BAGIKAN
Credit: Aron Visuals

Bagaimana waktu berjalan dan terjadi di alam semesta? Para peneliti berupaya mendapatkan penjelasan tentang bagaimana tepatnya arah waktu muncul dari interaksi yang terjadi pada skala partikel dan sel. Meskipun bagaimana tepatnya ini sebenarnya terjadi, masih belum jelas.

Pada dasarnya, arah waktu muncul dari hukum kedua termodinamika. Jika entropi diasosiasikan dengan kekacauan, maka pernyataan hukum kedua termodinamika di dalam proses-proses alami cenderung bertambah ekivalen dengan menyatakan, kekacauan dari sistem dan lingkungan cenderung semakin besar.

Di mana pada skala mikroskopis dari sistem fisik cenderung meningkat secara acak, bergerak dari keteraturan menuju ketidakteraturan. Semakin tidak teratur suatu sistem, semakin sulit untuk menemukan jalan kembali ke keadaan teratur, dan semakin kuat arah waktunya.

Sederhananya, kecenderungan alami alam semesta untuk bergerak menuju keadaan kacau adalah alasan mendasar mengapa manusia menganggap waktu mengalir dalam satu arah yang konstan.

Singkatnya, kecenderungan alam semesta menuju ketidakteraturan adalah alasan mendasar mengapa kita mengalami waktu yang mengalir dalam satu arah.

“Dua pertanyaan yang diajukan tim kami adalah, jika kami melihat sistem tertentu, apakah kami dapat mengukur kekuatan arah waktunya, dan apakah kami dapat memilah bagaimana ia muncul dari skala mikro, di mana sel dan neuron berinteraksi, ke seluruh sistem?” kata Christopher Lynn, penulis utama dan rekan pascadoktoral di program ITS dalam sebuah pernyataan.

“Temuan kami memberikan langkah pertama menuju pemahaman bagaimana arah waktu yang kita alami dalam kehidupan sehari-hari muncul dari detail yang lebih mikroskopis ini.”

Untuk mulai menjawab pertanyaan-pertanyaan ini, para peneliti mengeksplorasi bagaimana arah waktu dapat diuraikan dengan mengamati bagian-bagian tertentu dari suatu sistem dan bagaimana semua itu saling berinteraksi.

Bagian-bagian dari sistem itu bisa berukuran lebih kecil. Misalnya, bisa berupa neuron yang berfungsi di dalam retina. Pada saat mata melihat satu keadaan, proses dari sistem penglihatan ini dapat menunjukkan bahwa arah waktu dapat dipecah menjadi bagian-bagian yang berbeda. Di mana hal tersebut dihasilkan oleh bagian-bagian yang bekerja baik secara mandiri, berpasangan, atau dalam konfigurasi yang lebih kompleks.

Berdasarkan pada cara menguraikan arah waktu tersebut, para peneliti menganalisis eksperimen tentang respons neuron dalam retina salamander, terhadap berbagai penyajian film yang berbeda-beda.

Pada salah satu film, sebuah objek bergerak melintasi layar secara acak. Sementara pertunjukan yang lain menggambarkan kompleksitas yang meliputi berbagai adegan di alam. Dari kedua film tersebut, para peneliti menemukan bahwa arah waktu muncul dari interaksi di antara pasangan neuron yang sederhana. Dan itu bukanlah kelompok neuron yang besar dan rumit.

Anehnya, tim juga mengamati bahwa retina menunjukkan arah waktu yang lebih kuat ketika salamander menonton gerakan acak daripada pemandangan alam. Lynn mengatakan temuan terakhir ini menimbulkan pertanyaan tentang bagaimana persepsi internal kita tentang arah waktu menjadi selaras dengan dunia luar.

“Hasil ini mungkin menarik bagi para peneliti ilmu saraf,” kata Lynn. “Mereka bisa, misalnya, mengarah pada jawaban tentang apakah arah waktu berfungsi secara berbeda di otak yang neurotipikal.”

“Dekomposisi Chris tentang ireversibilitas lokal — juga dikenal sebagai arah waktu — adalah kerangka kerja umum yang elegan yang dapat memberikan perspektif baru untuk menjelajahi banyak sistem non-kesetimbangan berdimensi tinggi,” kata David Schwab, profesor Fisika dan Biologi di Graduate Center, CUNY dan peneliti utama studi tersebut.

Penelitian ini telah diterbitkan di Physical Review Letters.