BAGIKAN
Perbandingan tengkorak Manusia Modern dan Neanderthal dari Museum Sejarah Alam Cleveland. Credit: DrMikeBaxter / Wikipedia

Dalam kebanyakan tubuh manusia saat ini terdapat jejak Neanderthal yang tersembunyi rapi dalam genom mereka. Selama ini, diasumsikan bahwa secuil DNA ini berasal dari pertemuan singkat antara nenek moyang manusia modern dengan manusia Neanderthal, ribuan tahun yang lalu.

Hidup antara 400.000 hingga 40.000 tahun yang lalu, Neanderthal adalah kerabat manusia paling dekat dengan kita yang telah punah. Tubuh mereka lebih pendek dan lebih berisi, salah satu adaptasi untuk dapat bertahan hidup di lingkungan yang sangat dingin. Tapi otak mereka sama besar dengan otak kita dan seringkali malah lebih besar – sebanding dengan tubuh berotot mereka.

Meski jejaknya diteruskan oleh manusia modern, namun benarkah pertemuan dan perkawinan antara Neanderthal dan manusia modern terjadi hanya dalam waktu yang singkat dan selanjutnya berpisah? atau keduanya pernah berada pada kurun waktu dan menetap bersama pada suatu tempat.

Sepasang peneliti dari Temple University telah menemukan bukti bahwa ketika manusia purba bergerak keluar dari Afrika, mereka bertemu dengan Neanderthal yang tinggal di wilayah dari apa yang sekarang adalah Eropa dan Asia Timur.

Saat pertemuan terjadi, mungkin telah mendorong pada hubungan yang lebih intens hingga menghasilkan keturunan secara anatomis – yang tercermin dalam DNA manusia.

Dalam upaya baru ini, para peneliti telah menemukan bukti yang menunjukkan terdapat lebih dari satu kali pertemuan yang serupa. Pada umumnya, sekitar 2 persen DNA manusia non-Afrika saat ini adalah Neanderthal. Terkecuali bagi mereka yang nenek moyangnya tinggal di Afrika, tidak pernah berjumpa dengan tetangga mereka di utara.

Baru-baru ini, para ilmuwan telah mencermati lebih jauh pada genom manusia, dan mereka telah menemukan sesuatu yang aneh tentang DNA Neanderthal. Tampaknya orang-orang di Asia Timur memiliki DNA Neanderthal dengan jumlah 12 hingga 20 persen lebih tinggi daripada orang-orang keturunan Eropa.

Jadi, kemungkinannya adalah Neanderthal dan manusia modern  telah bereproduksi berkali-kali sepanjang sejarah bersama mereka.

Menggunakan dataset besar genom manusia modern, para peneliti membandingkan pola DNA Neanderthal terhadap orang-orang keturunan Asia Timur dan Eropa. Hasilnya menegaskan bahwa kedua kelompok ini memiliki beberapa peristiwa perkawinan awal dengan Neanderthal.

Para peneliti kemudian menggunakan model komputer untuk memunculkan semua peristiwa perkembangbiakan silang yang dapat menyebabkan pola DNA Neanderthal yang telah mereka temukan.

Langkah pertama adalah memisahkan data antara orang-orang keturunan Eropa dan Asia. Melakukan hal itu menunjukkan bahwa kedua kelompok memiliki bukti dari beberapa peristiwa perkawinan awal. Para peneliti kemudian mempelajari laju kedua kelompok dengan menciptakan simulasi yang menunjukkan hasil dari berbagai jumlah kejadian perkawinan antara kedua kelompok tersebut.

Data dari simulasi kemudian dimasukkan ke dalam algoritma pembelajaran mesin yang menunjukkan pola persentase DNA berdasarkan jumlah peristiwa perkawinan silang yang telah terjadi.

Berdasarkan dari temuan, menunjukkan ada interaksi yang sering terjadi antara kedua kelompok, dan sangat mungkin bahwa ada beberapa pertemuan seksual antara manusia Neanderthal dan manusia prasejarah di Eropa dan Asia Timur.

“Dengan demikian, kami percaya bahwa penjelasan yang mungkin untuk hasil kami adalah bahwa aliran gen antara manusia dan Neanderthal adalah berselang dan berkelanjutan, tetapi di wilayah yang secara geografis terbatas,” para penulis menyimpulkan .

Memahami perbedaan persentase DNA Neanderthal dapat memberi kita pandangan sekilas kembali ke sejarah manusia purba. Perbedaan ini dapat memberi tahu kita banyak tentang berapa lama populasi tertentu hidup berdampingan dengan Neanderthal dibandingkan dengan yang lain.

Para peneliti menyimpulkan bahwa skenario yang paling mungkin adalah bahwa ada beberapa contoh perkawinan silang antara manusia purba di Asia Timur dan Eropa dengan Neanderthal.

Studi ini telah diterbitkan dalam  Nature Ecology & Evolution.