BAGIKAN
[Pixabay]

Pada sperma manusia, jika anda bisa memisahkannya, rata-rata terdiri 50/50 campuran dari kromosom sex, setengah dari sperma mengandung kromosom X dan setengah yang lain mengandung kromosom Y.

Meskipun ada sebuah mitos yang berkembang tentang cara untuk memilih jenis kelamin calon bayi anda melalui sebuah ritual tertentu, sebenarnya ada banyak cara yang bisa dilakukan untuk melakukannya selain melakukan hal yang tidak masuk akal tersebut. Antara lain dengan menganalisa kromosom dari embrio hasil IVF (in vitro fertilization- bayi tabung) sebelum proses implantasi. Metode pre-implantation genetic diagnosis (PGD- diagnosa genetik sebelum proses implantasi) hampir 100 persen efektif. Dan tehnik ini sangat mahal dan bisa merusak DNA yang ada di dalam sel.

Belum lama ini, peneliti dari Jepang secara tidak sengaja menemukan sebuah metode sederhana untuk memisahkan sperma yang membawa kromosom X dan kromosom Y dari tikus, dan ini bisa membawa implikasi besar bagi calon-calon manusia dimasa depan.



Untuk memahami pentingnya proses ini, mari kita lihat kembali ilmu biologi dasar. Dalam semua mamalia (dan juga beberapa jenis hewan) wanita membawa kromosom XX dan pria mempunyai XY.

Sel telur (ovum) yang dilepaskan oleh wanita, hanya memiliki satu dari dua kromosom X, tidak pernah Y.

Tetapi sperma pria mempunyai proporsi yang seimbang dari kromosom X dan Y. Dan bisa dianggap bahwa hanya terdapat perbedaan kecil antara jumlah sperma X dan Y, anda bisa memisahkannya jika anda menginginkan calon bayi anda lelaki atau perempuan.

Hingga sekarang, kami berfikir bahwa semua sperma adalah identik, kecuali pada DNA yang mereka bawa.



Tetapi ketika meneliti perbedaan antara sperma X dan Y pada tikus, tim dari Hiroshima University menemukan bahwa ada sekitar 500 gen aktif di sperma X dan tidak pada sperma Y.

Pada gen-gen tersebut, terdapat 18 kode gen untuk protein yang menempel pada permukaan sel, merupakan tempat dari dua buah reseptor- disebut reseptor TLR7 dan TLR8 di permukaan sperma X.

Dengan menggunakan zat kimia yang bernama resiquimod–zat kimia yang terkandung dalam obat anti virus dan anti tumor–, reseptor akan terikat pada zat tersebut sehingga memperlambat kecepatan renang dari sperma X, mereka bisa memisahkan sperma X dan Y dengan tingkat akurasi yang baik.

Ketika para peneliti menggunakan resiquimod pada sperma, dan kemudian memilih sperma yang berenang paling cepat untuk membuahi tikus, (90 persen anak yang dihasilkan berkelamin jantan; dan ketika sperma yang berenang paling lambat dipilih, bayi tikus yang dilahirkan 81 persen adalah betina.

Resiquimod hanya berpengaruh pada sperma yang membawa kromosom X. Dan tim peneliti juga menemukan bahwa resiquimod tidak merusak sperma tersebut atau kemampuannya untuk membuahi sel telur.

Walaupun metode pemisahan sperma ini bukanlah yang paling sempurna, tetapi nilainya sangat tinggi, terutama karena metodenya cukup simple dan juga murah.

Perbedaan ekspresi dari gen reseptor oleh kedua jenis kromosom sex ini menghasilkan sebuah metode baru yang sangat potensial untuk diaplikasikan untuk memisahkan sperma X dan Y dan kami juga telah berhasil melakukan proses produksi selektif untuk sapi jantan dan betina dan juga pada babi dengan menggunakan metode ini,” kata salah satu dari peneliti, Masayuki Shimada, ahli biologi reproduksi dari Hiroshima University.



Namun, penggunaan metode ini bagi teknologi reproduksi manusia sangatlah spekulatif untuk saat ini, karena harus berhadapan dengan masalah etika.

Ada beberapa alasan yang masuk akal untuk menyeleksi jenis kelamin pada hewan. Sebagai contoh, sapi jantan tidak digunakan pada peternakan yang menghasilkan susu, demikian juga untuk ayam jantan bagi produksi telur. Dengan membatasi terjadinya pembuahan yang menghasilkan hewan jantan pada situasi ini, membuka kemungkinan untuk meninjau kembali aturan etika dalam dunia peternakan.

Tetapi bagi manusia, masalah ini bisa menjadi rumit.

Presentase wanita di dunia ini dari keseluruhan manusia adalah sekitar 49,6 persen, tetapi di beberapa wilayah, keinginan untuk memiliki anak lelaki sangat kuat. Seleksi jenis kelamin pada manusia bisa memicu timbulnya kekhawatiran akan trend demografi di beberapa negara, dan bisa secara tidak langsung berpengaruh pada segi sosial dan ekonomi.

Michael Le Page menjelaskan pada New Scientist, jika metode ini diperbolehkan untuk diterapkan pada manusia, dikhawatirkan bisa mencegah lahirnya anak-anak perempuan di beberapa wilayah.



“Saya mengkhawatirkan dampak sosial dari semua ini,” kata peneliti genom Alireza Fazeli dari Tartu University di Estonia.

“Metode ini sangat mudah, murah dan simpel. Anda bisa melakukannya dari kamar tidur anda. Dan tidak ada yang akan bisa menghentikan anda untuk melakukannya.”

Hasil riset ini telah dipublikasikan dalam PLOS Biology