BAGIKAN
(Credit: UW Photo)
(Credit: UW Photo)

Serbuk batu bara yang biasanya tak terpakai, dapat dimanfaatkan menjadi bahan yang bernilai tinggi seperti grafit nano. Para peneliti menunjukkan sebuah proses sederhana menggunakan kertas tembaga dan oven microwave.

Grafit nano biasanya digunakan sebagai bahan pencampur pelumas. Selain itu bisa juga untuk pembuatan alat pemadam kebakaran hingga baterai lithium ion. Penemuan ini juga bisa bermanfaat, saat kebutuhan batu bara untuk listrik semakin menurun karena alasan lingkungan.

“Secara khusus, ditentukan bahwa kombinasi sumber karbon (bubuk batubara mentah), suhu tinggi (gelombang mikro yang menginduksi percikan listrik), mengurangi atmosfer (campuran Ar/H2), katalis (kertas tembaga), dengan radiasi gelombang mikro dapat menghasilkan grafit nano,” tulis para peneliti.

Gelombang mikro dapat digunakan untuk meningkatkan batu bara. Dengan mengurangi kadar air, menghilangkan sulfur dan mineral lainnya. Namun, sebagian besar metode tersebut memerlukan perlakuan awal kimiwai tertentu terhadap batubaranya. Dalam percobaannya, para peneliti dari University of Wyoming (UW) cukup menggiling batubara Powder River Basin mentah menjadi bubuk.

Bubuk itu kemudian ditempatkan pada kertas tembaga dan disimpan dalam wadah kaca. Kemudian ditambahkan dengan campuran gas argon dan hidrogen. Setelah tertutup rapat, dipanaskan di dalam oven microwave. Karena oven ini memberikan tingkat radiasi yang diinginkan.

“Dengan memotong kertas tembaga menjadi bentuk garpu, percikan api diinduksi oleh radiasi gelombang mikro, menghasilkan suhu yang sangat tinggi lebih dari 1.800 derajat Fahrenheit dalam beberapa detik,” kata Chris Masi, penulis utama penelitian ini.

“Inilah mengapa Anda sebaiknya tidak meletakkan garpu logam di dalam oven microwave,” katanya.

Percikan api yang disebabkan oleh gelombang mikro menghasilkan suhu tinggi yang diperlukan untuk mengubah bubuk batu bara menjadi grafit polikristalin. Di mana kertas tembaga dan gas hidrogen juga berkontribusi pada proses tersebut.

Sementara percobaan termasuk durasi gelombang mikro mulai dari 3 hingga 45 menit, durasi optimal ditemukan menjadi 15 menit.

“Beban termal yang kecil membuat metode ini hemat biaya dan berpotensi untuk suhu yang lebih tinggi menggunakan logam dengan suhu leleh yang lebih tinggi. Penyempurnaan teknik ini memungkinkan untuk menghasilkan material grafit nano dengan kualitas dan kuantitas yang lebih besar untuk berbagai aplikasi yang lebih luas” tulis para peneliti.

“Metode ini menyediakan rute baru untuk mengubah sumber karbon yang melimpah menjadi bahan bernilai tinggi dengan manfaat ekologi dan ekonomi,” tulis tim peneliti, yang dipimpin oleh Associate Professor TeYu Chien, di Departemen Fisika dan Astronomi UW.

“Cadangan grafit terbatas dan masalah lingkungan untuk prosedur ekstraksi grafit membuat metode konversi batu bara menjadi grafit ini menjadi alternatif sumber produksi grafit yang hebat,” tulis para peneliti.

Temuan ini telah diterbitkan di jurnal Nano-Structures & Nano-Objects.