BAGIKAN

Bangunan ini seperti penggabungan antara desain kolosalum Romawi dengan sebuah donat. Bangunan tulou, ditemukan di provinsi Fujian di baratdaya China, merupakan bagian dari beberapa struktur bersejarah yang paling menakjubkan di negara ini.

Namun banyak bangunan tempat tinggal ini -yang menampilkan halaman yang dikelilingi oleh rumah – rumah yang bertingkat- sekarang mulai terancam punah.

Meskipun 46 dari tulou terbesar dan terpenting telah terdaftar oleh UNESCO sebagai situs Warisan Dunia, diperkirakan 3.000 orang yang masih berada di provinsi tersebut tidak memiliki kejelasan status.

Kebanyakan bangunan tulou ini hampir kosong dan mengalami kerusakan setelah ditinggalkan para penghuninya untuk  mendapatkan kesempatan perbaikan ekonomi di perkotaan.

UNESCO menggambarkan perlindungannya terhadap tulou karena sebagai  “contoh yang luar biasa dari sebuah tradisi dan fungsi bangunan yang memberi contoh jenis kehidupan komunal tertentu.”

Kebanyakan bangunan tulou berebentuk lingkaran atau persegi , namun ada juga yang berbentuk lonjong, tergantung kepada lansekapnya

UNESCO menunjukkan bahwa desain tulou sangat ideal untuk tujuan pertahanan sekaligus mendorong gaya hidup komunal. Organisasi tersebut mengatakan bahwa, “Perumahan mencakup seluruh klan , rumah-rumah berfungsi sebagai unit desa dan dikenal sebagai ‘kerajaan kecil untuk keluarga’ atau ‘kota kecil yang ramai’.”

Lin Lusheng, yang tumbuh di sebuah tulou bernama Gedung Taoshu di desa Neilong Fujian, setuju dengan sentimen ini. Dia telah menjalankan misi untuk memberi harapan baru pada desain bangunan yang sering kali terbengkalai ini.

34 tahun memulai proyek “Hao Cuobian” – ungkapan itu berarti “tetangga yang baik” dalam dialek yang diucapkan oleh nenek moyang Hokkien – dan sejak tahun 2015 dia telah menghabiskan uang yang dia dapatkan melalui proyek untuk merenovasi Gedung Taoshu, dan mendidik sisa warganya tentang budaya leluhur mereka.

“Tulou membuat saya sadar akan rasa sebuah komunitas,” katanya. “Ketika saya masih kecil, anak-anak akan makan di rumah tetangga jika orang tua mereka harus bekerja di pertanian. Sudah menjadi kebiasaan jika terlihat anak-anak saling mengetuk pintu untuk meminta sebagai teman makan dan bermain,” kenangnya tentang desain tulou dan kemampuannya untuk menumbuhkan interaksi sosial.

“Ini merupakan sesuatu yang telah hilang dalam masyarakat modern.”

Tetangga Yang Baik

Tulou pertama ini merupakan yang terunik di provinsi Fujian, China bagian tenggara, dibangun menjelang akhir Dinasti Song China (960 M – 1279 M) oleh orang-orang dari kelompok etnis Hakka China yang melarikan diri dari utara negara tersebut melalui berbagai migrasi karena kerusuhan sosial. Atau untuk menghindari daerah utara yang dilanda perang.

“Mereka menetap di daerah pedesaan karena mereka sering kali miskin dan tidak bisa berbuat apa – apa terhadap  pihak yang berkuasa,” kata Lin. “Mereka harus membangun rumah klan sendiri dengan biaya sendiri.”

Tempat tinggal, yang bisa menampung hingga 800 orang pada satu waktu, dibangun dengan menggunakan campuran tanah liat, yang kadang-kadang diperkaya dengan kayu, dan dikeraskan menjadi beberapa bagian dengan cetakan bambu besar.

Seringkali tingginya tiga atau empat lantai, perumahan biasanya hanya memiliki satu pintu masuk terjaga keamanannya yang menuju ke halaman utama.

