BAGIKAN
(NIAID/flickr/CC BY 2.0)

Para peneliti selama ini terus mengumpulkan dan melakukan pengurutan genetik dari sampel-sampel virus yang ada untuk melacak sejauh mana virus-virus tersebut telah bermutasi. Sejauh ini, dari hasil pengamatan para ilmuwan, satu versi virus lebih sering bermutasi dari yang lainnya, adalah sebuah strain virus yang diberi nama D614G.

Menurut hasil sebuah penelitian pra cetak sebelumnya yang dilakukan oleh para peneliti dari Houston Methodist Hospital, strain virus yang bermutasi ini menjadi penyebab hampir semua infeksi COVID-19 sepanjang musim panas pada puncak kedua infeksi di wilayah Texas, AS.

James Musser, peneliti senior pada penelitian terbaru ini mengatakan bahwa strain virus yang bermutasi ini mengandung molekul protein asam amino glisina, atau disingkat G, yang lebih mudah menular dari bentuk aslinya.



“Ada banyak sekali bukti yang menunjukkan adanya perbedaan secara biologis varian G pada organisme,” kata Musser. Dan lebih mudah menginfeksi.”

Tetapi banyak ilmuwan yang mempertanyakan kesimpulan tersebut.

“Penelitian ini memberikan lebih banyak bukti dari apa yang telah ketahui tentang mutasi ini: Dan ini adalah varian yang paling umum: kata Emme Hodcroft, seorang ahli ilmu genetik di Nextrain project.

Hodcroft dan tim melakukan penelusuran terhadap perubahan genetik dari virus SARS-Cov-2 sejak pertama kali pandemi merebak. Dan ia mengatakan bahwa mereka belum mengidentifikasi terjadinya mutasi yang secara signifikan merubah kemampuan penularan atau mematikan dari virus ini.

Para ahli genetik mengklasifikasikan versi awal dari virus SARS-Cov-2 dengan sebutan “garis keturunan D”, dan strain virus dengan mutasi D614G dikategorikan dengan “garis keturunan G”.

Garis keturunan G tidak muncul hingga bulan Januari 2020, kata Hodcroft. Sejak itu, menurut Richard Neher, rekannya di Nexstrain, mulai mendominasi di hampir seluruh lokasi di AS, Eropa dan Amerika Latin.

Perbedaaan yang paling jelas terlihat dari strain ini adalah sebuah pertukaran yang terjadi pada molekul asam amino yang diberi nama 614, yang merupakan bagian dari genom virus yang menunjukkan bentuk dari tonjolan protein virus.

Tonjolan protein tersebut digunakan oleh virus untuk menyerang sel-sel kita, jadi sangat mungkin perubahan yang terjadi disana dapat membuat virus menjadi lebih mudah menginfeksi sel-sel kita.

Hasil dari penelitian di bulan Juni menemukan bahwa strain D614G memiliki kemampuan tiga hingga enam kali lebih kuat dalam menginfeksi sel-sel manusia ketika diujicobakan di lab dibandingkan bentuk awalnya. Hasil penelitian pendahuluan lainnya juga menemukan bahwa mutasi ini memperkuat kemampuan virus ketika menyerang sel-sel manusia.

Penelitian ini adalah penelitian genetik terbesar dari virus yang pernah dilakukan di AS dengan melibatkan lebih dari 5.000 sampel virus yang dikumpulkan di Houston dari bulan Maret hingga Juli. Tim peneliti mengklasifikasikan sampel-sampel yang dikumpulkan dari tanggal 5 Maret hingga 11 Mei, ketika terjadi ‘gelombang pertama’ infeksi di kota Houston.



Dan kemudian ditemukan 82 persen dari sampel virus tersebut mengandung strain virus mutasi D614G. Tetapi pada sampel-sampel yang dikumpulkan pada akhir gelombang pertama hingga tanggal 7 Juli, angka persentasenya melonjak hingga 99 persen.

Musser mengatakan bahwa hasil ini menunjukkan bahwa varian G ini tidak dapat ditandingi oleh varian D.

Hodroft mengatakan bahwa penjelasan lainnya yang paling mungkin tentang mengapa virus strain G menjadi sangat dominan, jawabnya: keberuntungan semata.

Dari data hasil penelitian menunjukkan bahwa strain virus G614G yang bermutasi muncul sebelum virus corona mulai menyebar di Eropa. Jadi, garis keturunan G mungkin secara kebetulan telah menjadi strain virus yang menyebar di wilayah Eropa dan Amerika Utara.

Karena banyak negara yang tidak melakukan lockdown selama beberapa minggu setelah kasus pertama muncul, menyebabkan virus versi ini menyebar cepat.

Tetapi Hodcroft mengatakan bahwa virus strain G ini telah ada semenjak pandemi ini mulai merebak di bulan Januari 2020, dan merupakan strain yang paling banyak menginfeksi manusia. 

Walaupun varian G virus SARS-CoV-2 paling baik ketika menginfeksi sel-sel baru, tetapi tidak mempengaruhi seberapa cepat penyebaran virus ini antar manusia.

Hodcroft mengatakan bahwa baik virus strain G ataupun D, penyebarannya sama-sama bisa dihentikan dengan pemakaian masker, cuci tangan dan jaga jarak. 

Penelitian Musser mengungkap terjadinya pertukaran molekul asam amino pada sekuens genome virus corona lainnya. Semakin banyak sebuah virus mereplikasi diri, semakin besar kemungkinan munculnya “mutan yang beruntung”

Hodcroft mengatakan bahwa semua jenis virus akan terus bermutasi sepanjang waktu, dan itulah adalah hal normal.

Kebanyakan mutasi virus yang ditemukan oleh Hodcroft dan timnya adalah tidak berbahaya. Dan menurut Hodcroft, proses mutasi virus corona baru sangat lambat. Dari hasil penelitiannya, diketahui hanya terjadi perubahan maksimum 20 hingga 25 kali pada virus corona baru, antara setiap urutan gen yang mengandung sekitar 30.000 blok pembangun genetik.