BAGIKAN
(Credit: NIGPAS)
(Credit: NIGPAS)

Sebuah penelitian terbaru menunjukkan bahwa kutu bukanlah ordo serangga yang terpisah, sebagaimana selama ini diketahui. Kutu secara teknis adalah lalat kalajengking (Macoptera) pemakan nektar yang telah berevolusi mengisap darah. Mungkin antara 290 hingga 165 juta tahun yang lalu. Hasil penelitian ini telah diterbitkan di jurnal Palaeoentomology.

Kerabat terdekat kutu adalah lalat kalajengking Nannochoristidae. Sekelompok hewan langka di mana hanya terdapat tujuh spesies di belahan bumi selatan. Tidak seperti kutu yang haus darah, lalat kalajengking memakan nektar.

Kutu dewasa adalah hewan pemakan darah yang dapat menularkan berbagai wabah penyakit terhadap inangnya. Sementara larvanya adalah pemakan kotoran. Tidak seperti kebanyakan serangga, kutu tidak memiliki sayap. Matanya, bukanlah mata majemuk, dan kaki belakangnya disesuaikan untuk melompat.

“Dari semua parasit di kerajaan hewan, kutu menduduki posisi teratas,” kata penulis utama Erik Tihelka dari School of Earth Sciences.

“Namun terlepas dari signifikansi medisnya, penempatan kutu di pohon kehidupan merupakan salah satu teka-teki paling gigih dalam evolusi serangga.”

Para peneliti menganalisis lebih dari 1.400 gen penyandi protein kutu. Menggunakan kumpulan data-data molekuler serangga terbesar yang telah tersedia. Mereka menguji semua hipotesis yang pernah diajukan selama ini. Terutama yang terkait dengan penempatan kutu pada pohon kehidupan serangga. Dengan demikian, para peneliti dapat mencari kekerabatan baru yang paling memungkinkan.

Lalat kalajengking (wikipedia)

Penelitian ini telah memecahkan salah satu misteri terlama dalam evolusi serangga. Menyusun kembali penempatannya di pohon kehidupan dan menunjukkan siapa kerabat terdekat dengan kutu.

Kematian Hitam, yang disebabkan oleh bakteri yang ditularkan melalui kutu, adalah pandemi paling mematikan dalam catatan sejarah umat manusia. Di mana telah merenggut nyawa hingga sekitar 200 jutaan orang di abad ke-14,” kata Tihelka.

Ada anggapan bahwa semua serangga parasit pemakan darah awlanya sebagai predator. Atau, hidup secara berdampingan dengan inang vertebratanya. Faktanya, memakan darah dapat dikembangkan dalam suatu kelompok yang awalnya memakan nektar dan sekresi dari berbagai tanaman.

“Tampaknya bagian mulut yang memanjang yang dikhususkan untuk memakan nektar dari bunga, dapat terkooptasi selama perjalanan evolusi untuk memungkinkan penghisapan darah,” kata Mattia Giacomelli dari University of Bristol.

Penelitian sebelumnya menunjukkan adanya hubungan antara kutu dan kelompok lalat kalajengking nannochoristida yang secara anatomis tampak aneh. Namun, genom kutu mengalami evolusi yang cepat sehingga untuk merekonstruksi hubungan evolusinya sulit dilakukan. Selain itu, nannochoristida adalah kelompok yang cukup langka dan sedikit dipelajari. Sangat jarang ditemukan fosil kutu selain yang telah terperangkap dalam batuan ambar.

“Hasil terbaru menunjukkan bahwa mungkin kita perlu merevisi buku teks entomologi kita. Kutu tidak lagi berhak mendapatkan status ordo serangga tersendiri. Tetapi seharusnya diklasifikasikan dalam lalat kalajengking,” kata Chenyang Cai dari Nanjing Institute of Geology and Palaeontology dan ahli serangga di University of Bristol.

“Kami memiliki fosil kutu yang diawetkan dengan sangat baik dari Zaman Jura hingga Zaman Kapur. Khususnya, beberapa kutu Jurassic dari China, berusia sekitar 165 juta tahun, benar-benar besar dan berukuran hingga dua sentimeter.”

“Mereka mungkin pernah mengisap darah dinosaurus, tetapi itu sangat sulit untuk diceritakan. Yang lebih menarik adalah kutu purba ini memiliki karakter yang sama dengan lalat kalajengking modern.”