BAGIKAN
Dari kiri ke kanan, Grafit (Gr), seperti yang akan ditemukan di pensil biasa; graphene oxide (GO), dan mencampurnya dengan bakteri Shewanella; vial dari produk yang dihasilkan dan bahan graphene yang telah diproduksi secara kimia. Bahan graphene yang diproduksi oleh laboratorium Anne (Foto Universitas Teknologi Delft / Benjamin Lehner)

Para peneliti telah berhasil memanfaatkan bakteri dalam menghasilkan graphene. Metode ini merupakan cara yang lebih efisien, hemat waktu, dan ramah lingkungan dibandingkan yang diproduksi secara kimia dalam memproduksi bahan graphene.

Meskipun graphene merupakan bahan yang paling tipis, namun memilki kekuatan yang luar biasa sehingga dapat dimanfaatkan dalam berbagai bidang. Graphene juga merupakan nanomaterial revolusioner karena kemampuannya untuk dengan mudah menghantarkan listrik dan fleksibilitas mekanisnya yang luar biasa. Mulai dari baterai, beton, atau penyaring air telah memanfaatkan keistimewaan dari graphene. Sayangnya, graphene dianggap masih terlampau mahal dan teknik yang telah ada dianggap belum bisa untuk menghasilkan produksi secara massal.

Dalam sebuah makalah yang diterbitkan di dalam jurnal ChemOpen, Anne S. Meyer, seorang profesor biologi di University of Rochester, dan rekan-rekannya di Delft University of Technology di Belanda, menggambarkan sebuah cara untuk mengatasi hambatan ini.

“Untuk aplikasi nyata Anda membutuhkan jumlah besar,” kata Meyer. “Memproduksi jumlah massal ini sangat sulit dan biasanya menghasilkan graphene yang lebih tebal dan kurang murni. Inilah yang kami upayakan.”

Ketika dicampur dengan grafit teroksidasi, yang relatif mudah diproduksi, bakteri Shewanella oneidensis menghilangkan sebagian besar kelompok oksigen dan menyisakan graphene konduktif sebagai hasil akhirnya.

“Graphene oxide mudah diproduksi, tetapi tidak terlalu konduktif karena keberadaan sekelompok oksigen di dalamnya,” kata Meyer. “Bakteri menghilangkan sebagian besar kelompok oksigen, yang mengubahnya menjadi bahan konduktif.”

Bahan graphene yang diproduksi memanfaatkan bakteri di lab Meyer bersifat konduktif, lebih tipis dan lebih stabil daripada graphene yang diproduksi manufaktur kimia. Selain itu dapat disimpan untuk jangka waktu yang lebih lama sehingga cocok untuk digunakan dalam berbagai aplikasi, termasuk sebagai tinta konduktif dan biosensor field-effect transistor (FET), semacam perangkat yang mendeteksi molekul biologis tertentu dan dapat digunakan untuk pemantauan glukosa secara real-time untuk penderita diabetes.

“Untuk membuat biosensor FET yang baik Anda memerlukan bahan yang sangat konduktif tetapi juga dapat dimodifikasi untuk mengikat molekul tertentu.” Graphene oxide yang telah tereduksi adalah bahan yang ideal karena ringan dan sangat konduktif, tetapi biasanya mempertahankan sejumlah kecil kelompok oksigen yang dapat digunakan untuk mengikat molekul yang diinginkan.

Bahan graphene yang diproduksi secara bakteri juga dapat menjadi dasar untuk tinta konduktif, yang pada akhirnya dapat digunakan untuk membuat keyboard komputer, papan sirkuit, atau kabel kecil yang lebih cepat dan lebih efisien seperti yang digunakan untuk mencairkan kaca depan mobil ketika terjadi pembekuan. Menggunakan tinta konduktif adalah “cara yang lebih mudah, lebih ekonomis untuk menghasilkan sirkuit listrik, dibandingkan dengan teknik tradisional,” kata Meyer. Tinta konduktif juga dapat digunakan untuk menghasilkan sirkuit listrik di atas bahan nontradisional seperti kain atau kertas.

“Bahan graphene yang diproduksi secara bakteri kami akan mengarah pada kesesuaian yang jauh lebih baik untuk pengembangan sebuah produk,” kata Meyer. “Kami bahkan dapat mengembangkan teknik ‘litografi bakteri’ untuk membuat bahan graphene yang hanya konduktif di satu sisi, yang dapat mengarah pada pengembangan baru bahan nanokomposit yang lebih canggih.”