BAGIKAN
(img:rakyatbekasi.com)

Braga, sejarahmu

Braga diambil dari nama perkumpulan Tonil “Braga” yang didirikan Pieter Sijthoff pada 18 Juni 1882 di sana. Jalan pedati berlumpur “Karrenweg” ( artinya jalan pedati ) menghubungkan rumah gudang kopi ( Koffie Pakhuis ) milik Andries de Wilde dengan jalan raya pos ( Groote Postweg ). Sebelumnya, awal abad 19, jalan setapak yang bisa dilalui kuda ini menghubungkan Alun-alun, Merdeka Lio, Kampung Balubur, Coblong, Dago, Buniwangi, Maribaya dan jalan Pajajaran, yang menghubungkan Sumedanglarang dengan Wanayasa. Jalan setapak yang menyusuri sungai Cikapundung sampai ke hulu itu ( konon ) disebut jalan Wanayasa.

Gedung Merdeka yang terletak di Jalan Asia Afrika Bandung ini, pada tahun 1895, hanya berupa bangunan sederhana. Bangunan yang mempunyai luas tanah 7.500 meter persegi itu, menjadi tempat pertemuan “Societeit Concordia”, sebuah perkumpulan beranggotakan orang-orang Eropa, terutama Belanda yang berdomisili di Kota Bandung dan sekitarnya.

Societeit Concordia, kini dikenal sebagai Gedung Merdeka. Gedung yang dibangun tahun 1902 oleh C.P.Wolff Schoemaker ini berlokasi di Jl.Asia Afrika 65, dan menjadi lokasi Konferensi Asia Afrika tahun 1955. Peringatan tiap tahunnya juga di sini. (img:roberni.com)

Pada 1921, bangunan yang diberi nama sama dengan nama perkumpulannya tersebut, yaitu Concordia, dirombak menjadi gedung pertemuan “super club” yang paling lux, lengkap, eksklusif, dan modern di Nusantara oleh perancang C.P. Wolff Schoemaker dengan gaya Art Deco. Dan tahun 1940, dilakukan pembenahan pada gedung tersebut agar lebih menarik, yaitu dengan cara merenovasi bagian sayap kiri bangunan oleh perancang A.F. Aalbers dengan gaya arsitektur International Style. Fungsi gedung ini adalah sebagai tempat rekreasi.

Pada masa pendudukan Jepang, bangunan utama gedung ini berganti nama menjadi Dai Toa Kaikan yang digunakan sebagai pusat kebudayaan. Sedangkan bangunan sayap kiri gedung diberi nama Yamato yang berfungsi sebagai tempat minum-minum, yang kemudian terbakar (1944).

Gedung Keuangan Negara, Jl.Asia Afrika, Bandung. Dulu lokasi preangerplanters, para pemilik perkebunan di tanah Parahyangan saling bertemu, bersosialisasi dan rekreasi. Dulu masih berupa rumah papan, di samping Hotel Homann. Lalu menjadi toko serba ada “De Vries”. Orang – orang gunung paling banyak duitnya ini lalu pindah ke lokasi Gedung Merdeka, sejak 1890. Khusus elit Eropa dan non Eropa yang tinggi statusnya. Para pemuka masyarakat.(img:nyeduhteh.blogspot.co.id)

Peragawati dengan mode terbaru Paris

Peragawan, peragawati amatir biasa memamerkan mode terbaru Paris, malam Minggu. Kehidupan malam “Paris van Java”. R.Teuscher, ahli tanaman yang tinggal di perempatan Jalan Naripan – Tamblong ( nama tukang kayu Cina Kongfu ) mengatakan tahun 1874, ketika ia datang pertama kali datang ke Bandung, baru ada 6 -7 rumah tembok. Sepanjang Pedatiweg, beberapa warung bambu beratap rumbia berselang seling dengan rumah agak besar yang disewa orang Eropa. Kebanyakan pegawai pemerintah dan pensiunan.

Bandoeng is een flinke dessa !” ( Bandung itu desa yang maju ), kata penginjil Zending, tahun 1876. ( tahun 1881 baru ada 8 rumah bergaya arsitektur Eropa di Bandung ). Setelah beberapa usaha perkebunan dibuka, datanglah orang2  Belanda dan Eropa bermukim di Bandung.

Para preangerplanters itu lalu mendirikan Societeit : tempat bertemu, bersosialisasi dan rekreasi. Disewalah mini market yang baru terbakar di Jalan Braga seharga 15 gulden perbulan, dengan si pemilik menjadi jongosnya.

