BAGIKAN

Kekeringan di Somalia, Penjatahan air di Roma. Banjir di Jakarta, India dan Badai Harvey meluluh lantah Houston. Tidak perlu para ahli hidrologi untuk menyadari bahwa sedang terjadi krisis air global yang terus berlanjut. Setiap bulan Agustus, ahli air, inovator industri, dan peneliti berkumpul di Stockholm untuk World Water Week untuk mengatasi masalah air yang paling parah di planet ini.

Apa yang mereka sonsong untuk tahun ini? Berikut adalah ikhtisar singkat tentang krisis air global yang terus meningkat.

1) Kita sedang mengubah iklim, membuat kawasan menjadi  lebih cepat mengering dan presipitasi yang lebih Variabel dan Ekstrim.

Perubahan iklim memanaskan planet ini, membuat geografi terpanas di dunia bahkan lebih terik lagi. Pada saat yang sama, awan bergerak menjauh dari garis khatulistiwa menuju kutub, karena fenomena pengantar perubahan iklim yang disebut ekspansi Hadley Cell. Hal ini menghilangkan wilayah khatulistiwa seperti sub-Sahara Afrika, Timur Tengah dan Amerika Tengah yang menyediakan air hujan.

Paradoksnya, perubahan iklim juga meningkatkan curah hujan di daerah lain, dan orang-orang yang tinggal di dekat sungai dan aliran air paling banyak mendapatkan kerugian. Saat ini, setidaknya 21 juta orang di seluruh dunia berisiko mengalami banjir sungai setiap tahunnya. Angka tersebut dapat meningkat menjadi 54 juta pada tahun 2030. Semua negara dengan eksposur terbesar terhadap banjir sungai paling tidak berkembang atau negara berkembang – yang membuat mereka lebih rentan terhadap perubahan iklim dan bencana alam. Musim panas ini, banjir yang ekstrim menenggelamkan sepertiga dari Bangladesh, mengklaim lebih dari 115 nyawa melayang dan 5,7 juta warga dalam kepayahan.

2) Lebih Banyak Orang + Lebih Banyak Uang = Permintaan Air Lebih Banyak.

Ini adalah persamaan sederhana: Seiring dengan pertumbuhan populasi dan pendapatan, begitu pula permintaan air akan terus meningkat. Populasi dunia, yang sekarang mencapai 7,5 miliar, diproyeksikan akan menambah 2,3 miliar lebih banyak lagi manusia pada tahun 2050. Bagaimana planet ini bisa memuaskan rasa dahaga mereka? Pendapatan yang terus meningkat juga memperburuk masalah air, karena penambahan air untuk peningkatan produksi- seperti daging dan energi dari bahan bakar fosil – yang diminati oleh populasi yang lebih kaya.

3) Air tanah semakin berkurang.

Sekitar 30 persen air tawar  terletak di bawah tanah dengan istilah akuifer. Dan itu diekstraksi setiap hari untuk proses pertanian, konsumsi rumah tangga dan industri – seringkali dengan tingkat bahaya yang tidak berkelanjutan atau sulit untuk dipulihkan. Tak ada tempat yang lebih nyata daripada di India, yang mengkonsumsi air tanah lebih banyak daripada negara lain. 54 persen sumur air tanah India menurun, berarti air yang digunakan lebih cepat daripada yang diisi kembali . Jika pola ini tidak bergeser, dalam 20 tahun, 60 persen akuifer India akan berada dalam kondisi kritis.

Tidak seperti badai yang menyerang atau danau yang mengering, mata telanjang tidak dapat melihat kapan cadangan air tanah di akuifer menurun. Pasokan air global rentan terhadap ancaman tersembunyi dan meningkat ini.

4) Infrastruktur Air berada dalam keadaan suram.

