, empat diantaranya telah menyebar luas, menyebabkan gejala pilek ringan.

Dan dua jenis lainnya bertanggung jawab atas penyakit MERS (Middle East Respiratory Syndrome) dan SARS (Severe Acute Respiratory Syndrome).

“Orang-orang yang pernah terinfeksi oleh salah satu dari virus-virus tersebut akan memproduksi zat antibodi yang akan berinteraksi dengan zat antibodi yang diproduksi sebagai respon atas terjadinya infeksi oleh virus SARS-CoV-2,” kata WHO, untuk mempertegas pentingnya proses identifikasi antibodi yang spesifik.

Dalam empat bulan sejak pertama kali muncul di kota Wuhan, China, virus SARS-Cov-2 telah membunuh lebih dari 200.000 orang dan menginfeksi lebih dari 2,8 juta orang di seluruh dunia.

Dan hingga kini belum ada satupun negara di dunia dimana telah terjadi penyebaran virus ini, diketahui mempunyai populasi yang cukup besar dengan zat antibodi, atau dikenal dengan “herd immunity”.

Hasil penelitian yang dilakukan di Austria, dengan mengambil sampel sebuah populasi yang representatif, menemukan bahwa kurang dari 1% penduduknya yang “terinfeksi akut” dengan virus corona, masih jauh dibawah batas passport imunitas yang harus dicapai suatu wilayah untuk melepas status karantina wilayah.