BAGIKAN
Trenggiling (Wikipedia)

Para peneliti dari Cina yang menyelidiki asal mula hewan penyebab wabah mematikan virus corona di Cina mengatakan hari Jumat, trenggiling yang terancam punah mungkin menjadi “mata rantai yang hilang” antara kelelawar dan manusia, tetapi para ilmuwan lain mengatakan bahwa penelusurannya mungkin belumlah berakhir.

Sebuah studi sebelumnya – sejak didiskreditkan – menunjuk pada ular, dan masih ada banyak spesies kandidat di pasar margasatwa Wuhan yang dianggap sebagai titik nol epidemi tersebut.

Wabah SARS tahun 2002-2003, yang melibatkan jenis virus corona yang berbeda, berpindah pada manusia melalui musang, mamalia kecil yang berharga di Cina karena dagingnya.

Tautan yang hilang: trenggiling?

Banyak hewan yang mampu menularkan virus ke spesies lain, dan hampir semua jenis virus corona menular pada manusia berasal dari satwa liar.


Kelelawar dikenal sebagai pembawa strain terbaru penyakit ini, yang telah menginfeksi setidaknya 31.000 orang dan membunuh lebih dari 630 orang di seluruh dunia, sebagian besar di Cina tempat wabah itu berasal.

Analisis genetik baru-baru ini menunjukkan bahwa jenis virus yang saat ini menyebar di antara manusia adalah 96 persen identik dengan yang ditemukan pada kelelawar.

Tetapi menurut Arnaud Fontanet, dari Institut Pasteur Prancis, penyakit itu kemungkinan tidak langsung berpindah dari kelelawar menuju manusia.

“Kami pikir ada hewan lain yang merupakan perantaranya,” katanya kepada AFP.

Beberapa penelitian menunjukkan bahwa virus bat-bourne tidak memiliki perangkat yang diperlukan untuk menempel pada reseptor sel manusia. Namun masih belum jelas hewan mana yang menjadi mata rantai yang hilang.

Fontanet percaya perantara itu “mungkin mamalia,” mungkin berasal dari keluarga musang.

Setelah menguji lebih dari 1.000 sampel berbagai satwa liar, para ilmuwan di Universitas Pertanian Cina Selatan menemukan bahwa urutan genom virus di trenggiling 99 persen identik dengan penderita virus corona, kantor berita resmi Xinhua melaporkan .

Tetapi para ahli lainnya mendesak agar berhati-hati.

“Ini bukan bukti ilmiah,” kata James Wood, kepala departemen kedokteran hewan di University of Cambridge. “Investigasi ke dalam reservoir hewan teramat sangat penting, bahkan hasilnya, seharusnya dipublikasikan untuk pengawasan internasional kemudian.”

“Hanya melaporkan deteksi RNA virus dengan kesamaan urutan 99+ persen tidaklah cukup,” tambahnya.

Pencarian yang sia-sia?

Untuk mengidentifikasi pelakunya secara lebih meyakinkan, para peneliti perlu menguji setiap spesies yang dijual di pasar Wuhan – hampir tidak mungkin, mengingat pasarnya sekarang telah ditutup secara permanen.

Martine Peeters, seorang ahli virus dari Institut Penelitian dan Pengembangan (IRD) Prancis, bekerja pada tim yang mengidentifikasi hewan inang dari virus Ebola selama epidemi yang terjadi baru-baru ini.


Mereka menemukan bahwa kelelawar yang sebenarnya menularkan virus pada manusia, dan Peeters percaya bahwa kemungkinan itulah yang terjadi kali ini.

Fontanet mengatakan bahwa para peneliti Cina melakukan hal yang serupa sekarang.

“Mereka mengatakan mereka sudah menganalisis berbagai sampel dari truk sampah,” katanya. “Mereka tidak mengatakan yang mana, tapi saya pikir mungkin itu kotoran yang bertebaran begitu saja.”

Mengapa itu penting?

Meskipun mungkin sudah terlambat untuk wabah ini, mengidentifikasi hewan pertana pembawa virus corona bisa mejadi buki yang vital dalam mencegah penyebarannya di masa depan.

Cina misalnya, melarang penjualan musang untuk dijadikan makanan setelah wabah SARS.

Eric Leroy, seorang ahli virologi dan dokter hewan di IRD mengatakan, penelusuran itu bisa dengan cepat menghasilkan hasilnya seperti pada kasus SARS. Sama saja, itu bisa memerlukan waktu hingga bertahun-tahun.

“Ebola saja, penelitiannya dimulai pada 1976 dan kita tidak mendapatkan hasil hingga pertama yang diterbitkan di tahun 2005,” katanya kepada AFP.

Salah satu faktor penentu adalah seberapa persen dari spesies yang sama yang terinfeksi.

“Jika itu rendah, misalnya kurang dari satu persen, itu jelas akan memperkecil kemungkinan Anda menemukan hewan yang terinfeksi,” kata Leroy.