BAGIKAN
Unsplash

Di dalam tubuh kelelawar terdapat berbagai vrus yang saat berpindah menginfeksi manusia bisa mematikan, seperti SARS, MERS, Ebola, Marburg. Dari pengamatan yang dilakukan terhadap kelelawar yang hidup di Myanmar, para peneliti telah menemukan enam virus corona yang baru diketahui untuk pertama kalinya. Meskipun virus ini tidak terkait erat dengan virus corona penyebab SARS CoV-1, MERS atau COVID-19, namun temuan ini dapat menambah wawasan dalam mencegah penyebaran virus dari hewan menuju manusia.

Para peneliti dari Smithsonian’s National Zoo & Conservation Biology Institute menerbitkan hasil studinya di PLOS ONE.

“Pandemi virus mengingatkan kita betapa dekatnya kesehatan manusia dengan kesehatan satwa liar dan lingkungan,” kata Marc Valitutto, mantan dokter hewan satwa liar di Program Kesehatan Global Smithsonian dan penulis utama penelitian ini.



“Di seluruh dunia, manusia berinteraksi dengan satwa liar dengan frekuensi yang semakin meningkat, jadi kita akan semakin memahami tentang virus ini pada hewan – apa yang memungkinkan virus untuk bermutasi dan bagaimana menyebar ke spesies lainnya – kita akan semakin baik dapat mengurangi potensi pandeminya.”

Para peneliti mendeteksi virus-virus baru ini saat melakukan biosurveillance – pengumpulan, pengintegrasian, dan pengkomunikasian data informasi penting yang memiliki keterkaitan dengan aktivitas penyakit dan ancaman terhadap kesehatan manusia, hewan, atau tanaman – terhadap hewan dan manusia untuk lebih memahami keadaan penyebaran penyakit sebagai bagian dari proyek PREDICT, sebuah inisiatif yang didanai oleh US Agency for International Development (USAID).

Tim memfokuskan penelitian mereka di berbagai lokasi di Myanmar di mana manusia lebih mungkin untuk melakukan kontak dekat dengan satwa liar setempat karena perubahan penggunaan lahan dan pembangunan. Dari Mei 2016 hingga Agustus 2018, mereka mengumpulkan lebih dari 750 sampel air liur dan tinja dari kelelawar di daerah ini. Para ahli memperkirakan bahwa ribuan virus corona – banyak di antaranya belum ditemukan – ada pada kelelawar.

Para peneliti menguji dan membandingkan sampel dengan virus corona yang telah diketahui dan mengidentifikasi enam virus corona baru untuk pertama kalinya. Tim itu juga mendeteksi virus corona yang telah ditemukan di tempat lain di Asia Tenggara, tetapi tidak pernah sebelumnya seperti yang di Myanmar ini.

Virus corona telah menyebabkan penyakit luas pada manusia, termasuk SARS CoV-1, MERS dan yang terbaru adalah pandemi global COVID-19. Penelitian di masa depan diperlukan untuk mengevaluasi potensi penyebarannya pada spesies lain untuk lebih memahami risiko terhadap kesehatan manusia.

Para penulis mengatakan temuan ini menggarisbawahi pentingnya pengawasan untuk penyakit zoonosis seperti yang terjadi pada satwa liar. Hasilnya akan memberikan panduan dalam pengawasan terhadap populasi kelelawar di masa depan untuk lebih mendeteksi potensi ancaman dari virus terhadap kesehatan masyarakat .

“Kebanyakan virus corona mungkin tidak menimbulkan risiko bagi manusia, tetapi ketika kita dapat mengidentifikasi penyakit ini sejak dini pada hewan, pada sumbernya, kita memiliki peluang berharga untuk menyelidiki potensi ancaman,” kata Suzan Murray, direktur Program Kesehatan Global Smithsonian dan penulis penelitian ini. “Pengawasan, penelitian, dan pendidikan yang waspada adalah alat terbaik yang kita miliki untuk mencegah pandemi sebelum terjadi.”



Peter Alagona dari University of California, Santa Barbara, yang tidak terlibat dalam studi ini mengatakan: “Mengapa kelelawar membawa begitu banyak penyakit, tetapi tampaknya tidak terpengaruh olehnya? Mutasi genetik yang meningkatkan sistem kekebalan tubuh mereka mungkin telah membantu. Tetapi jawaban yang lebih baik adalah, bahwa kelelawar adalah satu-satunya mamalia yang terbang.”

Bagaimanapun, adalah kurang tepat jika pada akhirnya harus menyalahkan kelelawar sebagai penyebab tunggal dari pandemi dan secara frontal memusnahkannya. Tanpa disadari dan secara tidak langsung hewan ini telah menghadirkan banyak manfaatnya bagi manusia serta makhluk hidup lainnya.

Sebelumnya, para peneliti telah mencatat bahwa dengan merusak habitat kelelawar tampaknya akan memberikan tekanan pada hewan ini. Pada kondisi seperti ini, akan lebih memungkinkan bagi kelelawar untuk menyebarkan virusnya melalui air liur, urin, dan kotorannya yang dapat menginfeksi hewan lain.