Memiliki cukup air untuk didistribusikan hanyalah permulaan. Air juga perlu diangkut, dirawat, dan dibuang. Di seluruh dunia, infrastruktur air – pabrik pengolahan, pipa, dan sistem pembuangan – dalam keadaan rusak. Di Amerika Serikat, 6 miliar galon air yang diolah hilang per hari  hanya dari kasus pipa yang bocor saja. Infrastruktur yang dibangun sangat mahal untuk dipasang dan diperbaiki, yang berarti bahwa banyak daerah yang mengabaikan masalah infrastruktur yang berkembang hingga bencana pun terjadi, seperti yang terjadi di California awal tahun ini.

5) Dan Infrastruktur Alam Sudah Diabaikan.

Bagaimanapun juga, ekosistem yang sehat adalah “infrastruktur alami” dan vital terhadap air yang bersih dan berlimpah. Mereka menyaring polutan, menjadi penyangga terhadap banjir dan badai, dan mengatur pasokan air secara alami. Tanaman dan pohon sangat penting untuk pengisian kembali air di dalam tanah; Tanpa mereka, curah hujan akan meluncur melintasi lahan kering, alih-alih merembes ke dalam tanah. Hilangnya vegetasi (berbagai jenis tumbuhan) dari deforestasi (penebangan pohon), kebutuhan pasokan makanan yang melonjak dan urbanisasi adalah pembatasan infrastruktur alami bumi dan manfaatnya yang diberikan. Daerah aliran sungai berhutan di seluruh dunia terancam: daerah aliran sungai telah kehilangan 22 persen hutan mereka dalam 14 tahun terakhir.

6) Air yang terbuang.

Meskipun benar bahwa air adalah sumber daya yang terbarukan, namun seringkali terbuang sia-sia. Praktik yang tidak efisien seperti irigasi yang berlebihan dan pendinginan yang intensif dengan menggunakan air pada pembangkit listrik termal sehingga membutuhkan lebih banyak air lagi dari yang diperlukan. Terlebih lagi, karena kita mencemari air kita yang tersedia pada tingkat yang mengkhawatirkan, kita juga gagal untuk memulihkannya. Sekitar 80 persen air limbah dunia dibuang kembali ke alam tanpa pemulihan lebih lanjut atau penggunaan kembali. Di banyak negara, lebih murah untuk menerima air minum bersih daripada memulihkan dan membuang air limbah, yang mendorong jumlah limbah air bertambah. Ini membawa kita ke edisi berikutnya:

7) Harga yang tidak sesuai

Secara global, air dinilai sangat rendah. Harganya tidak mencerminkan total biaya layanan yang diberikan seharusya, mulai dari transportasi melalui infrastruktur hingga perawatan dan pembuangannya. Hal ini menyebabkan misalokasi air, dan kurangnya investasi di bidang infrastruktur dan teknologi air baru yang menggunakan air lebih efisien. Lagi pula, mengapa sebuah perusahaan atau pemerintah berinvestasi pada teknologi hemat air yang mahal, jika air lebih murah daripada teknologi yang dimaksud? Bila harga air bersih lebih dekat dengan biaya layanan sebenarnya, penggunaan air yang efisien akan mejadi beban. Dan di sisi lain, orang miskin seringkali akhirnya harus membayar harga air yang tidak proporsional, memperlambat pertumbuhan.

Belum terlambat

Di tengah tujuh dosa air yang mematikan ini, ada kabar baik: pemerintah, bisnis, universitas dan warga di seluruh dunia tersadarkan diri menghadapi tantangan air ini, dan mulai mengambil tindakan. Setiap tahun membawa lebih banyak solusi – seperti menggunakan air limbah untuk energi, menggunakan restorasi untuk membawa air kembali ke topografi kering, dan memantau kadar air tanah lebih dekat.

Bagaimanapun, solusi sebaik apapun juga tidak bisa mengimplementasikan secara otomatis, perlu kepedulian agar solusi tersebut dapat dikembangkan. Seiring dengan air bersih, kemauan politik dan tekanan publik merupakan sumber daya penting untuk memastikan masa depan yang berkelanjutan bagi semuanya.