BAGIKAN
(Credit: Towfiqu barbhuiya)

Sindrom iritasi usus besar (IBS) adalah suatu kondisi yang umumnya memengaruhi sistem pencernaan. Ini menyebabkan berbagai gejala seperti kram perut, kembung, diare dan sembelit. Sebuah hipotesis baru mengungkapkan bahwa iritasi usus besar bisa dipengaruhi oleh gravitasi Bumi.

“Selama ada kehidupan di Bumi, dari organisme paling awal hingga Homo sapiens, gravitasi telah membentuk semua yang ada di planet ini tanpa henti,” kata Spiegel, yang juga seorang profesor kedokteran. “Tubuh kita dipengaruhi oleh gravitasi sejak kita lahir hingga hari kematian kita. Ini adalah kekuatan yang sangat mendasar sehingga kita jarang menyadari pengaruhnya yang konstan pada kesehatan kita.”

“Sistem tubuh kita terus-menerus ditarik ke bawah,” kata Spiegel. “Jika sistem ini tidak dapat mengatasi tarikan gravitasi, maka hal itu dapat menyebabkan berbagai masalah seperti nyeri, kram, pusing, berkeringat, detak jantung cepat, dan masalah punggung —semua gejala yang terlihat pada IBS. Itu bahkan dapat berkontribusi pada pertumbuhan bakteri yang berlebihan di usus, masalah yang juga terkait dengan IBS.”

Mekanisme yang mendasari IBS telah membingungkan para peneliti sejak pertama kali dijelaskan lebih dari seabad yang lalu. Sementara gangguan tersebut memengaruhi hingga 10% dari populasi dunia, para ahli masih belum yakin bagaimana atau mengapa hal itu berkembang.

Gravitasi dapat menekan tulang belakang dan mengurangi kelenturan seseorang. Itu juga dapat menyebabkan organ bergeser ke bawah, bergerak dari posisi yang seharusnya. Isi perutnya berat, seperti sekarung kentang yang ditakdirkan untuk kita bawa sepanjang hidup kita, jelas Spiegel.

“Tubuh berevolusi untuk mengangkat beban ini dengan seperangkat struktur pendukung. Jika sistem ini gagal, maka gejala IBS dapat muncul bersamaan dengan masalah muskuloskeletal,” kata Spiegel.

Beberapa orang memiliki tubuh yang lebih mampu membawa beban daripada yang lain. Misalnya, beberapa orang memiliki sistem suspensi “melar” yang menyebabkan usus terkulai. Yang lain memiliki masalah tulang belakang yang menyebabkan diafragma melorot atau perut menonjol, yang menyebabkan perut tertekan.

Faktor-faktor ini dapat memicu masalah motilitas atau pertumbuhan bakteri yang berlebihan di usus. Ini juga dapat membantu menjelaskan mengapa terapi fisik dan olahraga efektif untuk IBS karena intervensi ini memperkuat sistem pendukung.

“Sistem saraf kita juga berkembang dalam dunia gravitasi, dan itu mungkin menjelaskan mengapa banyak orang merasakan perut ‘kupu-kupu’ saat cemas,” kata Spiegel.

Sensasi kupu-kupu di perut bisa disebabkan oleh peningkatan kadar zat norepinefrin pada seluruh sistem saraf pusat. Selain karena jatuh cinta, sensasi kupu-kupu dapat muncul saat seseorang merasa cemas, takur, atau merasakan adanya bahaya.

Beberapa orang lebih tahan terhadap G-force daripada yang lainnya. Misalnya, seseorang bisa mengangkat tangannya sambil menjerit saat berada di roller coaster, sementara yang lainnya menggertakkan gigi dan mengerang. Orang pertama terhibur sementara yang kedua merasa terancam, mengungkapkan spektrum dari apa yang disebut Spiegel sebagai “G-force vigilance”. 

Kontributor lain yang mungkin berperan adalah serotonin, neurotransmitter yang mungkin telah berevolusi sebagian untuk mengelola gravitasi di seluruh sistem tubuh. Serotonin diperlukan untuk peningkatan suasana hati, baik secara metaforis maupun harfiah, kata Spiegel. Tanpanya, orang juga tidak akan bisa berdiri, menjaga keseimbangan, mengedarkan darah, atau memompa isi usus melawan gravitasi.

Penelitian ini dipublikasikan di The American Journal of Gastroenterology.