“Societeit Concordia” untuk orang Eropa. Societeit “Mardi Harjo” untuk pribumi.

Societeit bernama “Concordia” itu berstatus badan hukum menurut Gouvernement-besluit 29 Juni 1879 no.3. Masih terasa sesak untuk pertunjukan sandiwara, maka Societeit Concordia pindah lagi ke gedung pojok di ujung Braga, yang kini disebut Gedung Merdeka. Gedung yang dulu kayu itu, tahun 1890, dibeli dari pemiliknya, orang Cina.

Gedung serbaguna itu pernah jadi Gedung Tonil Braga, tempat pertemuan “Bandoengsche Landbouwvereeniging” untuk rapat, dan tempat khotbah Kristen Protestan. Societeit Concordia, eksklusif, hanya untuk orang Eropa, orang non Eropa yang dipersamakan, dan para pemuka masyarakat.

Yayasan Pusat Kebudayaan, dulu Soos “Ons Genoegen”, tempat orang Belanda berpangkat rendah, komis atau klerk, orang2 Indo-Belanda, menghibur diri. Golongan ‘bawah’ ini dilarang masuk Societeit Concordia. Gedung Merdeka bukan tempat mereka. Betapa terpisahnya strata sosial. (img:anisavitri.wordpress.com)

Orang Belanda berpangkat rendah, komis atau klerk, orang – orang Indo-Belanda, cukup menghibur diri saja di Soos “Ons Genoegen” ( gedung Yayasan Pusat Kebudayaan, Naripan ). Atau main bilyar di kamar bola “Vogelpool”, seberang “Ons Genoegen”, dan gedung “Denis” ( sekarang ditempati Bank BJB ).

Balai pertemuan orang Melayu, seperti dari pergerakan nasional (Soekarno, dkk), menempati Societeit “Mardi Harjo” di Jalan Kepatihan, yang diawasi polisi kolonial Belanda.

Di “Mardi Harjo” pula, lahir organisasi “Wanita Sejati” yang mewakili Bandung dalam Kongres Perempuan I  di Yogyakarta, yang kini diperingati sebagai Hari Ibu Nasional. Di Societeit Mardi Harjo pula lahir “Laskar Wanita Indonesia” ( Laswi ) pada 12 Oktober 1945. Sayang, rumah panggung itu sudah dibongkar, menjadi toko kain.

Gedung tua ini dulu toko Modemagazijn “Au Bon Marche” yang didirikan A.Makkinga tahun 1913. Tenar dengan gaun2 mode Paris up to date.

Braga : kompleks pertokoan Eropa paling terkemuka

Di jalan Braga, yang sempat dijuluki “De meest Europeesche winkelstraat van Indie” ( kompleks pertokoan Eropa paling terkemuka di Hindia ) adalah toko senjata api milik C.A. Hellerman, yang pertama kali didirikan. Tahun 1894. Berjualan kereta kuda, sepeda, dan bengkel reparasi senjata. Waktu harga tanah di Braga masih murah, sehingga Hellerman membangun beberapa toko dan menjualnya pada para pengusaha Eropa. Yang terbesar dan terbilang lengkap adalah “Onderling Belang” ( OB ). OB terkenal sebagai sentra mode di Amsterdam, yang membuka cabang pertama di Surabaya. Kepala cabangnya, K. Van Doodenweerd, berspekulasi mendirikan cabang OB di Bandung. Cabang OB yang dipimpin H.J.M.Koch berhasil mendapat laba besar. Bersaing dengan toko Modemagazijn “Au Bon Marche” yang didirikan A.Makkinga tahun 1913, tenar dengan gaun2 mode Paris up to date.

Gedung terlantar ini, bukankah dulu toko pertama di Jalan Braga ? C.A. Hellerman membangunnya tahun 1894. Kereta kuda, sepeda dan bengkel reparasi senjata, ada di toko Hellerman. Waktu itu harga tanah di Braga masih murah, sehingga Hellerman membangun beberapa toko dan menjualnya pada para pengusaha Eropa.

Di jalan Braga, juga ada Modiste dan Kleermaker ( penjahit ) hebat. Yang terkenal waktu itu “Keller’s Mode-Magazijn. Pasutri G.J.Keller yang sudah lama di bisnis konfeksi di negeri Belanda, datang ke Indonesia, Oktober 1923. Awalnya, Keller menyewa ruangan toko firma E.W.van Loo di Jalan Braga. Baru tahun 1929, Keller bisa memiliki seluruh toko ( kini ditempati toko kacamata Kasoem,  kanan Braga Permai ).

