BAGIKAN
Kukang jawa ( Nycticebus javanicus ) adalah primata strepsirrhine dan spesies kukang asli dari bagian barat dan tengah pulau Jawa, di Indonesia. (Wikipedia)

Bagi sebagian orang, kucing bisa menimbulkan alergi. Sebuah penelitian terhadap racun yang dimiliki oleh kukang, satu-satunya primata berbisa di dunia, mengungkapkan asal mula potensi alergi yang disebabkan oleh kucing. 

Sebuah tim internasional, yang dipimpin oleh Associate Professor University of Queensland Bryan Fry, telah mempelajari kukang di Cikananga Wildlife Rescue Centre (Pusat Penyelamatan Satwa Cikananga) di Sukabumi, Indonesia.



“Kukang adalah satu-satunya primata yang diketahui memiliki racun dan mereka hampir tidak dipelajari,” kata Dr. Fry.

“Meskipun telah menjadi misteri bagi sains, kukang umumnya diselundupkan dari alam dan dijual dalam perdagangan hewan peliharaan, jadi penelitian dari pusat penyelamatan kami adalah peluang sempurna untuk melakukan beberapa kebaikan dalam situasi yang buruk.

“Umumnya kukang menggunakan racunnya untuk bertarung dengan kukang lain, yang dapat menyebabkan luka yang sangat sulit untuk disembuhkan.

“Tapi, ketika manusia yang digigit, korbannya akan menunjukkan gejala seolah-olah mereka akan mengalami syok alergi.”

Dia mengatakan kesamaan ini bahkan lebih mencolok ketika dipelajari di lab.

“Kami menganalisis pengurutan DNA dari protein yang terdapat dalam racun kukang, menemukan bahwa itu hampir identik dengan protein alergenik yang terdapat pada kucing.

“Kucing mengeluarkan dan membentengi diri mereka dengan protein ini, dan itulah reaksi Anda jika Anda alergi terhadapnya.



“Teori kami adalah karena protein ini digunakan sebagai senjata pertahanan pada kukang, masuk akal jika kucing juga menggunakan alergen sebagai senjata pertahanannya.

“Fakta bahwa begitu banyak orang yang alergi terhadap kucing mungkin bukanlah sebuah kebetulan.

“Mungkin ini telah terseleksi di alam liar secara evolusi sebagai pertahanan melawan predator.

 “Kemampuan ini untuk memicu alergi sebagai senjata, mungkin bukan sesuatu yang terbatas pada kukang saja, tetapi mungkin secara terpisah telah berevolusi juga pada kucing pada saat yang sama.

“Ini adalah hipotesis menarik yang kami coba uji dalam penelitian di masa depan.”

Dr Fry mengatakan tim peneliti menganggap bahwa hal ini sebagai contoh evolusi yang elegan yang sedang berlangsung.

“Temuan ini menunjukkan bagaimana sifat inventif ketika mengembangkan senjata baru yang beracun,” katanya.

“Alergi manusia terhadap kucing sangat luar biasa sehingga akan menjadi kebetulan yang luar biasa jika hal ini bukanlah senjata pertahanan yang telah berevolusi, seperti protein yang sama yang digunakan oleh kukang.

“Kucing kesayanganmu tidak akan mengetahuinya, tetapi ia mungkin telah mengembangkan pertahanan beracunnya untuk berlindung dari predator sebisa mungkin.

“Demikian pula, jalur penelitian ini membuka area penelitian menarik lainnya, seperti alergi pada semut dan lebah juga menjadi sesuatu yang telah terseleksi oleh evolusi – di mana sistem kekebalan korban sedang dibajak.

“Studi ini adalah contoh yang baik  tentang apa yang membuat sains begitu indah, di mana setiap jawaban memunculkan beberapa pertanyaan baru dan menarik”.

Penelitian ini telah dipublikasikan di Toxins.