BAGIKAN

Arkeolog Australia temukan artefak yang mengubah teori manusia purba di Negeri Kangguru tersebut. Tim peneliti yang dipimpin Chris Clarkson, arkeolog dari Universitas Queensland, menemukan bukti bahwa nenek moyang suku Aborigin telah mendarat di bagian utara benua tersebut setidaknya sejak 65 ribu tahun lalu.

Sebelumnya, para ahli memperkirakan manusia menghuni Australia sejak 47 ribu hingga 60 ribu tahun lalu. Hasil riset terbaru Clarkson dan tim diterbitkan dalam jurnal Nature edisi 20 Juli 2017 berjudul “Human occupation of northern Australia by 65,000 years ago”.

“Temuan ini mengubah segalanya. Sejak kisah kepergian manusia dari Afrika, punahnya dinosaurus, hingga teori manusia Aborigin,” tulis tim dalam jurnal. Temuan ini juga mengungkap bahwa koloni manusia pertama di Australia hidup pada masa yang sama dengan wombat dan walabi besar.

Kepala kapak batu yang ditemukan di Situs Madjedbebe. (REUTERS)
Situs Madjedbebe. (REUTERS)
Chris Clakson dan tim saat melakukan penggalian di Situs Madjedbebe pada 2015 lalu. (REUTERS)

Penelitian dilakukan di Madjedbebe, yang secara tradisional dihuni klan Mirarr, salah satu klan tradisional Suku Aborigin. Meski ada di tengah Taman Nasional Kakadu, Madjedbebe tidak termasuk ke dalam Situs Warisan Dunia karena perjanjian penambangan uranium yang diteken pada 1982.

Pemegang hak sewa adalah Energy Resource of Australia. Perusahaan ini bekerja sama dengan Gundjeihmi Aboroginal Corporation, perusahaan nirlaba yang memperjuangkan hak klan Mirarr, memberikan akses kepada para peneliti untuk masuk ke daerah tersebut. Clarkson dan tim melakukan penggalian dua kali, yakni pada 2012 dan 2015.

Tim pun berhasil menggali perkakas batu yang digunakan manusia purba Australia. Di antaranya, yaitu batu gerinda, kepala kapak bulat, oker tanah alias pewarna dinding, mortar, alu, hingga bekas-bekas perkemahan.

Total ada lebih dari 11.000 artefak yang ditemukan Clarkson dan tim. Termasuk salah satunya kapak batu yang pegangannya disambung dengan resin. Kapak batu tersebut 20 ribu tahun lebih tua dari kapak serupa yang pernah ditemukan sebelumnya. Sedangkan temuan oker menunjukkan bahwa manusia purba tersebut telah melakukan aktivitas artistik.

Untuk menghitung umur dari artefak purba tersebut tim lantas melakukan penanggalan radiokarbon mulai dari permukaan hingga lapisan tanah berumur 37 ribu tahun. Setelah itu mereka menggunakan metode penanggalan optically stimulated luminescence pada lapisan yang lebih dalam. Metode ini bisa menentukan kapan terakhir artefak terkena sinar matahari.

Zenobia Jacobs, anggota tim yang juga pakar di bidang geokronologi dari Universitas Wollongong, menyatakan lapisan tanah relatif tidak terganggu selama puluhan ribu tahun sehingga penanggalan tersebut bisa lebih akurat. Adapun CEO Gundjeihmi Aboriginal Corporation, Justin O’Brien, menyatakan hasil studi itu membuktikan kecanggihan perangkat suku Aborigin Australia, serta menggarisbawahi pentingnya area tersebut.

“Penemuan ini menekankan pentingnya konservasi dan perlindungan tingkat tinggi pada situs ini,” pungkas O’Brien.

Peter Hiscock, arkeolog dari Universitas Sydney yang tidak terlibat dalam penelitian, menyatakan studi yang dilakukan Clarkson dan tim memakai data yang paling bisa diandalkan. “Temuan mereka bisa jadi acuan baru soal okupasi manusia purba di Australia,” uar Hiscock, seperti dikutip dari laman berita The New York Times.