Profesionalisme ala Savelkoul. Kebanggaan pelanggannya

Untuk busana pria, para pelanggan termasuk gubernur jenderal Hindia Belanda, datang ke Kleermaker “August Savelkoul”  yang pertama kali mengunakan metode Kleeding naar Maat ( pakaian menurut ukuran pemakai ). Tahun 1891,  Savelkoul mengambil alih perusahaan pakaian “Vaxelaire” di Gambir, Batavia. Mengganti namanya menjadi “N.V.Kleedingmagazijn v.h. Firma Aug. Savelkoul”. Perusahaan itu pindah ke Bandung dan membangun gedungnya di Jalan Braga ( 1912-1913 ). Puncak jayanya ketika dikelola A.Nipius yang pernah bekerja sebagai penjahit di “Firma van Hal” di Breda, Belanda, selama 30 tahun. Lulusan Mode-Akademie di Dresden ini, datang dari Rusia tahun 1908 dan bekerja di “Firma de Koning” di Batavia selama 16 tahun. Sangat berpengalaman potong-memotong, jahit-menjahit. Jempolan. Servis ke pelanggan, mengagumkan.

Keller’s Mode-Magazijn, toko tempat pasangan G.J.Keller yang berbisnis konveksi sejak lama di Belanda, menjual produknya, busana wanita. Kini ditempati toko cinderamata Si Bayak.

Konon, kepala stasiun Purwakarta, tahun 1935, diundang resepsi oleh bos bulenya di “Hoofd-kantor” S.S Bandung. Ia tak punya stelan jas hitam putih yang pantas. Telegram dikirim, Nipius pun datang dengan kereta api kilat “Vlugge- Vier” Bandung – Jakarta, paling pagi ke Purwarkarta, untuk 10 menit mengukur badan si pemesan. Lalu langsung balik ke Bandung. Malam harinya, dengan kereta “Vlugge Vier” terakhir, stelan jas itu sampai ke pemesan dengan harga pantas dan memuaskan. Sebuah unjuk profesionalisme di kawasan elit Braga tempoe doeloe. Jaminan mutu. Kebanggaan tersendiri mengenakan setelan jas made in Savelkoul.

Kawasan serba ada, bergaya dan juara

Segala barang bisa anda beli di Jalan Braga, masa “Parijs van Java” ini. Perokok cigaret cerutu dari segala merk dan para pengisap pipa bisa datang ke toko “Tabaksplant”. Lengkap. Yang haus dan lapar ke restoran “Firma Kuyi en Vesteeg”, “Maison Bogerijen”, “Maison Boin”, atau “Het Snoephuis” yang ahli dalam “Cuisiniers”, “Patissiers”, “Glaciere”. Beli arloji kualitas tinggi ke “Horlogerie Stocker”, milik orang Swiss, H.P.Stocker dan P.E.Huber, yang didirikan tahun 1926.

Toko Populair di Jalan Braga, Bandung. Saking ngetopnya kawasan Braga di Eropa, toko unik ini sampai ada yang kreatif membuatnya menjadi ‘cover’ unik.

Toko kedua tertua milik “N.V.Handelmy – C.M.Luyks” ( 1898 ), yang semula mengimpor merk Studebaker dan Secxon, lalu berjualan alat potret, alat kantor, gramaphon, meja bilyar, agen penjual “His Master’s Voice”, kemudian menjadi toko “Provisien en Dranken” ( P.en.D ) terbesar di Bandung. Toko perhiasan “De Concurrent” yang didirikan tahun 1908, terakhir dimiliki W.Olberg ( 1921 ). Perusahaan “Fuchs & Rens” yang didirikan tahun 1919 di Jalan Braga, menjadi agen penjual mobil sekaligus bengkel esembling terbesar. Patungan antara F.J.Fuchs, importir mobil di Hindia sejak 1886, dengan Rens. Di bawah E.Hilkers ( 1928 ), perusahaan itu merakit mobil merk Packard, Chrysler, De Soto, Plymouth, Renault dan vracht-auto merk Fargo. Showroom “Fuchs & Rens” menjadi tempat Preangerplanters berebut mengganti mobil dengan sedan terbaru. Orang gunung paling berduit.Lokasi “Fuchs & Rens” kini cuma jadi tempat parkir. Showroom, kantor dan bengkelnya yang luas, tak dipakai lagi.

(disarikan dari “Wajah Bandoeng Tempo Doeloe”- Haryoto Kunto)