BAGIKAN
(Credit: Nita JY/ flickr)

Tidak semua dinosaurus telah punah, beberapa hewan masih bertahan melewati berbagai peristiwa kepunahan di Bumi, dan meneruskan genomnya. Misalnya ayam atau hewan unggas dan, satu-satunya mamalia beracun seperti hewan pengerat, Hispaniolan solenodon.

Kali ini para ilmuwan internasional telah mengurutkan genom hewan tuatara. Sejenis reptil langka yang bukan termasuk kadal. Tuatara adalah satu-satunya anggota yang masih hidup dari ordo Rhynchocephalia, yakni bangsa reptil yang berkembang pada periode Trias, sekitar 250 juta tahun yang lalu.

Hasil penelitiannya telah dipublikasikan di jurnal Nature.



Tuatara merupakan binatang endemik dari Selandia Baru dan sangat penting bagi budaya masyarakat māori. Kata “tuatara” itu sendiri berasal dari māori, yang berarti “jengger di punggung” – mengacu pada deretan jengger di sepanjang leher dan punggungnya. Tuatara dianggap sebagai “taonga”  atau harta, dipandang sebagai penjaga pengetahuan, dan terkadang dikaitkan dengan pertanda buruk bagi masyarakat Māori.

Sebagai makhluk yang biasa berburu di malam hari, hewan ini  dapat hidup hingga usianya mencapai sekitar 100 tahun. Memiliki kekuatan dalam menahan cuaca yang sangat dingin – paling aktif pada suhu dingin (5-18 ℃) yang akan membuat banyak reptil lainnya membeku tak berkutik. Selain itu, mereka juga mampu menahan napas hingga selama satu jam, dan melihat cahaya menggunakan mata ketiga yang ada di atas kepalanya.

“Tuatara adalah spesies terakhir yang bertahan dari kelompok reptil yang berkeliaran di bumi bersama dinosaurus dan dengan luar biasa, genomnya berbagi fitur dengan sejenis mamalia seperti platipus dan echidna,” kata David Adelson dari University of Adelaide.

“Klaim awal bahwa tuatara bukan kadal didasarkan pada perbedaan anatomi seperti adanya baris kedua gigi atas, yang tidak terlihat pada kadal mana pun. Penemuan  genetik dan fosil selanjutnya telah mengkonfirmasi bahwa tuatara memiliki warisan yang terpisah.” kata yang tidak terlibat dalam penelitian.

Para peneliti menunjukkan bahwa beberapa urutan DNA yang berpindah atau melompat pada suatu lokasi yang disebut sebagai ‘gen pelompat‘, yang ditemukan pada tuatara, sangat mirip dengan yang ditemukan pada platipus sementara yang lainnya lebih mirip dengan yang ada pada kadal.



“Genom tuatara mengandung sekitar 4% gen pelompat yang umum pada reptil, sekitar 10% umum pada monotremata (platipus dan echidna) dan kurang dari 1% umumnya terdapat pada mamalia berplasenta seperti manusia,” kata Adelson.

“Ini adalah pengamatan yang sangat tidak biasa dan menunjukkan bahwa genom tuatara adalah kombinasi aneh dari berbagai komponen mamalia dan reptilia.”

“Pembagian yang tidak biasa dari elemen monotremata dan sejenis reptil yang berulang, merupakan indikasi jelas dari nenek moyangnya yang sama meskipun sudah lama sekali,” kata Terry Bertozzi dari South Australian Museum.

Tanpa kerabat dekat, posisi tuatara dalam pohon kehidupan telah lama diperdebatkan. Penelitian menempatkan tuatara dengan kuat pada suatu cabang yang bersamaan dengan kadal dan ular, tetapi mereka tampaknya telah terpisah dan menjadi spesies mereka sendiri selama sekitar 250 juta tahun – jumlah waktu yang sangat lama mengingat primata hanya berasal sekitar 65 juta tahun yang lalu, dan hominid, dari mana manusia diturunkan, berasal sekitar enam juta tahun yang lalu.

“Merupakan suatu kehormatan untuk menjadi bagian dari proyek ini, yang telah menjadi kolaborasi bersejarah yang sejati dengan iwi (suku asli Māori) Ngātiwai. Meskipun ini sebagian besar adalah ilmu pengetahuan fundamental, saya berharap ini akan menghasilkan cara berpikir baru tentang kita sendiri. struktur genom yang mungkin memiliki relevansi dengan kesehatan kita,” kata Adelson.