BAGIKAN
Tampilan udara Mahendraparvata. (Archaeology Development Foundation)

Selama berabad-abad, rimbunnya hutan di Kamboja telah menyembunyikan sisa-sisa peninggalan dari sebuah kota kuno milik Kekaisaran Khmer yang berkuasa dari abad ke-9 hingga ke-15. Kota hilang yang dikenal dengan Mahendraparvata ini, terungkap lebih jauh oleh para ilmuwan melalui pemetaan dari udara.

Keberadaan Mahendraparvata yang terdapat di dataran tinggi Phnom Kulen di timur laut Angkor ini, telah diketahui sejak puluhan tahun yang lalu oleh para arkeolog dan sejarawan, tetapi lebatnya hutan telah menyulitkan dalam penelusurannya. Terlebih lagi, jika hutan ini sempat diduduki oleh rezim Khmer Merah dan pasukannya. Bahkan hari ini pun, masih terdapat banyak ranjau darat yang tersisa dari konflik. Beberapa faktor tersebut menyebabkan sedikitnya bukti arkeologis yang menunjukkan tentang keberadaan kota kuno yang telah hilang ini.

Berdasarkan data-data penelitian yang telah dikumpulkan sejak penemuan pertamanya di tahun 2012 menggunakan teknologi pemindaian laser dari udara yang dikenal dengan LIDAR, kini tim peneliti internasional mempublikasikan hasilnya yang diterbitkan di jurnal Antiquity.

Jaringan perkotaan.(Chevance et al., Antiquity , 2019)

Hasilnya adalah “interpretasi yang sangat lengkap dan terperinci tentang kota itu”, kata Damian Evans dari Institut Studi Asia Prancis kepada New Scientist.

Berkat survei udara, tim peneliti dapat mengintip lebih jeli melewati rindangnya pepohonan dan tumbuhan yang menyembunyikan Mahendraparvata dari pandangan, mengungkap jaringan perkotaan yang rumit dari fitur sebuah kota seluas 40 hingga 50 kilometer persegi.

Dalam upaya penelitian yang dimulai pada 2012 dan berlangsung hingga 2017, tim memulai serangkaian penerbangan survei Lidar di atas wilayah tersebut, membangun peta luas ribuan fitur arkeologis yang baru terdeteksi yang sebelumnya lolos melalui pengamatan daratan, karena perambahan hutan secara alami sejak beberpa abad yang lalu.


Situs bait suci yang baru didokumentasikan. (Cambodian Archaeological LIDAR Initiative)

“Khmer Kuno telah memodifikasi bentang alam, membentuk fitur pada skala yang sangat besar – kolam, waduk, kanal, jalan, kuil, sawah, dan sebagainya,” kata Jean-Baptiste Chevance dari Yayasan Arkeologi dan Pembangunan di Inggris, kepada Newsweek.

“Namun, hutan lebat yang sering menutupi medan yang diminati adalah kendala utama untuk menyelidikinya.”

Meskipun desain yang rumit dan kecanggihan dari jejak rekayasa kota yang hilang, itu tidak bertahan lama.

Pada tahun-tahun berikutnya, Kekaisaran Khmer memindahkan pusat operasinya ke ibukota baru, Angkor, mungkin karena kondisi yang lebih baik untuk bercocok tanam.

“Kota itu mungkin tidak bertahan selama berabad-abad, atau bahkan mungkin beberapa dekade,” Evans mngengatakan kepada New Scientist.

“Tapi signifikansi budaya dan agama tempat itu telah berlangsung hingga hari ini.”