BAGIKAN
[WikiImages]

Sebuah penelitian terbaru yang dipimpin oleh Australian National University (ANU) telah menyelidiki sebuah fenomena kosmik alamiah yang dapat memperlambat pembentukan bintang-bintang, sehingga turut membantu dalam memastikan agar alam semesta menjadi tempat yang layak di mana kehidupan dapat muncul.

Peneliti utama Roland Crocker dari ANU Research of Astronomy and Astrophysics mengatakan tim peneliti mempelajari bagaimana cara dari bintang tertentu dalam memberikan tekanan balik terhadap gravitasi sehingga memperlambat proses pembentukan bintang.

Bagaimana jika seandainya pembentukan bintang-bintang terjadi dengan relatif cepat?

“Jika pembentukan bintang terjadi dengan sangat cepat, semua bintang akan terikat bersama dalam sebuah kelompok yang besar, di mana radiasi yang intens dan ledakan-ledakan supernova kemungkinan akan melenyapkan semua sistem planet, mencegah munculnya kehidupan,” kata Crocker.

“Kondisi dalam gugusan bintang yang sangat besar ini bahkan mungkin akan mencegah planet-planet terbentuk sedari awal.”

Studi ini menemukan bahwa bintang-bintang yang baru terbentuk dan berukuran besar menghasilkan sinar ultraviolet dan cahaya tampak yang berhamburan di antara gas dan menyentuh debu kosmik, yang kemudian menyebarkan cahaya inframerah yang bertindak secara efektif menjadi semacam tekanan yang mendorong melawan gravitasi.

Jadi, cahaya dan sinar ultaviolet saat berinteraksi dengan gas dapat menghasilkan tekanan?

Secara sederhana, foton adalah partikel terkecil dari cahaya. Sehingga, saat cahaya berinteraksi dengan gas maka ia diserap oleh gas dan menciptakan tekanan radiasi langsung, sedangkan foton yang diserap oleh gas dan dipancarkan kembali sebagai cahaya inframerah menciptakan tekanan radiasi tidak langsung. Dan, perlu diperhatikan jika semua itu terjadi dalam jumlah yang sangat besar – dalam skala astronomi.

Gravitasi sangat diperlukan dalam pembentukan bintang. Kebanyakan bintang dilahirkan pada sebuah pembibitan bintang – awan molekul padat di angkasa yang kaya akan debu dan gas. Saat badai antar bintang dan kadang-kadang gelombang gravitasi menghempas, kumpulan materi tersebut terdorong menuju kumpulan yang lebih padat, lalu hancur di bawah pengaruh tarikan gravitasinya sendiri. Puing-puing bekas kehancuran ini secara terus menerus menyerap berbagi materi di sekitarnya, tumbuh pesat menuju padatan sampai fusi nuklir menyebabkannya bersinar dengan cahaya – dan menjadi bintang.

“Fenomena yang kami pelajari terjadi di galaksi dan gugus bintang di mana ada banyak gas berdebu yang membentuk tumpukan bintang yang relatif cepat,” kata Crocker.

“Di galaksi-galaksi yang membentuk bintang lebih lambat – seperti Bima Sakti – berbagai proses lain memperlambat segalanya. Bima Sakti rata-rata membentuk dua bintang baru setiap tahun.”

Galaksi lain di sekitar kita dan di tempat lain di Alam Semesta terus menerus membentuk bintang baru dengan laju yang relatif lambat dan stabil.

Crocker mengatakan, temuan-temuan matematis dari studi itu menunjukkan bahwa fenomena tersebut menetapkan batas atas seberapa cepat bintang dapat terbentuk di galaksi atau di awan gas raksasa.

“Ini dan bentuk umpan balik lainnya membantu menjaga Semesta tetap hidup dan menyala,” katanya.

“Kami sedang menyelidiki cara-cara lain bintang yang dapat merespon kembali terhadap lingkungannya untuk memperlambat tingkat pembentukan bintang secara keseluruhan.”

Makalah ini telah diterbitkan dalam jurnal Monthly Notices of Royal Astronomical Society , dan dapat dibaca sepenuhnya pada sumber preprint arXiv.