Di ujung timur jauh Gurun Taklamakan yang sepi, ratusan kilometer dari pemukiman terdekat, sekumpulan kayu pancang tebal menandai titik pemakaman berusia 4.000 tahun. Kuburan terletak di atas gundukan pasir kecil. Tiang-tiang kayu, yang ujungnya telah terkikis oleh angin kuat selama berabad-abad, adalah batu nisan dari mereka yang terkubur di bawahnya.
Musim panas yang kering dan musim dingin yang dingin telah membantu melestarikan jasad sedemikian rupa sehingga orang masih dapat melihat fitur dan kontur wajah mereka. Salah satu dari tubuh mumi ini, yang dijuluki “Kecantikan Xiaohe”, dipastikan ia seorang wanita cantik ketika masih hidup. Tubuhnya telah mampu bertahan dari usia bahkan sampai ke bulu matanya yang halus.
Pada tahun 1910, seorang pemburu Uighur bernama Ördek berkeliaran di sepetak tanah gersang yang tidak ramah di Gurun Taklamakan China ketika ia menemukan barisan kayu-kayu pancang ibarat sebuah hutan yang terdiri dari pepohonan mati tanpa meninggalkan dahannya. Di sekitar tiang ia menemukan tulang belulang manusia dan artefak keagamaan kuno. Menyadari bahwa tempat tersebut terlarang, dia bergegas pergi dan tidak pernah mendekati tempat itu lagi.
Beberapa dekade kemudian, seorang penjelajah dan arkeolog Swedia, Folke Bergman, sedang menelusuri kawasan mencari reruntuhan kuno yang berhubungan dengan kisah ‘Jalan Sutra’ ketika seseorang mengarahkannya kepada Ördek. Meski Ördek menjelaskan kepada Bergman bagaimana menemukan kuburan tersebut tetapi ia menolak untuk pergi bersamanya. Bergman berhasil menemukan situs itu dan menamakannya Ördek Necropolis.
Bergman menggali sekitar selusin tubuh, dan menemukan sekitar 200 artefak. Dia meninggalkan catatan yang cukup rinci tentang temuannya dalam buku Archaeological Researches in Sinkiang Especially the Lop-nor Region – buku dapat dibaca secara online dalam format digital. Bergman mencatat bentuk peti mati yang tidak biasa, yang tampak seperti perahu terbalik. Setelah menempatkan yang mati di perahu terbalik ini, mereka dengan hati-hati ditutupi dengan kulit sapi dan dikubur di pasir bersama dengan keranjang jerami berisi gandum dan biji-bijian makanan lainnya. Tempat penyimpanan kayu kemudian dimasukkan ke dalam tanah. Seluruh situs, dipenuhi dengan monumen kayu berbentuk seperti dayung dan figur manusia kayu, tulis Bergman.
Pada bulan Oktober 2003, sebuah proyek penggalian, yang diselenggarakan oleh Institut Relik Budaya dan Arkeologi Xinjiang, dimulai di situs tersebut. Sebanyak 167 kuburan telah ditemukan sejak akhir tahun 2002, dan penggalian telah mengungkap ratusan kuburan kecil yang dibangun berlapis-lapis.
Pada 2006, sebuah peti mati yang dibungkus dengan kulit sapi berbentuk perahu ditemukan berisi mumi yang sangat utuh dari seorang wanita muda, yang kemudian disebut sebagai Kecantikan Xiaohe. Mereka menemukan bahwa penemuan Bergman jauh lebih luar biasa daripada yang diperkirakan sebelumnya.
“Belum pernah ada begitu banyak mumi ditemukan di satu tempat di mana pun di dunia,” kata Idelisi Abuduresule , seorang peneliti dan kepala Institut Relik Budaya dan Arkeologi Xinjiang
Para arkeolog juga menemukan berbagai macam patung dan binatang ukiran kayu besar, topeng kayu kecil, dan ukiran kayu alat kelamin pria dan wanita, di antara hal-hal lainnya.
“Semua ini membawa kita ke dunia misterius yang diserap dengan suasana religius yang asli,” kata Idelisi. “Konotasi budaya yang kaya dari pemakaman Xiaohe tidak tertandingi di antara penemuan arkeologi Cina dan asing.”
Nekropolis Ördek sekarang disebut sebagai Pemakaman Xiaohe, berdasarkan sungai kering di dekatnya. Tapi arkeolog lebih suka menyebutnya Pemakaman Sungai Kecil No. 5.
Salah satu temuan yang lebih menarik adalah bahwa meskipun kuburan terletak di China, mayat memiliki fitur Eropa yang kuat dengan rambut cokelat dan hidung panjang. Analisis genetika mumi menunjukkan bahwa garis keturunan ibu dari orang-orang Xiaohe berasal dari Asia Timur dan Eurasia Barat, sedangkan garis keturunan ayah semuanya berasal dari Eropa.
Para Arkeolog percaya bahwa populasi Eropa dan Siberia mungkin menikah sebelum memasuki Lembah Tarim sekitar 4.000 tahun yang lalu. Cekungan Tarim sudah kering ketika orang-orang Xiaohe masuk itu memaksa mereka untuk bertahan hidup sampai danau dan sungai di mana mereka bergantung akhirnya benar-benar mengering.