BAGIKAN
(Credit : Sumitomo Forestry)
(Credit : Sumitomo Forestry)

Sebuah perusahaan Jepang dan Universitas Kyoto berencana untuk membuat satelit berbahan kayu yang lebih ramah lingkungan, namun tahan dalam kondisi ekstrim.

Banyak peneliti serta ilmuwan di seluruh dunia setuju bahwa sampah antariksa menjadi masalah serius. Semakin bertambahnya sampah di sekitar orbit Bumi bukan saja dapat mempersulit navigasi, tapi juga melepaskan zat berbahaya ke atmosfer. Dan puing-puing dari satelitnya bisa sampai ke bumi dan membahayakan objek angkasa lainnya. Pada tahun 2006 misalnya, sepotong kecil sampah luar angkasa bertabrakan dengan Stasiun Luar Angkasa Internasional.

Perusahaan ini bernama Sumitomo Forestry. Bekerja sama dengan para peneliti dari Universitas Kyoto untuk mengembangkan satelit pertama yang terbuat dari kayu. Mereka berencana untuk merampungkannya pada tahun 2023.

Sebagai langkah awal, kemitraan ini bereksperimen dengan berbagai jenis pohon yang tumbuh di lingkungan ekstrem di Bumi. Sehinga dapat ditentukan kayu yang paling cocok untuk digunakan sebagai bahan satelit dengan kondisi perubahan suhu dan radiasi matahari yang ekstrim. Namun, ketika sudah tak terpakai tidak membahayakan dan akan terbakar sepenuhnya saat kembali ke Bumi.

Satelit umumnya terbuat dari bahan-bahan yang mampu menahan suhu ekstrem dan bombardir radiasi secara terus menerus dalam ruang hampa. Beberapa komponen utamanya termasuk aluminium, Kevlar, dan aluminium paduan. Namun, dengan ketangguhan dari bahan-bahan tersebut, juga memungkinkan bagi satelit untuk tetap berada di orbit meski sudah tak terpakai. Hal ini akan terus-menerus menimbulkan penumpukan sampah antariksa yang mengorbit planet.

Menurut World Economic Forum, saat ini terdapat sekitar 6.000 satelit yang mengelilingi bumi tetapi hanya 60% yang masih digunakan. Sisanya, menjadi sampah antariksa.

Mempertimbangkan usianya, ini menunjukkan bahwa mungkin ada ribuan lagi satelit mati yang mengorbit planet ini di tahun-tahun mendatang. Puing-puing ruang angkasa ini menimbulkan ancaman signifikan bagi satelit lain dan juga misi luar angkasa berawak.

Bahan aluminium yang digunakan satelit telah ditemukan pecah saat satelit kembali ke Bumi. Menciptakan ratusan hingga ribuan partikel alumina kecil yang akhirnya mengambang di atmosfer atas selama bertahun-tahun. Kemungkinan akan menimbulkan berbagai masalah lingkungan. Oleh karena itu, para peneliti dengan proyek barunya ini mencari cara untuk mengganti bahan-bahan tersebut dengan kayu.

Manfaat besar lainnya dari penggunaan kayu untuk membuat kulit terluar satelit adalah, gelombang elektromagnetik akan mampu melewatinya. Sehingga antenanya dapat ditempatkan di dalam satelit, mempermudah dalam perancangan dan penggunaannya.

Sampah ruang angkasa dapat menumbuk objek lain dengan kecepatan lebih dari 22.300 mph, lebih cepat dari peluru yang melaju kencang. Sehingga dapat menyebabkan kerusakan yang cukup besar pada benda apa pun yang ditabraknya. Pada tahun 2006, misalnya, potongan kecil sampah antariksa bertabrakan dengan Stasiun Luar Angkasa Internasional, mengeluarkan serpihan dari jendela yang telah dirancang sangat kokoh.