“Dindingnya sangat tebal, dan akan terdapat tangki air di atas gerbang karena pada zaman dahulu perusuh atau pencuri akan membakar gerbang terlebih dahulu,” jelas Lin Weicheng, seorang mahasiswa arsitektur di Universitas Xiamen yang bekerja dengan Lin Lusheng di Gedung Taoshu. Renovasi

“Ada juga yang mengatakan bahwa ada terowongan bawah tanah yang bisa dilewati,” Lin Weicheng menambahkan. “Mereka memiliki sumur air, dan tulou yang lebih besar akan memiliki lahan pertanian kecil dengan sayuran dan ternak.

“Dalam beberapa tulou besar cadangannya bisa bertahan selama dua atau tiga bulan.”

Bentuk tulou mendorong keeratan masyarakat  dan walaupun setiap keluarga memiliki bagian rumah individu, penduduk akan tetap berkumpul di halaman untuk upacara seperti pemujaan leluhur dan acara pernikahan, serta interaksi normal kehidupan sehari-hari.

Meskipun fasilitas mereka tampak dasar menurut standar modern, tinggal di tulou merupakan indikator keberhasilan di antara orang-orang Hakka yang membangunnya. Dengan hanya melalui pertolongan mereka bisa tinggal didalamnya.

Orang-orang dari kelompok etnis Hokkien juga membangun tulou, namun sementara struktur Hakka memiliki koridor panjang yang membentang di setiap lantai bangunan, sementara tempat tinggal orang-orang Hokkien tidak.

Meskipun kedua gaya menampilkan ruang publik terbuka di tengah, koridor bersama dalam gaya Hakka membuat bangunan menjadi lebih komunal.

“Ini karena budaya,” kata Lin Weicheng. “Orang-orang Hakka adalah pendatang atau pengungsi dari utara dan tidak merasa aman tinggal di wilayah lain, sehingga memiliki ruang publik membuat mereka lebih mudah untuk tetap bersama dalam keadaan darurat.”

Kenangan Yang Memudar

Pariwisata daripada sektor pertanian, sekarang lebih banyak mendukung  kepada mereka yang tinggal di bangunan bersejarah, dan ada kecenderungan meningkat bagi orang muda pedesaan di China untuk pindah dari kampung halaman mereka ke kota-kota.
Lin Lusheng memiliki kenangan indah tumbuh di tulou, dan berharap pekerjaannya yang terus berlanjut akan memastikan warisannya tidak padam dengan generasi ini. Banyak orang mulai pindah dari Gedung Taoshu pada tahun 1990an dan sekarang hanya sekitar 30 orang dari 14 keluarga yang tinggal di sana.
“Orang muda tidak tinggal di tulou lagi – orang meninggalkan rumah bangsa mereka dalam keadaan  kosong,” katanya.”Bukan hanya tulou – bahkan rumah-rumah yang baru dibangun menjadi kosong saat orang-orang pergi ke kota untuk bekerja.
 Sejauh ini dia telah memperoleh uang mendekati 120.000 yuan ($ 17.400) melalui sumbangan dan hibah untuk mendukung usahanya itu. Dan sementara dia menyelesaikan renovasi Gedung Taoshu pada bulan Juni 2016, pekerjaan tetap berlanjut.
Selain mengerjakan proyek renovasi baru, Lin Lusheng mengadakan kursus ekstra kurikuler di Gedung Taoshu tempat dia dibesarkan, mengajar sekitar 60 anak sekolah tentang arsitektur dan budaya tulou di wilayah ini.
Dia juga berharap untuk membangun sebuah program yang memungkinkan keluarga yang pindah dari rumah tulou ke kota untuk mengirim anak-anak mereka kembali tinggal di rumah mereka selama liburan sekolah.
“Dengan kursus pendidikan kami, kami berharap masyarakat setempat akan lebih memahami tulou dan lingkungan sekitar mereka,” tambahnya.
“Pemahaman dan identitas diri sangat penting bagi perasaan siapa pun terhadap kampung halaman mereka.”